Selamat pagi duniaku. Menikmati tarian mas sepanjang malam, Sunguh membuatku tertidur lelap. Siraman airnya di kamar mandi saja, bahkan jadi musik alami tersendiri. Masuk dan keluar kamar mandi, sambil memegangi perutnya yang entah serasa seperti apa, melihatnya lemas, bahkan untuk sekedar memegang ponsel pun dia tak sempat. Kasihan suamiku!
Tapi hidup memang selucu ini ya, lelaki yang semenjak menikah kujaga kualitas hidupnya, makannya, bahkan vitamin dan kesehatannya. kini kubuat tak sangup lagi bercinta online, dengan g**diknya itu.Hari ini kusiapkann sarapan untuk mas Haris, membuatkanya bubur hangat dan juga beberapa lauk untuk menyambut tamu-tamu istimewaku nanti.Aku harus berperan menjadi istri terbaik untuk suamiku bukan? Semangat Dina!Setelah semua siap, Mas Haris terlihat lemas berjalan menuruni tangga lalu melempar tubuhnya ke sofa."Din, lihat ponsel mas?"Dikamar sepertinya, kenapa?"" Yasudah, nanti saja." Ucapnya masih mengusap perutnya yang terlihat lebih ramping."Bagaimana perutmu mas?" Ucapku dari dapur, rumah kami tak terlalu luas, ruang tengah dan dapur terhubung tanpa sekat."Sudah mendingan din, kamu baik-baik saja?" Mas Haris nampak mendongak ke arahku."Aku baik, makan kenyang dan tidur sangat nyenyak." Ucapku masih sibuk menyiapkan sarapan mas haris."Suamimu diambang sekarat, kau bisa tidur din?""Lalu harus apa mas? menemanimu ke kamar mandi? minta kuceboki?"Mual sendiri aku mengucap kalimat terakhir!"Yaa tidak, setidaknya ikut prihatin lah din!" Ketusnya."Aku prihatin mas, tapi aku masih marah mas bilang makananku penyebabnya. Siapa yang tau mas 'Jajan' sembarangan di luar selama ini" Ucapku penuh penekanan.Kulihat Mas Haris sudah tidak menangapi, tubuhnya kembali direbahkan ke sofa. Aku berjalan mendekat, membawa secangkir teh hangat dengan sepiring bubur. Kali ini makananya aman, tak baik terus menerus membuat suami sendiri tersiksa."Aku menunggu permintaan maafmu." Ucapku meletakkan makanan di meja.Kulihat Mas Haris mengerutkan alisnya, dengan sisa tenaga dia berusaha duduk. Kubantu tentu, kubantu dia duduk. Aku istri idaman kan?"Maaf apa?""Menuduh makananku penyebabnya sakit perutmu! "Seperti enggan berdebat, mas Haris memutar matanya. "Baiklah, Mas minta maaf. Sepertinya memang mas salah makan di kantor." Ucapnya memegang tanganku.Kukibaskan segera, mengingat tangan itu bekerja apa semalaman, aku tak ingin membayangkan lebih. oh, Cukup sudah!"Masih tetap akan berangkat keluar kota?"Tanyaku basa basi. Tentu saja dia akan tetap berangkat menemui J*lang kecilnya itu."Iya lah, apa kata dia nanti, Semalaman saja aku sudah tak ada kabar!""Dia mas?" Aku mengulang kalimatnya" Maksud mas, mereka em, teman kerja mas. Semalam harusnya mas keluar kan? Tapi tak jadi karena sakit perut."Aku hanya mengangguk lalu kembali kedapur. 