Share

ENAM

"Bagaimana makanannya?" tanya ibu Reza.

Reza memakan makanannya dengan lahap sementara Vivi hanya menundukan kepala dengan tegang.

"Lumayan," komentar Reza.

Ibu Reza memegang tangan Vivi. Ia duduk di tengah sementara Reza dan Vivi duduk di sebelah kanan dan kirinya. "Syukurlah, ya."

Vivi tersenyum canggung.

Reza menatap Vivi dengan tajam. "Sepertinya kamu lupa siapa saya."

"Y- ya?" Vivi menaikan kepalanya untuk menatap Reza.

"Apa kamu lupa kalau saya yang membawamu ke villa karena keracunan?"

Vivi mencoba mengingat.

"Keracunan? apa yang terjadi?" tanya ibu Reza dengan nada khawatir ke putranya.

Reza tidak menjawab, ia hanya melanjutkan makanannya.

Vivi mengingatnya lalu menundukan kepalanya untuk mengucapkan terima kasih. "Yang waktu itu terima kasih dan saya minta maaf karena tidak langsung mengenali anda."

Ibu Reza menatap Vivi dan Reza bergantian.

"Kamu tunangan Krisna, sudah sewajarnya," balas Reza.

Vivi masih bingung hubungan Krisna dengan pria tampan di hadapannya ini.

"Sepertinya kamu masih bingung hubungan antara-"

"Ibu," potong Reza. "Tidak perlu ikut campur.

Ibu Reza menghela napas panjang.

"Saya-"

"Sebentar lagi jadwal bertemu kakekkan?" tanya Reza ke Vivi.

Vivi mengangguk lalu menggelengkan kepalanya. "Tadi pagi saya diberitahu kalau kakek sudah mendapat perawatan bagus jadi-"

Reza mengendus sinis.

"Bagaimana keadaan kakek?" tanya ibu Reza yang bahagia mendengar suami tercintanya.

"Vivi tidak tahu karena semua orang tidak mau beritahu ke Vivi dan Vivi kesana hanya mengantar makanan dan menemani kakek sebentar."

Ibu Reza mendecak. "Kondisiku juga tidak terlalu bagus, tidak bisa keluar rumah. Sedikit kena angin sudah masuk angin, jadi tidak bisa menemui suamiku. Hanya bisa menelpon saja."

"Nenek, kalau kakek sudah dipindahkan ke fasilitas bagus pasti kondisinya sudah membaik. Nenek dan kakek pasti akan berkumpul kembali." Vivi menenangkan nenek.

Ibu Reza tersenyum. "Kamu benar."

Reza menatap Vivi. "Bagaimana dengan hotel yang kamu tangani?"

Vivi menatap Reza dengan bingung, menimbang apa perlu mengatakannya ke orang asing.

Ibu Reza yang mengetahui jalan pikiran Vivi, menepuk tangannya ke Vivi. "Apa kamu juga menangani hotel? hotel mana yang kamu pegang? "

Vivi tidak bisa menjawab. Ia lupa kalau Krisna dan ibunya mati-matian melarang dirinya untuk tidak cerita mengenai pekerjaan baru di hotel.

"City hotel keluarga Aditama," jawab Reza.

Ibu Reza terkejut. "Hotel itu sudah lama mengalami kerugian, selama ini kami mempertahankannya karena hotel itu bagian dari sejarah keluarga Aditama sebelum kami membangun hotel mewah."

Vivi menundukan kepalanya. Ia terlalu takut dengan pandangan orang-orang. Biar bagaimanapun dirinya masih terlalu kecil untuk menangani hotel.

Reza menatap tajam Vivi dengan cermat.

Ibu Reza melihat perubahan sikap Vivi. "Vivi-"

Vivi bangkit berdiri dari kursi lalu duduk bersimpuh di lantai dan menundukan kepalanya. "Maafkan saya, nenek."

Ibu Reza dan Reza saling menatap tidak mengerti.

"Krisna dan bibi tidak bersalah, Vivi yang bersalah. Vivi memaksa mereka untuk menangani hotel, untuk menunjukan kemampuan ke keluarga Aditama supaya Vivi bisa diterima di keluarga ini. Krisna dan bibi tidak bersalah jadi jangan salahkan mereka- Vivi memang masih muda tapi-"

Reza menjadi paham. Krisna dan ibunya mewanti-wanti Vivi supaya tidak mengatakan kepada siapapun kalau Vivilah yang menggantikan tugas Krisna. Karena Vivi masih muda dan jatuh cinta pada Krisna jadi mereka dengan mudahnya membodohi anak ini.

"Jadi, kamu tahu kalau seharusnya Krisna yang menangani hotel ini?" tanya Reza sambil mengetuk-ngetuk jarinya di meja.

"I- iya," jawab Vivi dengan terbata-bata.

"Dan kamu memaksa mereka untuk menangani hotel?"

"I- iya."

