Share

LIMA

"Tinggal diberikan salep dan rutin dibersihkan saja, jangan kena air dulu untuk sementara."

Eve dan Evi akhirnya memutuskan membawa Vivi ke klinik begitu melihat luka di punggungnya parah, bahkan sepertinya ada luka lama.

"Nanti membekas gak dok?" tanya Eve yang khawatir.

Dokter mengangguk miris. "Pasti ada bekasnya."

Evi menepuk kepala Vivi yang menunduk. "Tidak apa, dengan keuangan keluarga Aditama pasti bisa membawamu ke dokter bedah kecantikan."

Vivi mengangkat kepalanya dan mengerutkan kening. Ia sering mendengar soal bedah kecantikan di wajah, tapi bedah kecantikan di punggung? memang ada?

Eve menggeleng miris seolah perkataan Eva tidak pernah terjadi. "Aku ambilkan obatnya dulu."

"Bayarnya-"

"Aku masukan ke tagihan hotel saja, kamukan juga pegawai hotel," kata Eve sambil menepuk kepala Vivi.

Vivi dan Eva keluar dari ruangan lalu duduk di ruang tunggu.

Evi yang melihat Vivi duduk perlahan tidak tahan untuk berkomentar. "Kamu sudah cerita ke orang rumah?"

Vivi menggeleng pelan.

Evi merutuki kebodohan pertanyaannya di dalam hati.  Penyebab luka ini adalah keluarga Aditama jadi tidak mungkin mereka menanyakannya lebih jauh apalagi para manajer juga cerita mengenai tuduhan yang dijatuhkan ke Vivi.

Evi jongkok di depan Vivi. "Kamu baik-baik saja?"

Luka fisik bisa disembuhkan, bagaimana dengan luka batin?

Vivi tersenyum. "Mhm."

"Kalau ada apa-apa kamu bisa pergi ke hotel atau menghubungiku. Kita teman 'kan?"

Mendengar kata teman, kedua mata Vivi berbinar lalu mengangguk dan tersenyum. "Terima kasih."

"Aku sudah mengambil obatnya." Eve menenteng obat Vivi. Untung saja jam segini klinik tidak terlalu ramai sehingga semua jadi serba cepat.

Vivi mengambil obat di tangan Eve. "Terima kasih."

"Habis ini kamu jadi ke rumah nyonya besar?" tanya Eve.

Vivi mengangguk.

"Aku anterin ya, biar cepat." Eve menawarkan dirinya.

"Oke."

____

"Tuan, kondisi nyonya besar saat ini-" kepala pelayan melaporkan kondisi ibu Reza setelah melihat ia turun dari mobil.

Reza yang mendengarnya hanya mengangguk mengerti.

"Sebentar lagi nona Vivi datang, tuan akan bertemu dengannya?"

Reza menghentikan langkahnya lalu balik badan. "Dia kesini setiap hari?"

"Iya."

"Lalu apa yang dilakukan wanita itu?"

Kepala pelayan memahami maksud Reza. "Beliau sibuk bekerja jadi tidak sempat menjenguk nyonya besar."

Reza mengangkat salah satu alisnya. "Kamu percaya itu?"

Kepala pelayan menundukkan kepalanya, ia tidak berani berkomentar apalagi ikut campur masalah keluarga Aditama.

"Dia punya waktu menjenguk ayahku tapi tidak punya waktu menjenguk ibuku."

"Tuan-"

Reza menaikan tangannya. "Cukup, aku mengerti. Biar bagaimanapun dia menantu kesayangan ayahku."

"Tuan, nyonya besar sudah menunggu-"

Reza menoleh. Ia melihat pelayan setengah baya berdiri di ujung tangga, pelayan itu tumbuh bersama ibunya dan sempat menjadi pengasuh Reza saat kedua orangtuanya sibuk.

Reza naik tangga mengikuti pelayan itu. Begitu sampai di dalam kamar, ia melihat ibunya sedang menjahit dengan kedua tangan gemetar.

