Share

DUA

Vivi dilempar secara kasar oleh dua pelayan ke dalam kamar lalu dikunci dari luar. Dia menangis karena terlalu shock.

Saat pertama masuk ke dalam keluarga ini, semua menyambutnya dengan hangat tapi sekarang malah hinaan yang dilontarkan bahkan jika mereka tidak puas, menyiksanya secara fisik dan menyebutnya sebagai hukuman.

Vivi menyeret badan ke dalam kamar mandi. Dia bisa mencium bau bekas muntah dicampur dengan darah dan keringat lalu menyalakan air di bathtub dan duduk di samping sambil menangis. kedua tangan bertumpu di atas bathtub.

"Vivi kangen..." isak Vivi

Dia merindukan saat kedua orang tua mencintai, memeluk bahkan memarahi dengan lembut. Tidak ada hinaan maupun cacian.

"Vivi gak sanggup, Vivi ingin bersama kalian-" isaknya.

Sementara suasana pesta di bawah berlangsung dengan sukses meskipun sempat ada kekacauan yang dibuat Vivi.

"Sayang, terima kasih sudah melamarku." Almira mencium pipi kanan Krisna.

Krisna tersenyum manis, calon istri cantik dan memiliki latar belakang hebat sudah ada di tangannya.

"Krisna, sudah menghubungi ayah kamu?"

Krisna tersenyum kecut. "Ayah tidak mungkin datang, diakan sibuk terus."

Ibu Krisna mendecak kesal. "Padahal ini hari istimewa kalian berdua."

"Oh ya, anak itu bilang soal ulang tahun- memangnya kapan dia ulang tahun?" tanya Almira ke Krisna.

Krisna mengangkat kedua bahunya.

"Hari ini."

Krisna, ibu Krisna dan Almira menoleh ke Erika bersamaan.

"Hari ini Vivi ulang tahun." Jawab Erika dengan wajah masam, tidak suka melihat sosok Vivi yang hendak menghancurkan pesta.

Krisna dan ibunya berdehem malu sementara Almira mengerutkan kening.

"Kak Almira gak kenapa-kenapa kan? Perempuan jahat itu gak melakukan sesuatu ke kakak kan?" khawatir Erika.

Almira tersenyum sambil menggeleng. "Tidak."

Krisna menyentuh perut Almira. "Jaga anak kita baik-baik."

Erika dan ibu Krisna terkejut.

Almira tersenyum malu.

"Selamat, sayang." Tawa ibu Krisna sambil memeluk Almira.

"Selamat, Kak." Erika memeluk Almira.

Para manajer yang hendak pamit pulang, menggeleng miris. Mereka tidak mau menggangu suasana haru itu lalu memutuskan menyapa ala kadarnya dan pergi, mereka tidak mau terlibat terlalu jauh.

Di pagi hari, Vivi terbangun dengan punggung perih dan tangan memerah. Dia memaksakan diri untuk bangun.

Setelah memaksakan diri untuk berendam dalam bathtub dengan pertimbangan tidak mampu mencapai keran shower, dia mulai tertidur di tempat tidur dan menangis dalam diam.

Pintu terbuka dengan kasar, Ibu Krisna masuk ke dalam kamar dengan tatapan jijik. "Mau sampai kapan kamu tidur terus?"

Jiwa dan raga Vivi lelah. Setelah pulang dalam keadaan basah, sembuh dari keracunan lalu dipukuli, tidak ada yang menanyakan kondisi dirinya.

"Vivi, akukan sudah bilang untuk tidak mencoreng nama baik keluarga kami. Tapi nyatanya kamu sudah melakukan hal di luar batas."

"Hal apa-"

"Kamu masih membantah?"

Vivi menundukan kepalanya.

Ibu Krisna melempar bantal kursi ke Vivi, Vivi tidak menghindar.

Krisna masuk ke dalam ruangan dan menatap jijik Vivi. Anak kecil ini hendak menghancurkan rencana yang susah payah dibuat, keluarga Almira tidak bisa dibandingkan dengan Vivi yang hanya seorang anak yatim piatu dan menggantungkan hidupnya ke keluarga.

Vivi terkejut melihat Krisna menatapnya seperti itu.

Krisna duduk disamping tempat tidur Vivi. "Kekacauan yang kamu buat semalam sudah diselesaikan Almira, untungnya dia sangat cerdas."

Vivi menatap tidak percaya Krisna.

