Aku menunggu suami tercintaku bangun. Memasak semua makanan kesukaannya, memakai gaun terindah malam ini dan menyalakan lilin beraroma di setiap sudut ruangan.
Saat kulihat tubuh itu mengeliat bangun, Kupasang senyum termanis mendekatinya."Capek sekali mas? Sampai tertidur begitu lama?""Iyaa, jam berapa ini?" Mas Haris memijat pelipisnya sendiri."Sepuluh malam.""Sepuluh? kau tak membangunkan aku Dina? lima jam lebih aku tertidur dan kau diam saja?""Lantas aku harus apa mas? Aku sudah coba membuatmu bangun, tapi kamu bilang 'Jangan ganggu aku' heem ?" Aku mencoba membela diri, meski aku ragu ini tak akan meredam rasa kesalnya padaku, tapi aku tetap berjalan dengan anggun kearahnya."Jangan konyol din, Kamu sedang apa ? Kenapa rumah begitu gelap?" Matanya menyisir ruang tengah rumah kami." Aku hanya ingin memberimu waktu spesial mas, sebelum kamu berangkat keluar kota." Ucapku manja dan berdiri di depanyTak akan kubiarkan kamu menemui gundikmu itu mas!Kupasang pose sepanas mungkin, dengan tubuh jenjangku, mudah untuk mengoda Mas Haris.Mas Haris nampak tak berkedip, sesekali kulihat ia mengatur napasnya yang memburu, bahkan menelan salivanya sendiri. Jelas saja tergoda, aku dengan penampilan tak biasa, memperlihatkan lekuk tubuhku, dan sengaja kupilih gaun dengan belahan nyaris ke pangkal paha, tentu saja membuat mata murah Mas Haris seakan lepas dari tempurungnya.Jika mala dengan tinggi hanya sebatas pundakku dan kaki pendeknya saja bisa membuatmu seperti cacing tersiram garam, bagaimana kamu tak tergoda denganku yang berdandan habis malam ini mas?Mas Haris tersenyum, lalu berjalan mendekatiku, mencium bibirku lembut, lalu mengendongku duduk di atas meja."Dengar sayang, Mas sudah terlambat. Kamu tau, Mas harus bergegas pergi."' Bergegas menemui Jalang itu mas?' ucapku dalam hati.Kupasang wajah berkaca-kaca, menatapnya sendu, seolah aku berharap ia tak akan pergi."Mas bilang akan berangkat besok?" Kupukul dadanya pelan. Jika saja bisa, sudah kuhujamkan juga mata pisau di sana!"Ia, tapi mas ada janji keluar sebentar bertemu teman." Mas Haris masih menatapku, tangannya sibuk mengusap punggungku.Bila tak ada penghianatan ini, mungkin suasana ini bisa melukuhkan segala rasaku. Namun kali ini, rasa jijikku bahkan lebih besar mendominasi, membayangkan suamiku berbagi peluh dengan perempuan lain saja sudah membuatku mual."Kamu cantik sekali Dina..." Ucapnya lembut, lalu mendekapku."Mas, aku sudah masak untukmu, bisakah mas makan dulu? " Ucapku berusaha melepas dekapannya.Mengurungkam niatnya ingin menyentuhku lebih dekat, Mas Haris memilih menuruti kataku duduk dikursi makan."Kau tidak makan?""Aku tak ingin lipstikku rusak sebelum memuaskanmu mas." Bisikku.Aku tersenyum nakal padanya, dia tertawa dan melihatku tanpa kedipan. Aku sodorkan makanan kesukaanya, udang saus padang, cumi asam manis dan ayam bumbu kecap. Hah, semua terlihat nikmat, tentu saja dengan bumbu rahasiaku."Malam ini akan jadi malam panjang untukmu suamiku sayang" Ucapku dalam hati, dembari mengamati lelaki penghianat ini menikmati santapan malamnya."Ini enak sekali Din, kamu pandai sekali menyenangkan suami"Aku hanya tersenyum menangapinya. Miris sekali, aku pandai menyenangkan Suami? hah, jika aku begitu pandai menyenangkan suami, kenapa masih saja mencari batu kali di luar sana, mas. Dasar laki-laki murahan! Selesai makan, kutarik Mas Haris menaiki tangga menuju kamar kami, di sana sudah kutata secantik mungkin, bunga mawar, lilin, spray mewah. Seperti malam pertama kami."Apa ini hari sepesial sayang?" Mas Haris bertanya sambil mengamati kamar kami."Spesial untukmu mas!" Aku mengusap dadanya