'Dia' tadi Mas Haris bilang? Sudah hampir mati dehidrasi masih memikirkan selakangan batu kali.Aku ambil sepiring bubur dan memakanya tanpa bicara, menahan emosi ternyata menghabiskan banyak tenaga. Apa lagi harus berakting manis di depan suami tak berakhlak sepertinya. Sungguh menghabiskan tenaga dan rasaku, pantas saja pemeran sinetron itu mahal bayarnya, akting memang butuh banyak bersabar.Kulap manis bibirku, kembali berperan menjadi perempuan lugu dan istri terbaik Haris Gunawan. Aku mencuci bekas piring kotor dan berjalan ke depan menyiram tanaman kami yang subur dan hijau.Tak berapa lama aku menyiram tanaman, Mas Haris nampak keluar dengan pakaian rapi, wanginya bahkan menusuk hidungku. Meski sudah membersihkan diri, wajah pucatnya masih kentara."Din, mas pergi ya?"" Sudah bawa obat?" Aku mendekat pada mas Haris. melihat caranya berpakaian, sunguh seperti anak muda jaman sekarang.Kulihat mas Haris mengeleng pelan, sambil berulang kali dia mengusap layar Ponselnya. Aku tersenyum melihatnya tengah pusing sendiri, pasti j*lang kecil itu tengah mengamuknya."Aku ambilkan obat dulu mas, bisa diminum nanti di sana." Aku berlari masuk menuju kotak obat, mengambil obat diare dan memasukkannya ke koper depan. Seketika wajahnya pucat seperti mengingat sesuatu."Din, kemana plastik di koper ini?""Oh, aku buang mas, kenapa memang?"" Betul kamu buang? Kamu ngak nemu apa begitu ?" Mas Haris kembali bertanya, nampak kegusaran dari caranya menatapku. " Iya, aku buang. Ada permen aku lihat sekilas, tapi sudah ikut kubuang mas. Sampahnya juga sudah diangkut pagi tadi." Ucapku menjelaskan."oh.. Yasudah.""memang kenapa mas? ""Tak apa, mas pikir ada kuwitansi atau apa terselip." Dustanya.Aku tersenyum menganggukan kepalaku. Owalah mas... mas.. Memangnya aku tak tau, kau sedang mencari sarung keramatmu itu !"Mas Berangkat ya Din, Jaga rumah, jangan keluyuran. Ingat ya, kalau pergi pamit dulu!"Aku hanya memganggukkan kepala. Mencium takzim tangan mas Haris. Sesaat kemudian mobil itu telah melesat entah kemana."Pergi pamit mukamu! Huu... Barangmu cari lubang lain saja kau tak permisi padaku!"Teriakku sambil mengepalkan satu tangan kearah mobilnya menghilang. Sudah macam orang gila aku bicara sendiri!Segera kulempar selang air, mematikan kran dan bersiap menuju tempatku dan yang lain bertemu. Memasukkan semua makanan masakanku pagi ini ke dalam wadah, Semua masih utuh. Mas Haris hanya memakan buburnya. Tentu saja utuh, sebab yang lain kumasak dengan sambal ekstra.Setelah berganti pakaian, aku berkaca sebentar, gamis marun dengan renda putih di tengahnya, Aku nampak Berbinar, meski hatiku remuk redam.Aku masuk ke dalam mobil, melajukannya perlahan, membelah jalan yang mulai ramai dijam sesibuk ini. Tiga puluh menit aku sudah sampai di tempat tujuanku.Kunyalakan klakson dan gerbang besar itu terbuka. Dua mobil yang tak asing bagiku terparkir di garasi rumah, aku keluar saat pak Salim berlari mendekat."Sudah ada yang datang pak?""Sudah bu, ada di dalam."Aku melangkah memasuki rumah besar ini. Ya, rumah yang kami beli dari hasil 'bekerja' selama ini, rumah ini tak pernah dipakai, kecuali hanya untuk bertemu seperti ini.Bersambung....Hay Queen..." Seseorang dengan tampilan glamour nya berjalan mendekat. Dialah Rose, Cantik, kaya, selebgram ternama, dan semua barangnya tak dapat disebut 'Murah'. Dia mudah bergaul, tapi tak semua diterimanya dengan baik. Aku mengenalnya dalam pertemuan singkat kami disebuah toko komik sembilan tahun lalu, dia masih sama, sahabat kecilku.Dibelakangnya seorang laki-laki dengan tubuh gempal ikut berdiri mendekatiku. Kukatupkan kedua tangan, mengingat kami bukan mukhrim. Dengan cepat dia melemparkan botol kosong kearahku."Sialan kau Queen!"Aku tertawa, tapi dia tau, aku memang tak mau disentuh lelaki lain. Dialah Rock.Sayangnya dia bukan pemain band. Rock seorang koki disalah satu Hotel berbintang dulu. Tapi sudah Tiga tahun ini berhenti. dan mebuka Cafe usahanya sendiri. Jelas saja dia memilih membuka usaha sendiri. pendapatanya didunia Cyber bahkan bisa sepuluh kali lipat dari gaji dan bonusnya seb