"Pada saat Krisna kuliah di luar negri, siapa yang menangani pekerjaannya?"

Vivi tidak bisa menjawab. "Itu-"

"Dia tidak mengatakan apapun."

Vivi menjadi bingung lalu memberanikan diri untuk bertanya. "Sebenarnya- siapa anda? kenapa anda daritadi menyinggung Krisna?"

Reza menaikan salah satu alisnya lalu tertawa sinis.

Ibu Reza menatap gugup putranya. Ia tidak berani mengganggu percakapan ini.

"Apakah tidak ada fotoku di rumah yang kamu tempati sekarang?"

Vivi memiringkan kepalanya untuk mengingat. Di rumah sekarang hanya ada foto Krisna, ibunya dan Erika. Benar, tidak ada foto kepala keluarga bahkan nenek. Vivi pernah bertanya soal penyebab tidak ada foto nenek tapi tidak ada yang bisa menjawab. Untuk kepala keluarga, ia tidak berani menanyakannya karena tidak berani. Biar bagaimanapun ia hanya menumpang sementara nenek, ia merawatnya.

"Karena foto kami berdua tidak pantas diletakan di rumah itu."

Ibu Reza meletakan sendok dan garpunya, tiba-tiba ia merasa lelah.

Pelayan yang selalu menemaninya bergerak maju.

"Ibu masuk ke kamar dulu. Vivi, kamu bisa istirahat di kamar seperti biasanya atau pulang ke rumah."

Vivi menganggukan kepalanya dengan bingung. Ibu? kenapa nenek mengatakan ibu? jangan-jangan-

Vivi menatap Reza dengan bingung. Anak nenek hanya satu yaitu kepala keluarga ini, suami ibu Krisna dan ayah kandung Krisna.

"PAMAN!" Vivi semakin menundukan kepalanya.

"Jadi kamu sudah mengenali saya sekarang?"

Mati aku!

"Apa yang akan kamu katakan sekarang?"

Vivi memutar otaknya. Ia sudah berjanji pada bibi, selain itu Krisna juga sudah berjanji pada dirinya untuk membuat keluarga bahagia, menggantikan posisi kosong yang ditinggalkan orang tuanya.

Tanpa sadar kedua air mata Vivi menetes.

Choky dan Putra yang baru masuk ke ruang makan sontak terkejut melihat pemandangan mengenaskan ini. Bos mereka duduk di kursi makan dengan angkuh dibatasi meja makan panjang, nona Vivi duduk bersimpuh, menundukan kepalanya sambil menangis.

Iya, menangis dengan bahu gemetar.

"B- bos-" Putra tidak menyangka bosnya bisa menggertak anak perempuan.

Choky tidak mampu berkata-kata.

Reza mengabaikan dua bawahan konyolnya. "Duduk!"

Vivi, Choky dan Putra bingung.

"Saya bilang duduk." Reza memainkan makanannya.

Vivi menatap pintu masuk ruang makan, Choky dan Putra berdiri tegang disana. Pasti paman menyuruh mereka berdua duduk di meja makan. Tidak mungkin dirinya yang rendah inikan?

Untungnya Choky dan Putra tidak tahu jalan pikiran Vivi. Kalau tahu, mereka bisa menangis darah. Nona, kalau diri anda rendah, lalu kami ini apa? hina?

"Apa saya harus mengulanginya?"

Vivi, Choky dan Putra masih tetap di tempatnya. Saling menunjuk di dalam hati.

"Duduk!" bentak Reza.

Sontak Vivi, Choky dan Putra duduk di kursi makan dengan takut. Biar bagaimana pun dihadapan mereka tuan besar Aditama, pemilik hotel terbesar di asia dan kekayaannya juga tidak perlu diragukan. Keluarga Aditama menjadi besar berkat di tangan tirani beliau.

Reza mengangkat kepalanya dan mengerutkan kening. Di seberang mejanya Vivi sudah duduk dengan takut, berbatasan tiga kursi kedua anak buahnya juga ikut duduk dengan raut wajah ketakutan.

Reza memijat dahinya lalu mengabaikan duo konyol itu. Ia bertanya, "Darimana kamu belajar manajemen hotel? kamu masih awam soal manajemen hotelkan?"

Vivi mengangguk pelan. "Awalnya saya belajar di F&B."

"F&B?" tanya Choky yang tidak mengerti lalu mengaduh kesakitan karena Putra menendang kakinya dengan keras.

Vivi menoleh ke Putra dan Choky. "Food & Beverage itu departemen bagian restoran."

Reza menjadi tertarik. Umumnya orang akan belajar di bagian Front Office, Reservasi atau Marketing. Tapi ini Food & Beverage?

Menyadari ditatap tiga orang tampan. Vivi menjadi gugup.

"Teruskan."

Choky dan Putra mengangguk.

Vivi berteriak di dalam hati. Tolong, siapapun selamatkan aku!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status