Reza lari menghampiri ibunya. "Bu-"

Ibu Reza tersenyum melihat putra satu-satunya berjongkok di hadapannya. "Kamu sudah menjenguk ayahmu?"

Reza menjadi tegang begitu mendengar pertanyaan ibunya. Setahun lebih ia tidak mengunjungi ibunya karena sibuk, ia lupa kalau dari dulu ayahnya selalu menjadi no. 1 di hati ibunya.

"Ia baik-baik saja."

"Sudah lama aku tidak melihat anak dan istrimu, kenapa kamu tidak mengajak mereka?"

"Mereka sibuk."

"Aku dengar istrimu sering melakukan kegiatan sosial disamping kegiatannya sebagai sosialita, putramu juga berhasil masuk dunia politik lalu putrimu akan menginjak usia 17 tahun bukan?"

Reza mendengarkan pertanyaan ibunya dengan sabar lalu menjawabnya satu persatu.

Tidak lama Vivi masuk ke dalam kamar. Ia terlihat terkejut saat melihat seorang pria asing duduk di dalam kamar.

"Maaf, saya sudah mengganggu." Vivi hendak menutup pintu.

"Kemarilah." Panggil ibu Reza.

Vivi masuk ke dalam kamar sambil menundukkan kepalanya.

"Sayang, perkenalkan ini Vivi. Dia perawat yang dikirim istrimu." Ibu Reza memperkenalkan Vivi sambil menarik tangannya supaya duduk di samping.

"Perawat?" tanya Reza sambil mengerutkan kening dengan tidak percaya.

"Ada apa?"

Vivi hanya diam dan tidak mengatakan apapun.

"Bukankah kamu tunangan Krisna?" tanya Reza.

Jantung Vivi berdebar keras.

Ibu Reza terkejut mendengar pertanyaan putranya. "Apa yang kamu katakan, nak?"

"Ibu, dia anak Laura dan Daniel."

Ibu Reza meletakan tangannya ke dada lalu bertanya ke Vivi. "Apakah itu benar? apakah nama orang tuamu-"

Vivi mengangguk pelan. Bagaimana ini, kalau Krisna dan ibunya tahu tentang ini, mereka pasti akan marah besar. Karena mereka ingin memberikan ini sebagai kejutan dan supaya Vivi bisa diterima sebagai keluarga ini.

Ah-

"Kenapa kamu tidak mengatakannya dari awal?" tanya ibu Reza.

"Nek, bibi ingin membuat kejutan di hari pernikahan kami nanti."

"Kejutan? kejutan untuk membodohi ibuku? bukankah seluruh keluarga sudah tahu kalau kalian berdua bertunangan?" tanya Reza.

Pandangan Vivi beralih ke pria asing itu. Sepertinya ia kenal tapi dimana?

Reza tertawa miris. Rupanya anak ini sudah melupakan peristiwa keracunan itu.

Ibu Reza menepuk tangan Vivi. "Kamu sudah membuatkan nenek makanan?"

Vivi mengangguk. "Vivi tinggal di dapur jadi koki bisa memanaskannya."

"Kamu bisa turun ke bawah? beritahu koki untuk memberikan porsi tambahan, ada tamu disini."

Vivi mengangguk lalu meninggalkan kamar nenek.

Begitu Vivi pergi, ibu Reza menatap putranya. "Kenapa istrimu begitu?"

"Aku tidak tahu, sudah lama aku tidak menemuinya."

"Za, dia istrimu. Meskipun dia pernah melakukan kesalahan tapi-"

"Aku tidak pernah mengakuinya sebagai istriku, ibu lihat sendiri bagaimana perilakunya sekarang." Reza tidak suka mendengar ibunya membela wanita itu. Kalau saja perasaan ibunya tidak berat sebelah, ia bisa menghancurkan siapapun yang berusaha menginjak keluarga Aditama. Tapi sayangnya perasaan ibunya berat sebelah. Cinta memang membutakan segalanya.

"Jika memang Vivi anak satu-satunya Daniel dan Laura, kamu harus menjaganya. Biar bagaimanapun mereka berdua adalah sahabat baikmu dan pernah menjagamu."