Krisna menyentuh pipi Vivi. "Jangan mengacaukan masa depan kami, Vivi. Aku tetap menikahimu tapi dia yang akan menjadi istri pertamaku."

Vivi terkejut. "Wanita itu-"

"Namanya Almira, hormati dia. Dia sedang mengandung anakku." Senyum Krisna sambil menghapus sudut air mata Vivi. "Aku seorang pria, tidak mungkin menunggu kamu selesai menikah dulu untuk mendapatkan anak."

"Tapi, kamu janji-"

"Ya, tentu saja aku berjanji menikahimu, melindungimu, memiliki keluarga denganmu. Dengan kamu dan Almira bersama, itu akan menjadi sempurna."

"Aku tidak mengerti-"

"Aku dan Almira memiliki masa depan di dunia politik, keluarga Almira kebanyakan pejabat di ibukota sementara kamu tahukan kalau ibuku hanya pejabat di kota ini? dengan adanya Almira, keluarga kita akan berjaya dan tentu saja kamu bisa kecipratan."

Vivi tidak percaya, pria di hadapannya ini adalah orang yang dikenalnya dulu.

"Aku dan Almira membutuhkan dukungan politik dan keuangan. Untuk uang, kamu bisa mengurusnya, kamu bisa menstabilkan pendapatan hotel kita. Kita tidak akan miskin dan keluarga Aditama akan semakin dikenal orang. Kamu tidak menginginkan itu?"

Vivi menatap sedih Krisna, bukan masa depan ini yang dia perjuangkan selama ini.

Krisna menarik napas dengan keras, berusaha menahan emosi. "Aku minta maaf atas kejadian semalam, ibuku sangat menyayangimu. Beliau memperdulikan masa depanmu makanya memukulmu di pesta. Ini juga menjadi peringatan kalau keluarga Aditama tidak akan memandang bulu jika ada yang melakukan kejahatan."

"Kejahatan?" tanya Vivi yang terkejut.

"Kamu tidak pulang semalam-"

"Kamu tahu, aku keracunan semalam dan pingsan di rumah orang. Aku menghubungi rumah tidak ada yang mengangkatnya bahkan sopirpun hilang."

Krisna menaikan salah satu alisnya. "Aku meminta tolong sopir untuk mengambil gaun Almira, aku minta maaf."

Vivi menatap tidak percaya Krisna. "Jadi, dia benar-benar akan menjadi istri pertama kamu?"

"Tentu saja, dia mengandung anakku. Dalam hukum agama, tidak masalah menikahi lebih dari satu istri." Krisna memasang senyum tampannya.

Ibu Krisna keluar dari kamar Vivi. Dia terlalu emosi melihat putra cerdasnya disandingkan dengan anak bodoh seperti itu, tapi ia juga tidak bisa membuang jauh Vivi begitu saja.

"Dengar, dia akan menjadi istri pertamaku dan melahirkan anak kita lalu setelah kamu lulus kuliah, kita menikah. Almira sudah mengijinkannya."

Yang harusnya memberi ijin itu aku! Jerit Vivi di dalam hati.

Krisna memeluk Vivi. "Jangan menangis, aku tetap mencintaimu dan menepati janji. Maaf, aku sudah bersikap kasar. Aku harus bersikap seperti kakak yang tegas di depan umum."

Vivi tertawa masam tanpa bersuara, sudah terlalu lelah.

"Aku ingin menikah-"

"Tentu saja kita akan menikah, kita berdua akan memiliki anak."

Itu anakmu, bukan anakku!

"Oke, sekarang kita turun dan sarapan bersama."

"Bolehkah aku istirahat?"

Krisna mengerutkan kening. "Peristiwa semalam cukup menimbulkan gosip, di bawah masih ada keluarga yang menginap. Kamu muncul saja sudah bisa menepis semua gosip buruk."

"Punggung-"

"Vivi, jangan membantah."

Vivi menatap tangan Krisna yang terulur, berpikir sebentar lalu menggapai tangan itu.

"Itulah perempuanku." Krisna mencium kening Vivi.

Vivi menggigit bibir bawahnya.

Krisna menyeret Vivi untuk turun ke bawah, Ibu Krisna terlihat mengobrol dengan para wanita paruh baya lainnya.

"Dimana Almira?" tanya Krisna yang sudah menuruni tangga lalu melepas tangan Vivi.

