Aku hampir saja berlari kebawah, saat mobil mas Haris memutarkan arahnya, namun tiba-tiba mobil itu kembali berputar ke arah Bandung dan aku kembali duduk mengatur nafasku sendiri.
"Jangan ulang lagi!" Titahku pada King."Oke... Oke... !" Jawabnya sembari tertawa. Hampir saja aku klimpungan, jika Mas Haris benar-benar pulang, aku bisa dibilang "Bukan istri sholeha' karena keluar tanpa izinnya.Melihat dua manusia koral itu masih dalam perjalanan, dan tak akan terjadi apapun, aku memilih berjalan keluar ruangan dan mencari udara segar.Aku menuju ke mobil dan mengambil makanan yang kubawa tadi. "Pak, makan!" Kuserahkan dua kotak makanan pada pak Salim dan mang Harjo. Biar mereka ikut juga merasakan masakanku"Terimakasih bu." Pak Salim menerima makananku lalu berjalan menghampiri mang Harjo di taman."Itu pedas ya pak, Jadi sediakan minum.dilantai" Ucapku lalu kembali masuk ke dalam rumah.Berjalan kembali menaiki tangga, aku menuju dapur di lantai atas, menata semua makanan yang ku bawa di atas meja dan setelah semuanya selesai aku berteriak bagai alaram."Makan gaeesss...!" Teriakku melucu.Seperti anak ayam, mereka bersamaan keluar ruangan, berkerumun di meja yang sama dan menyantap makanan yang kubawa dari rumah." Pandai masak dia rupanya..." Rock berkata, mulutnya nasih penuh nasi."Telan dulu, seperti tahanan saja kau makan!"King J menimpali. "Mereka masih berjalan ke Bandung" Sky memberi informasi."Biarkan saja dulu, biar mereka istirahat sebentar." Aku masukkan sesendok nasi kemulut."Setelah ini kita pulang saja. kalian bisa membantuku dari rumah kan?""Tentu saja bisa. Aku tau, kau meminta kami kesini karena butuh teman kan?" King J berkata tanpa basa-basi."Iya, aku hanya tak ingin merasa sendirian" Ucapku perlahan"Jangan khawatir Queen sayang, kita akan selalu ada untukmu." Rose memberiku semangat, dia sahabat yang baik.Aku tersenyum memberinya isyarat, bahwa aku baik-baik saja."King, kau tak ingin cerita mobil barumu?"Rock mencoba mengalihkan pembicaraan, atau memang dia tertarik dengan mobil mewah itu."Pinjam saja jika kau mau!" Hanya itu yang king katakan, sementara wajah Rock sudah bersemu bahagia."Sudah kuduga" Ucap Sky lalu kami tertawa bersama, beruntungnya aku memiliki kalian,Terimakasih kalian semua!Setelah makan selesai, kami tinggalkan rumah besar itu, mengamati dua manusia itu dari tempat masing-masing sudah cukup. Mereka bukan hecker, atau profesional IT yang butuh tenaga ekstra untuk membobol semua akunnya.Hari ini saja, semua sudah kami kuasai. Hanya tinggal bermain saja dengan mereka setelah ini.***Sudah hampir tiga jam aku keluar, aku ingin pulang dan merebahkan diri. Entah apa saja yang sudah mereka dapat, aku nanti bisa melihatnya lagi di rumah.Sampai di rumah menjelang sore, setelah berbelanja beberapa bahan yang habis di dapurku. Saat kuparkir mobilku digarasi, sebuah pajero hitam berhenti di depan rumah."Tin...tin...Dua orang yang kukenal keluar dari dalam mobil."Bapak, Emak !" Aku berlari menghampiri mereka dan mencium takzim tangan keduanya. "Mau pergi kamu?""Baru pulang pak." Aku mengambil belanjaan di bagasi, lalu mengajak Bapak dan Emak masuk ke dalam rumah."Mana Haris?"Aku hentikan langkah menatap Bapak."Ada urusan keluar pak, keluar kota." ucapku lalu berjalan masuk."Keluar ke mana?""Tugas katanya pak." Ucapku pelan, mana berani aku membentak Bapak.Bapak memang tak pernah memarahiku, jangankan marah, berteriak saja tidak pernah. Tapi justru itu membuat aku segan untuk melawan."Telphon suamimu, bapak mau bicara!"Aku langsung menelphon mas Haris, namun dua kali kali tak ada jawaban. Tapi tetap saja terus kuhubungi, sebab bapak masih menanti kabar mas Haris.'Halo... apa dek!' Ucapnya terdengar tak suka saat kuhubungi. Sengaja memang ku speaker agar Bapak tau kelakuan mantunya. Aku bahkan berharap ada suara mala terdengar, agar tak perlu lagi aku menjelaskan panjang lebar atau mencari bukti perselingkuhannya.Bapak menengadahkan tangan padaku, dengan patuh kuberikan ponsel ini pada Bapak."Assalamualaikum, Dimana Kamu? " Suara berat bapak terdengar garang di telingaku.Sempat kudengar bunyi benda menghantam sesuatu, sepertinya HP