perlahan. Dengan cepat Mas Haris menarikku ke atas ranjang, dia mendekat, meletakkan bibirnya dipundakku dan..."TUUUTTTT! BRuuTuuttt.."Bunyi 'BOM' dari Mas Haris terdengar nyaring."Dina, tunggu ya, mas ke kamar mandi sebentar."Aku tersenyum memandang lelakiku berlari ke kamar mandi. Segera kubuka semua jendela, menyalakan AC agar gas racun ini segera keluar.Apa begini bau kentut penghianat? Bangkai saja kalah menusuk!Kukibas tanganku sendiri, menolak masuk racun ini ke paru-paruku. Bergegas aku berlari membuka pintu balkon, menghirup udara tanpa kontaminasi. Segarnya Tuhan !Setelah kurasa aman, Segera saja aku menganti pakaian dengan baju tidur dan mengusap bibirku dengan tisu basah, menjijikan sekali membiarkan bibirnya menempel tadi. Dia membayangkan akan bercinta denganku? Jangan mimpi Ferguso!Malam ini, jadi malam panjang untukmu seorang saja mas, aku memilih tidur dengan nyenyak!Aku kemnbali membuka ponselku, melihat pesan yang sudah kuretas dari ponsel mas Haris sore tadi, tampak Mayang, ah... Mala, ah... jal*ng murah itu mengirim pesan beberapa kali. Aku tersenyum, mencari di mana Mas Haris meletakkan ponselnya dan mematikanya. "Maaf jal*ng kecil, lelaki murahku sedang bercinta dengan takdirnya di sini!" Ucapku pelan lalu keluar kamar. Sempat kudengar beberapa kali bunyi musik alam mas Haris dari dalam stereo Pribadinya. Aku berjalan cepat menuruni tangga dan menuju dapur, kubuang semua hidangan di atas meja makan lalu mencuci piring dengan cepat dan menganti hidangan yang sama dengan piring yang baru kucuci.Aku duduk menikmati makananku, sambil sibuk melihat Video disalah satu aplikasi. Tak berapa lama, korbanku turun dari tangga."Mas baik-baik saja?" Kupasang wajah khawatirku."Entah lah din, perutku tak nyaman" Dia terlihat lemas."Aku sudah buatkan minuman hangat untukmu mas." Aku beranjak mengambil secangkir teh hangat di meja dapur dan meletakkanya di depan mas Haris."Din, apa makanannya tidak bersih ya? Mas Sudah tiga kali buang air!" Mas Haris menyesap teh hangat buatanku.Aku pasang wajah tak sukaku dan kembali duduk di kursi makan."Maksud mas, aku tidak membersihkannya sebelum dimasak?""Bukan, mungkin saja kamu salah memasukkan apa atau bagaimana?""Mas lihat, nih aku makan!" Ucapku sambil menjejelkan beberapa sendok makanan kemulutku. Aku mengunyahnya puas, memang masakanku nikmat, dan aku sangat lapar."Nanti kamu sakit perut juga din!""Mas mau bilang sakit perut gara-gara makananku? Baiklah, aku makan semua mas.Kalau aku juga sakit perut, silahkan Mas marah, tapi kalau aku baik-baik saja, jangan minta lagi aku memasak unyukmu !"Aku lanjutkan makanku sambil menahan tawa, sebab sebelum aku selesai bicara, Mas Haris sudah berlari lagi ke kamar mandi di bawah tangga.Selamat pagi duniaku. Menikmati tarian mas sepanjang malam, Sunguh membuatku tertidur lelap. Siraman airnya di kamar mandi saja, bahkan jadi musik alami tersendiri. Masuk dan keluar kamar mandi, sambil memegangi perutnya yang entah serasa seperti apa, melihatnya lemas, bahkan untuk sekedar memegang ponsel pun dia tak sempat. Kasihan suamiku!Tapi hidup memang selucu ini ya, lelaki yang semenjak menikah kujaga kualitas hidupnya, makannya, bahkan vitamin dan kesehatannya. kini kubuat tak sangup lagi bercinta online, dengan g**diknya itu.Hari ini kusiapkann sarapan untuk mas Haris, membuatkanya bubur hangat dan juga beberapa lauk untuk menyambut tamu-tamu istimewaku nanti.Aku harus berperan menjadi istri terbaik untuk suamiku bukan? Semangat Dina!Setelah semua siap, Mas Haris terlihat lemas berjalan menuruni tangga lalu melempar tubuhnya ke sofa."Din, lihat ponsel mas?"Dikamar sepertinya, kenapa?"