Vivi menatap bingung tangannya.

"Dia di kamar. Minta istirahat, katanya mual-mual." Jawab Erika sambil mengambil nampan berisikan makanan di tangan pelayan. "Antar ini ke kamarnya, kasihan."

Krisna mengangguk dan menerima nampan itu lalu pergi tanpa menatap Vivi.

Erika menatap jijik Vivi. "Ini sudah terlalu siang untuk mendapatkan sarapan, sebaiknya kamu masak sendiri di dapur."

"Tapi Almira dapat makanan-"

"Apa? kamu iri dengannya? dia lagi hamil beda sama kamu yang sehat gini!" Erika menaikan nada suaranya.

Vivi tersenyum. "Aku hanya bertanya, apa Almira mendapatkan makanan sisa? untuk ibu hamilkan itu berbahaya, soalnya tadi kamu bilang sudah gak ada sisa sarapan. Siapa tahu aku bisa masakin bagian dia juga."

Erika terkesiap malu.

Ibu Krisna yang mendengar ini menjadi marah. "Tidak perlu mengajarkan kami, kamu urus bagianmu saja."

Vvi tersenyum dan mengangguk lalu pergi ke arah dapur.

"Makin lama anak itu makin bengal. Hati-hati dia akan mencelakakan anak pertama keluarga Aditama," ujar adik ibu Krisna.

"Sebentar lagi dia keluar dari rumah ini jadi tidak akan mencelakakan cucuku."

Vivi mendengar itu semua.

"Non Vivi."

Vivi tersenyum begitu melihat bi Tatik menyapanya, senyumnya lenyap begitu melihat apa yang dilihat bi Tatik.

"Ini-"

"Makanan sisa semalam sama pagi tadi, kata ibu sama mbak Erika dikasihkan ke orang-orang yang tidak mampu saja."

"Oh."

"Katanya non Vivi sudah makan, makanya saya tidak menyimpan extra terus ini katanya makanan sisa jadi gak bisa dikasih ke orang rumah."

Vivi mengangguk paham. Ia mengambil mie instan di dalam kardus dan membuatnya.

"Mie lagi non?"

"Adanya ini."

"Haduh non, apa bibi kasih sisa ini-"

"Gak usah bi, makan mie aja gak papa buat sarapan. Nanti aku bisa makan diluar."

"Beli makanan lagi? non, makanan di luar juga jauh lebih gak sehat."

Vivi tersenyum. Dia tidak cerita kalau dirinya kadang belajar memasak dari chef hotel dan dibuatkan bekal makanan diam-diam. Yah bisa dibilang itu juga sisa dari sarapan buffet.

Vivi menghela napas. Karena kejadian semalam, apa jadi diperketat ya?

Tidak jauh dari kediaman Aditama.

Reza mengetuk jari tangan di atas meja begitu membaca laporan dari mata-matanya.

"Tuan, masalah ini-"

"Biarkan saja."

"Tapi-"

"Aku tidak suka ikut campur masalah orang lain, abaikan saja masalah anak ini. Kita cukup amati hotel yang mereka tangani."

"Tuan, saat ini yang mampu membawa beberapa city hotel milik keluarga Aditama adalah nona Vivi."

Reza menghentikan ketukan jarinya. "Berapa usia anak itu?"

"Tahun ini 18 tahun."

Reza menaikan salah satu alisnya. "Kecil juga."

"Kecil?"

"Yah, dalam berbagai arti."

Pernyataan Reza membuat ambigu pendengaran orang-orang yang hadir. Mereka pernah bertemu dengan nona Vivi yang serba mungil seperti anak kekurangan gizi tepatnya.

"Kalau dia secerdas itu berarti Krisna dan ibunya benar-benar bodoh."

Tuan, apa tepat menghina putra dan istri anda sendiri di hadapan pegawai anda?

"Politik itu tempat orang yang cerdas jika, mampu naik ke atas. Bodoh jika tetap di tempat."

Ah, anda bisa didemo para pejabat Indonesia.

"Perempuan itu mantan model dan mewakili ikon kota ini jadi pantas saja dia membenci Vivi yang tidak sesuai standartnya."

Apakah ini komentar calon ayah mertua? atau istri anda sendiri?

"Aku jadi tertarik dengannya."

Hah? siapa? istri anda atau nona Vivi?

"Awasi dia!"

"Siapa?"

"Tentu saja. Vivi."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status