mas Haris terlepas dari tanganya. Sebegitu terkejutkah dia? " Bapak? Haris, Haris sedang diluar kota."" Jawab dulu salamnya. Biasakan beradab sebelum bicara!""Astagfirullah, maaf bapak. Waalaikumsalam!"Aku menahan tawa, dia beristigfar? Padahal dengan mudahnya dia berzina di luar sana."Nah, begitu baru benar! Kapan pulang?""Besok Bapak, Besok pagi sekali Haris pulang." "Nanti malam saja. Bapak tunggu!"Tak mendengar lagi jawaban mas haris. Bapak memutus sambungannya.Segera saja aku berjalan kedapur saat sebuah suara menghentikan langkahku"Assalamualaikum ".Kulihat sosok tak asing itu, berdiri gagah didepanku."Mas Pandu!" Ucapku histeris, langsung memukulinya seperti anak kecil."Sudah pulang dari latihan? Kenapa tak memberi kabar, kenapa sulit dihubungi?" Kupukuli lengan bertubuh tegap itu, sementara dia hanya tersenyum menarik ujung jilbabku.Bapak hanya tertawa melihat tingkahku yang konyol itu."Hey bocah! Kamu sudah jadi istri orang. Jangan seperti anak ingusan!" Ucapnya lalu menyerahkan tiga bungkusan besar yang begitu berat. Mas Pandu lantas berjalan, duduk didekat Bapak.Aku mengekornya duduk juga. Kuletakkan plastik-plastik itu begitu saja, aku sudah paham isinya. Pasti buah dan hasil kebun Bapak di kampung." Mas Pandu kapan kembali?""Dua minggu lalu.""Kenapa tak menghubungiku?""Aku sibuk dengan calon istriku." Ucapnya sedikit menusuk hatiku.Aku hanya berdecak sebal dan berjalan ke arah dapur, kutinggalkan Bapak dan mas Pandu di ruang tamu.Mas Pandu adalah anak angkat Bapak, kami tak ada hubungan darah apapun. Bapak yang mensekolahkan mas Pandu hingga lulus kedokteran. Sekarang dia dokter spesialis dalam di salah satu rumah sakit besar di Solo.Aku melihat Emak sedang asik memotong sesuatu."Mak sedang apa?""Potong daging belanjaanmu tadi. Kita masak sup untuk makan malam. Itu tas dan remot TV dirawati, barang begitu kok ya ada di dapur to din!"Mataku hampir saja terlepas dari tempurungnya, ternyata Emak memakai benda pipih bergambar Apel tergigit itu menjadi talenan daging. Tas tempatnya sudah terlipat di pojokkan, Bersama ponsel di atasnya.Aku ingin menangis sambil meraung-raung rasanya. Jika bisa kusembunyikan semua benda rahasiaku ini dari mas Haris, aku seperti mati kutu dengan ilmu yang Emak miliki.Emak seperti dukun. Tau dimanapun barang terselip. Sekirannya Emak butuh, Emak akan mencarinya dan ada saja yang dia temukan.Kuambil segera laptop di antara daging. Aku tersenyum pada emak dan memberikan talenan asli padanya. "Ini bukan talenan mak, ini em... penyedot debu" Segera aku berlari ke kamar belakang, nemasukkan leptopku di kamar pembantu yang belum pernah terpakai selama aku disini. Aku langsung teringat pada ponsel lain diantara selipan mie instan. Segera aku kembali ke dapur dan menyelamatkan sahabatku yang lain."Mak cari apa?"Sampai didapur kulihat Emak binggung mencari sesuatu."Gelas Nduk. Emak yakin disini, tapi bagaimana ini bukanya"Betulkan Emakku Dukun? Bahkan letak gelas saja ditebaknya dengan betul. Aku menekan pintu lemari sedikit, dan terbuka dengan mudahnya. Terlihat berjajar gelas dirak atas. Emak hanya melihat tak berkedip."Begitu bukanya, Emak garuk-garuk dari tadi tak bisa-bisa"Aku tertawa mendengar Ucapan Emak."Gatalkah di garuk mak?" Aku dan Emak tertawa bersama."Makanya, Emak kalau mau dibuatkan dapur Bapak mau, jangan pakai tungku kayu terus""Alah din.. buka itu saja mesti garuk-garuk. Dibikinkan dapur begini, bisa puasa kami serumah. Ini, bawa kedepan!"Aku hanya tersenyum. membawa minuman yang sudah Emak buat keruang depan. Dengan beberapa kue yang pasti juga dengan ajaib Emak temukanm di dapurku.Kuletakkan minuman di atas meja. Bapak masih asik berbicara dengan mas Pandu dan aku sudah malas menangapi, dia sok jual mahal, pamer calon istri. Teringat dengan tujuan awalku kedapur, aku segera kembali ke sana.Prov HarisKulaju mobilku ke Kontrakan mala, sebenarnya aku hanya ingin merebahkan diri di kasur, namun empat puluh lebih panggilan tak terjawab dan ratusan pesan membuatku tak bisa tenang sebelum menjelaskannya.Mala, sepupu Dina istriku, usianya baru 23 tahun. Mala memang tak terlalu cantik, dibandingkan Dina yang punya tinggi hampir 170 meter, Mala hanya terlihat sejengkalnya. Namun entah mengapa wanita itu bisa membuat adrenalinku terpacu setiap kali bercinta dengannya.Mala begitu lihai memanjakanku di atas ranjang, dengan Dina aku hanya merasakan kenyamanan, namun tak ada yang membuatku bergejolak liar. Dina istri yang patuh, cantik, lugu dan penurut, lelaki manapun akan mudah jatuh hati padanya.Aku dan Mala bertemu saat aku melamar Dina, setelahnya entah dari mana, Mala mendapat nomorku. Kami sering menjalin komunikasi dan setelahnya bertemu hingga berlanjut ke atas ranjang. Mala membuatku nyaman bercerita padanya, saa