Hay Queen..." Seseorang dengan tampilan glamour nya berjalan mendekat. Dialah Rose, Cantik, kaya, selebgram ternama, dan semua barangnya tak dapat disebut 'Murah'. Dia mudah bergaul, tapi tak semua diterimanya dengan baik. Aku mengenalnya dalam pertemuan singkat kami disebuah toko komik sembilan tahun lalu, dia masih sama, sahabat kecilku.Dibelakangnya seorang laki-laki dengan tubuh gempal ikut berdiri mendekatiku. Kukatupkan kedua tangan, mengingat kami bukan mukhrim. Dengan cepat dia melemparkan botol kosong kearahku."Sialan kau Queen!"Aku tertawa, tapi dia tau, aku memang tak mau disentuh lelaki lain. Dialah Rock.Sayangnya dia bukan pemain band. Rock seorang koki disalah satu Hotel berbintang dulu. Tapi sudah Tiga tahun ini berhenti. dan mebuka Cafe usahanya sendiri. Jelas saja dia memilih membuka usaha sendiri. pendapatanya didunia Cyber bahkan bisa sepuluh kali lipat dari gaji dan bonusnya seb
Aku hampir saja berlari kebawah, saat mobil mas Haris memutarkan arahnya, namun tiba-tiba mobil itu kembali berputar ke arah Bandung dan aku kembali duduk mengatur nafasku sendiri."Jangan ulang lagi!" Titahku pada King."Oke... Oke... !" Jawabnya sembari tertawa. Hampir saja aku klimpungan, jika Mas Haris benar-benar pulang, aku bisa dibilang "Bukan istri sholeha' karena keluar tanpa izinnya.Melihat dua manusia koral itu masih dalam perjalanan, dan tak akan terjadi apapun, aku memilih berjalan keluar ruangan dan mencari udara segar.Aku menuju ke mobil dan mengambil makanan yang kubawa tadi. "Pak, makan!" Kuserahkan dua kotak makanan pada pak Salim dan mang Harjo. Biar mereka ikut juga merasakan masakanku"Terimakasih bu." Pak Salim menerima makananku lalu berjalan menghampiri mang Harjo di taman."Itu pedas ya pak, Jadi sediakan minum.dilantai" Ucapku lalu kembali mas
Prov HarisKulaju mobilku ke Kontrakan mala, sebenarnya aku hanya ingin merebahkan diri di kasur, namun empat puluh lebih panggilan tak terjawab dan ratusan pesan membuatku tak bisa tenang sebelum menjelaskannya.Mala, sepupu Dina istriku, usianya baru 23 tahun. Mala memang tak terlalu cantik, dibandingkan Dina yang punya tinggi hampir 170 meter, Mala hanya terlihat sejengkalnya. Namun entah mengapa wanita itu bisa membuat adrenalinku terpacu setiap kali bercinta dengannya.Mala begitu lihai memanjakanku di atas ranjang, dengan Dina aku hanya merasakan kenyamanan, namun tak ada yang membuatku bergejolak liar. Dina istri yang patuh, cantik, lugu dan penurut, lelaki manapun akan mudah jatuh hati padanya.Aku dan Mala bertemu saat aku melamar Dina, setelahnya entah dari mana, Mala mendapat nomorku. Kami sering menjalin komunikasi dan setelahnya bertemu hingga berlanjut ke atas ranjang. Mala membuatku nyaman bercerita padanya, saa