Aku hampir saja berlari kebawah, saat mobil mas Haris memutarkan arahnya, namun tiba-tiba mobil itu kembali berputar ke arah Bandung dan aku kembali duduk mengatur nafasku sendiri."Jangan ulang lagi!" Titahku pada King."Oke... Oke... !" Jawabnya sembari tertawa. Hampir saja aku klimpungan, jika Mas Haris benar-benar pulang, aku bisa dibilang "Bukan istri sholeha' karena keluar tanpa izinnya.Melihat dua manusia koral itu masih dalam perjalanan, dan tak akan terjadi apapun, aku memilih berjalan keluar ruangan dan mencari udara segar.Aku menuju ke mobil dan mengambil makanan yang kubawa tadi. "Pak, makan!" Kuserahkan dua kotak makanan pada pak Salim dan mang Harjo. Biar mereka ikut juga merasakan masakanku"Terimakasih bu." Pak Salim menerima makananku lalu berjalan menghampiri mang Harjo di taman."Itu pedas ya pak, Jadi sediakan minum.dilantai" Ucapku lalu kembali mas
Prov HarisKulaju mobilku ke Kontrakan mala, sebenarnya aku hanya ingin merebahkan diri di kasur, namun empat puluh lebih panggilan tak terjawab dan ratusan pesan membuatku tak bisa tenang sebelum menjelaskannya.Mala, sepupu Dina istriku, usianya baru 23 tahun. Mala memang tak terlalu cantik, dibandingkan Dina yang punya tinggi hampir 170 meter, Mala hanya terlihat sejengkalnya. Namun entah mengapa wanita itu bisa membuat adrenalinku terpacu setiap kali bercinta dengannya.Mala begitu lihai memanjakanku di atas ranjang, dengan Dina aku hanya merasakan kenyamanan, namun tak ada yang membuatku bergejolak liar. Dina istri yang patuh, cantik, lugu dan penurut, lelaki manapun akan mudah jatuh hati padanya.Aku dan Mala bertemu saat aku melamar Dina, setelahnya entah dari mana, Mala mendapat nomorku. Kami sering menjalin komunikasi dan setelahnya bertemu hingga berlanjut ke atas ranjang. Mala membuatku nyaman bercerita padanya, saa
Benda Kotak berantai itu terus saja menghantam kepalaku, wajahku, tanganku bahkan leherku tak luput dari sambaranya.Aku sudah berusaha menjelaskan pada Mala, namun wanita ini seperti kerasukan jin ponsel, dia bahkan menarikku ke tengah semak belukar sekarang."Cari!" Tirahnya, kakinya menghentak-hentak tanah, seperti orang tersetrum saja!Aku menyisir tempatku berpijak sekarang, bagaimana akan kucari benda sekecil itu di rimbunnya rumput liar ini?"Cari mas!" Aku terkejut Mala melemparku dengan kerikil, segera saja aku berjongkok, menyibak semak dan duri di depanku.Sialnya aku, baru beberapa saat lalu membayangkan nikmatnya liburan, kini aku harus mencari benda sia*lan itu. Bodohnya aku, kenapa juga harus kubuang, harusnya kumasukkan saja ke tas Mala lalu memintanya keluar bersama ponselnya itu.Aku lihat Mala masih menyisir rumput yang lebih pendek, sementara dia paksa aku membuka hutan duri di te