Benda Kotak berantai itu terus saja menghantam kepalaku, wajahku, tanganku bahkan leherku tak luput dari sambaranya.Aku sudah berusaha menjelaskan pada Mala, namun wanita ini seperti kerasukan jin ponsel, dia bahkan menarikku ke tengah semak belukar sekarang."Cari!" Tirahnya, kakinya menghentak-hentak tanah, seperti orang tersetrum saja!Aku menyisir tempatku berpijak sekarang, bagaimana akan kucari benda sekecil itu di rimbunnya rumput liar ini?"Cari mas!" Aku terkejut Mala melemparku dengan kerikil, segera saja aku berjongkok, menyibak semak dan duri di depanku.Sialnya aku, baru beberapa saat lalu membayangkan nikmatnya liburan, kini aku harus mencari benda sia*lan itu. Bodohnya aku, kenapa juga harus kubuang, harusnya kumasukkan saja ke tas Mala lalu memintanya keluar bersama ponselnya itu.Aku lihat Mala masih menyisir rumput yang lebih pendek, sementara dia paksa aku membuka hutan duri di te
Hari mulai gelap, Selepas solat Isya bersama dan makan malam yang hangat, aku duduk berdua dengan mas pandu di bakon rumahku.Balkon memang selalu jadi tempar favorit kami bercerita. Dulu di rumah, Kami akan naik tangga bambu dan duduk berlama-lama di atap rumah hanya untuk saling berbagi cerita.Lalu semenjak rumah di renovasi, Bapak membuat baklon juga di belakang rumah. Bapak bilang, itu di buat untukku dan Mas Pandu, karena seringnya kami memanjat ke atap rumah. Namun kenyataanya jadi hak milik Emak, tempat istimewa menjemur pakaian saat siang." Bagaimana kabarmu mas? "Mas Pandu menatapku sebentar, lalu memandang langit yang penuh bintang."Aku baik, seperti yang kau lihat. Kau sendiri, apa kesibukanmu?"Aku hanya tersenyum, memandang rumput plastik tempat kami duduk. "Jadi istri sholeha mas, tu pekerjaanku.""Itu bukan pekerja Din!""Lantas?" Aku
Aku masih terdiam mendengar tanya mas Pandu. Haruskah aku bercerita padanya sekarang? Atau nanti menunggu semuanya jelas."Tak ingin memulai bercerita?"Dia kembali melemparkan tanya. Aku hanya tertunduk menatap rumput sintetis di kakiku."Baiklah Din, simpan sendiri saja!" Ucapnya lagi, lalu berjalan masuk ke dalam rumah."Mas, tunggu!" Akhirnya aku menyerah."Duduklah!" Aku memintanya duduk kembali.Mas Pandu menurutiku, kuhembuskan nafas panjang sebelum memulai, akhirnya semua bebanku lolos keluar dari krongkongan. Kecuali tentang siapa perempuan itu dan Dreamnet."Lantas apa yang akan kau lakukan?""Mengumpulkan bukti mas, sejauh ini aku belum memiliki banyak bukti." Ucapku menerangkan."Aku dan Mas Haris memiliki perjanjian pra nikah. Toko mebel pemberian Bapak, Rumah ini dan juga separuh saham bapak di batu bara, masuk sebagai harta kami bersama setelah
Bapak, Mas Pandu dan Mas Haris mengobrol hingga larut sekali, aku tak ingat pukul berapa Mas Haris masuk kekamar, pagi ini dia bahkan bangun terlalu siang.Ini hari minggu, jika sesuai rencana harusnya sekarang dia sedang bercinta dengan pujaannya, tapi justeru kembali ke rumah degan wajah penuh polesan merah."Bangunmu siang sekali?"Bapak menegur saat Mas Haris turun dari tangga.Mas Haris hanya tersenyum lalu duduk di meja makan."Iya pak, Haris lelah" Ucapnya membela diri."Biasakan solat subuh berjamaah, kamu laki-laki, sehat, waras, wajib solat di Masjid! Masjid juga tak terlalu jauh."Mas Haris tersedak mendengar ucapan Bapak, jelas dia tersindir sekarang, jangankan solat sendiri, azan saja justeru tidurnya semakin pulas.Aku hanya melihatnya sambil menata makanan di piring, lalu membawanya ke meja makan. Mataku melihatnya tajam, entah mengapa ia malah salah tingkah.