Benda Kotak berantai itu terus saja menghantam kepalaku, wajahku, tanganku bahkan leherku tak luput dari sambaranya.Aku sudah berusaha menjelaskan pada Mala, namun wanita ini seperti kerasukan jin ponsel, dia bahkan menarikku ke tengah semak belukar sekarang."Cari!" Tirahnya, kakinya menghentak-hentak tanah, seperti orang tersetrum saja!Aku menyisir tempatku berpijak sekarang, bagaimana akan kucari benda sekecil itu di rimbunnya rumput liar ini?"Cari mas!" Aku terkejut Mala melemparku dengan kerikil, segera saja aku berjongkok, menyibak semak dan duri di depanku.Sialnya aku, baru beberapa saat lalu membayangkan nikmatnya liburan, kini aku harus mencari benda sia*lan itu. Bodohnya aku, kenapa juga harus kubuang, harusnya kumasukkan saja ke tas Mala lalu memintanya keluar bersama ponselnya itu.Aku lihat Mala masih menyisir rumput yang lebih pendek, sementara dia paksa aku membuka hutan duri di te
Hari mulai gelap, Selepas solat Isya bersama dan makan malam yang hangat, aku duduk berdua dengan mas pandu di bakon rumahku.Balkon memang selalu jadi tempar favorit kami bercerita. Dulu di rumah, Kami akan naik tangga bambu dan duduk berlama-lama di atap rumah hanya untuk saling berbagi cerita.Lalu semenjak rumah di renovasi, Bapak membuat baklon juga di belakang rumah. Bapak bilang, itu di buat untukku dan Mas Pandu, karena seringnya kami memanjat ke atap rumah. Namun kenyataanya jadi hak milik Emak, tempat istimewa menjemur pakaian saat siang." Bagaimana kabarmu mas? "Mas Pandu menatapku sebentar, lalu memandang langit yang penuh bintang."Aku baik, seperti yang kau lihat. Kau sendiri, apa kesibukanmu?"Aku hanya tersenyum, memandang rumput plastik tempat kami duduk. "Jadi istri sholeha mas, tu pekerjaanku.""Itu bukan pekerja Din!""Lantas?" Aku
Aku masih terdiam mendengar tanya mas Pandu. Haruskah aku bercerita padanya sekarang? Atau nanti menunggu semuanya jelas."Tak ingin memulai bercerita?"Dia kembali melemparkan tanya. Aku hanya tertunduk menatap rumput sintetis di kakiku."Baiklah Din, simpan sendiri saja!" Ucapnya lagi, lalu berjalan masuk ke dalam rumah."Mas, tunggu!" Akhirnya aku menyerah."Duduklah!" Aku memintanya duduk kembali.Mas Pandu menurutiku, kuhembuskan nafas panjang sebelum memulai, akhirnya semua bebanku lolos keluar dari krongkongan. Kecuali tentang siapa perempuan itu dan Dreamnet."Lantas apa yang akan kau lakukan?""Mengumpulkan bukti mas, sejauh ini aku belum memiliki banyak bukti." Ucapku menerangkan."Aku dan Mas Haris memiliki perjanjian pra nikah. Toko mebel pemberian Bapak, Rumah ini dan juga separuh saham bapak di batu bara, masuk sebagai harta kami bersama setelah
Bapak, Mas Pandu dan Mas Haris mengobrol hingga larut sekali, aku tak ingat pukul berapa Mas Haris masuk kekamar, pagi ini dia bahkan bangun terlalu siang.Ini hari minggu, jika sesuai rencana harusnya sekarang dia sedang bercinta dengan pujaannya, tapi justeru kembali ke rumah degan wajah penuh polesan merah."Bangunmu siang sekali?"Bapak menegur saat Mas Haris turun dari tangga.Mas Haris hanya tersenyum lalu duduk di meja makan."Iya pak, Haris lelah" Ucapnya membela diri."Biasakan solat subuh berjamaah, kamu laki-laki, sehat, waras, wajib solat di Masjid! Masjid juga tak terlalu jauh."Mas Haris tersedak mendengar ucapan Bapak, jelas dia tersindir sekarang, jangankan solat sendiri, azan saja justeru tidurnya semakin pulas.Aku hanya melihatnya sambil menata makanan di piring, lalu membawanya ke meja makan. Mataku melihatnya tajam, entah mengapa ia malah salah tingkah.