Reza mengangguk. "Aku tahu."

"Aku heran, kejutan apa yang ingin diberikan istrimu tentang Vivi? seharusnya dia tahu kalau aku tidak pernah membenci Vivi sejak awal, apalagi dia anak kandung kedua sahabat baikmu. Sayang sekali, orang tua Vivi masing-masing anak tunggal sehingga hartanya-"

"Aku yang menangani warisan Vivi."

"Itu bagus, ajarkan anak itu juga menangani manajemen dasar supaya tidak mudah ditipu."

"Aku tahu, bu."

"Kamu juga harus lebih menyayangi kedua anakmu."

Reza tidak menjawab.

___

Ibu Krisna mengetuk ruang kerja Krisna dengan keras. "Krisna! cepat keluar!"

Ibu Krisna dan Erika menunggu lama di depan pintu.

Krisna membuka pintu, bajunya berantakan. "Ada apa bu?"

Ibu Krisna mengerutkan kening dengan tidak suka. "Ini siang hari, kalau ingin melepas semuanya bisa kalian lakukan di malam hari."

Krisna tidak menjawab tapi juga tidak berani membuka pintu, biar bagaimanapun kondisi di dalam ruangan berantakan dan Almira juga tidak pantas dilihat.

Ibu  Krisna menatap jijik belakang Krisna. Suatu hari jika putranya bisa memantapkan langkah di dunia politik, ia akan membuat putranya menjauh dari perempuan menjijikan ini. "Kamu sudah mendengar apa yang dilakukan ayahmu tadi?"

Krisna bingung dengan pertanyaan ibunya. Ia keluar dari ruang kerja dan menutup pintu di belakang punggungnya. Ia tadi hanya bermesraan dengan kekasih hati jadi bagaimana bisa ia tahu apa yang dilakukan ayahnya tadi?

"Ayahmu membatalkan acara ulang tahun adikmu."

Erika mengangguk.

Krisna menatap Erika. "Apa yang kamu lakukan kali ini sehingga ayah-"

"Kak, aku aja gak pernah komunikasi dengan ayah. Lagian juga aku gak pernah melakukan hal bodoh di luar sana, kalau aku melakukan itu, nama baik ibu dan kakak yang terseret lebih dulu."

"Apa yang dikatakan Erika benar." Ibu Krisna menimpali.

"Lalu apa masalahnya?"

"Sekretaris ayahmu bilang kalau kita harus berhemat karena perusahaan sedang dalam masalah keuangan." Ibu Krisna menggigit bibir bawahnya.

"Kak, apa kita akan bangkrut?" Erika menggoyang lengan kakaknya.

"Aku lihat tidak ada masalah, pendapatan kita juga meningkat tajam." Krisna mengerutkan keningnya.

Kepala pelayan yang berdiri di belakang Ibu Krisna dan Erika menatap jijik ketiga tuannya. Kalau saja nyonya besar tidak menyuruhnya menjaga rumah ini dan keluarganya, sampai matipun ia tidak akan mau apalagi melihat kebodohan mereka bertiga terus-terusan tapi selalu bangga kalau pernah sekolah di luar negri.

Hal ini saja menjadi perdebatan. Pantas saja tuan Reza tidak pernah sekalipun menampakan dirinya di rumah ini.

Sebelum nona Vivi berhasil membawa keuntungan hotel, ia bekerja keras siang malam sementara kemana tiga orang ini? tidur nyenyak, pesta dan belanja.

Tuan Reza mati-matian mempertahankan hotel dengan menyuntikan banyak modal meskipun pengeluaran tidak sebanding dan modal tidak pernah kembali.

Saat ini kondisi keuangan hotel sudah stabil sehingga tuan Reza memutuskan untuk menyuruh pihak manajemen mengembalikan modal sebelumnya untuk menutup tempat lain. Jadi wajar saja uang milyaran untuk pesta sangat berarti untuk kelangsungan perusahaan.

Tuan, kenapa anda yang cerdas memiliki istri dan anak-anak konyol seperti ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status