"Yaa Allah mbak, ada apa ini?" Seorang Wanita bertubuh gempal mendekat dan memapahku duduk di teras samping rumah Mala. " Saya ini kakak sepupunya bu, datang kemari meminta kejelasan, kenapa dia menjalin hubungan terlarang dengan suami saya." Ucapku tergugu, tentunya dengan air mata buaya."astagfirullah! " mereka mejawab bersahutan, saling pandang dan saling berbisik menaruh iba padaku."Perempuan murahan!" Celetuk wanita berambut ikal." Betul mbak Yasi, warga baru saja sudah bikin masalah!""Jangan-jangan suaminya mbak ini mobil hitam yang sering kesini itu ya? mobilnya Mobili* yaa mbak?"Aku semakin kencang menangis, saat yang disebutkan memang benar mobil mas Haris. Aku anggungkan saja kepalaku dengan kencang."Tapi ada mobil lain juga yang sering kesini lho, ganti-ganti." seseorang yang lain menimpali, aku yakin dia pemilik rumah yang sekarang aku duduki.Kubuka leb
Selesai kuperbaiki mobilku, aku bergegas kembali ke rumah, Emak pasti sudah menungguku cemas. Saat berkendara, aku mendengar bunyi dering, ternyata aku mendapat sebuah pesan dari ponsel rahaisaku. Segera aku menepi dan membaca pesan yang ku terima.King J[Queen, kau baik-baik saja?]Aku merasa heran dengan pertanyaan King J, apa ada sesuatu yang terjadi?'Yaa, aku baik. Ada apa King?' Kukirim sebuah voice note.King J[Dengar Queen, Jangan mendekati Mala saat ini, aku baru menemukan informasi tentangnya, kita semua harus bertemu!]' Aku baru saja mendampratnya, bahkan dia mengirim dua orang untuk menghadangku, Informasi apa? Apa terjadi sesuatu?'Sebuah voice note masuk'Kau tak apa Queen? Berhenti mendekatinya secara langsung. Mala ternyata bukan cuma gundik suamimu, dia juga terlibat jaringan obat terlarang'" Astagfirullah!" Aku berucap sepontan.
Aku berdiri setelah menampar lelaki menjijikan ini, kutatap tajam wajahnya yang hanya menunduk, mungkin terkejut melihatku seberani ini. Aku mungkin lembut sebagai istri, tapi tak akan berlaku bila aku disakiti!"Dengar baik-baik mas Haris Gunawa, jika kau memang berniat menikahi Mala, ceraikan aku! Menikahlah dengannya setelah itu.""Akan kubicarakan ini pada Bapak, nanti ketika aku ke rumahnya. Sekarang biarkan Bapak dan Emak tenang di rumah ini!" Aku berucap pelan agar tak terdengar diri bawah."Aku tak bisa Dina, aku tak akan menceraikanmu!"Aku berbalik dan menatapnya, apa yang lelaki ini pikirkan!"Jika kita bercerai, aku hanya akan mendapat 20 persen harta ini, itu jumlah yang sedikit dibandingkan seluruh aset keluargamu!"Aku tersenyum sinis, menatapnya lebih dari sekedar jijik sekarang. Dengan tanpa rasa malu, dia bilang dua puluh persen itu sedikit, luar biasa lelaki ini!"Lal