Hari mulai gelap, Selepas solat Isya bersama dan makan malam yang hangat, aku duduk berdua dengan mas pandu di bakon rumahku.Balkon memang selalu jadi tempar favorit kami bercerita. Dulu di rumah, Kami akan naik tangga bambu dan duduk berlama-lama di atap rumah hanya untuk saling berbagi cerita.Lalu semenjak rumah di renovasi, Bapak membuat baklon juga di belakang rumah. Bapak bilang, itu di buat untukku dan Mas Pandu, karena seringnya kami memanjat ke atap rumah. Namun kenyataanya jadi hak milik Emak, tempat istimewa menjemur pakaian saat siang." Bagaimana kabarmu mas? "Mas Pandu menatapku sebentar, lalu memandang langit yang penuh bintang."Aku baik, seperti yang kau lihat. Kau sendiri, apa kesibukanmu?"Aku hanya tersenyum, memandang rumput plastik tempat kami duduk. "Jadi istri sholeha mas, tu pekerjaanku.""Itu bukan pekerja Din!""Lantas?" Aku
Aku masih terdiam mendengar tanya mas Pandu. Haruskah aku bercerita padanya sekarang? Atau nanti menunggu semuanya jelas."Tak ingin memulai bercerita?"Dia kembali melemparkan tanya. Aku hanya tertunduk menatap rumput sintetis di kakiku."Baiklah Din, simpan sendiri saja!" Ucapnya lagi, lalu berjalan masuk ke dalam rumah."Mas, tunggu!" Akhirnya aku menyerah."Duduklah!" Aku memintanya duduk kembali.Mas Pandu menurutiku, kuhembuskan nafas panjang sebelum memulai, akhirnya semua bebanku lolos keluar dari krongkongan. Kecuali tentang siapa perempuan itu dan Dreamnet."Lantas apa yang akan kau lakukan?""Mengumpulkan bukti mas, sejauh ini aku belum memiliki banyak bukti." Ucapku menerangkan."Aku dan Mas Haris memiliki perjanjian pra nikah. Toko mebel pemberian Bapak, Rumah ini dan juga separuh saham bapak di batu bara, masuk sebagai harta kami bersama setelah
Bapak, Mas Pandu dan Mas Haris mengobrol hingga larut sekali, aku tak ingat pukul berapa Mas Haris masuk kekamar, pagi ini dia bahkan bangun terlalu siang.Ini hari minggu, jika sesuai rencana harusnya sekarang dia sedang bercinta dengan pujaannya, tapi justeru kembali ke rumah degan wajah penuh polesan merah."Bangunmu siang sekali?"Bapak menegur saat Mas Haris turun dari tangga.Mas Haris hanya tersenyum lalu duduk di meja makan."Iya pak, Haris lelah" Ucapnya membela diri."Biasakan solat subuh berjamaah, kamu laki-laki, sehat, waras, wajib solat di Masjid! Masjid juga tak terlalu jauh."Mas Haris tersedak mendengar ucapan Bapak, jelas dia tersindir sekarang, jangankan solat sendiri, azan saja justeru tidurnya semakin pulas.Aku hanya melihatnya sambil menata makanan di piring, lalu membawanya ke meja makan. Mataku melihatnya tajam, entah mengapa ia malah salah tingkah.
"Yaa Allah mbak, ada apa ini?" Seorang Wanita bertubuh gempal mendekat dan memapahku duduk di teras samping rumah Mala. " Saya ini kakak sepupunya bu, datang kemari meminta kejelasan, kenapa dia menjalin hubungan terlarang dengan suami saya." Ucapku tergugu, tentunya dengan air mata buaya."astagfirullah! " mereka mejawab bersahutan, saling pandang dan saling berbisik menaruh iba padaku."Perempuan murahan!" Celetuk wanita berambut ikal." Betul mbak Yasi, warga baru saja sudah bikin masalah!""Jangan-jangan suaminya mbak ini mobil hitam yang sering kesini itu ya? mobilnya Mobili* yaa mbak?"Aku semakin kencang menangis, saat yang disebutkan memang benar mobil mas Haris. Aku anggungkan saja kepalaku dengan kencang."Tapi ada mobil lain juga yang sering kesini lho, ganti-ganti." seseorang yang lain menimpali, aku yakin dia pemilik rumah yang sekarang aku duduki.Kubuka leb