PoV NiaTerlalu pintar juga ternyata bisa bermasalah, itu yang terjadi pada Butet. Sudah dua sekolah setingkat SMP dia selalu keluar atau dikeluarkan. Ujian sudah dekat, mungkin belajar bersama Salsa pilihan terbaik. Salsa punya guruvkhusus yang didatangkan ayahnya. Menurut mantan bupati itu home schooling bisa mendapatkan ijazah layaknya sekolah formal. Dengan cara ikut ujian kesetaraan. Atau biasa disebut Paket B. Ada uang satu milliar di rekeningku, aku jadi resah, karena uang itu adalah denda dari keluarga Abdul Hakim, sementara Abdul Hakim yang kini sudah jadi tahanan polisi. Tidak tahu uang itu harus aku kemanakan. Padahal pesantren Bang Parlin lagi butuh dana, akan tetapi Bang Parlin tidak mau terima dana itu karena katanya tidak terjamin kehalalannya."Cok, uang denda itu halal, Gak?" tanyaku pada Ucok di satu hari. Saat itu aku lagi mengantarnya pergi sekolah. Ucok ini, biarpun masih remaja tapi punya ilmu agama yang lumayan. Dia sangat tertarik mempelajari ilmu agama. Teman
Aku menatap Bang Parlin dengan pandangan curiga, sepertinya suamiku itu paham apa yang ada dalam pikiranku."Dek, datang tamu minta makan, adek gak ada, Abang bawa ke warung ini untuk mencegah fitnah," kata Bang Parlin."Aku percaya pada Abang, yang gak bisa kupercaya adalah wanita ini," kataku kemudian.Merry kembali menangis, dia sampai sesunggukan. Aku tidak percaya dengan air matanya. Entah kenapa yang namanya pelakor sangat sulit untuk kupercayai."Aku terpuruk, sangat terpuruk, aku datang kemari karena tidak tahu mau pergi ke mana lagi, aku butuh bantuan," kata Merry disela isak tangisnya."Kenapa terpuruk?" tanya Bang Parlin."Aku diceraikan, huhuhu," wanita itu masih menangis."Waduh, kenapa?" tanya Bang Parlin.Sementara aku diam diam chat mantan bupati tersebut.(Kenapa bapak ceraikan Merry?) Begitu chat yang kukurim."Salsabila, Bang Parlin, dia rekayasa semua, aku dituduh mau racuni dia, padahal dia yang sudah berpengalaman soal racun," kata Merry."Wah, kok bisa begitu?"
Aku mulai menghubungi para korban Abdul Hakim, selain Butet dan Salsa, ada empat orang lagi. Semuanya siswa di sekolah Butet dulu. Yang pertama kuhubungi adalah seorang ibu yang punya anak laki-laki korban pelecehan."Bu, kemarin itu kan ada anak angkat kami, dia tawarkan damai supaya bisa bertemu langsung dengan Abdul Hakim, ternyata tawarannya itu diterima keluarga Abdullah Hakim, begitu aku tandanya tangan, mereka langsung transfer dari dua puluh nomor rekening yang berbeda-beda, masing-masing lima puluh juta, jadi saya merasa tidak enak, dan bermaksud membagi uang itu untuk korban' yang lain," kataku setelah basa-basi sejenak."Dia dihukum begitu saja kami sudah sangat berterimakasih kasih, Bu, kami juga berterima kasih karena kalian semuanya ini terungkap," jawab ibu tersebut."Oh, iya, Bu, jadi saya mau bagi uang denda itu untuk tabungan pendidikan anak kita," kataku lagi."Terima kasih banyak, Bu," "Kita bertemu di kota minggu depan ya, Bu," kataku kemudian."Baik, Bu," Satu
Bayi itu sudah agak besar, mengkin umurnya juga sudah satu tahun, akan tetapi sepertinya belum pandai berjalan. Aku coba gendong. Tiba-tiba bayi itu menangis, aku jadi panik, tangisannya terdengar sangat keras. Kucoba goyangkan badan layaknya orang gendong bayi. Akan tetapi bayi itu terus saja menangis."Bang, beli dulu susunya?" perintahku pada Bang Parlin."Susu apa?" "Aku mana tau, Bang," "Kasih air tajin aja," kata Bang Parlin. "Ini anak bupati lo, Bang, bukan anak petani," kataku kemudian.Ucok dan Butet memang tidak pernah minum susu kemasan saat bayi, mereka masih menyusui sampai dua tahun, setelah itu makan seperti biasa, tidak pernah minum susu formula atau susu pertumbuhan. "Udah, sini kugendong," kata Bang Parlin. Suamiku itu pun menggendong bayi satu tahun tersebut sambil bernyanyi. Nyanyiannya masih seperti dulu, ungut-ungut yang sudah dia modifikasi."Dari mana hendaknya ke manaDari Medan hendak ke PadangBagaimana hati tidak gundah gulanaAyah dan ibumu lagi berper
Entahlah, masalah seperti banyak berdatangan, Butet yang hendak ujian kesetaraan, Merry lagi yang tiba-tiba datang ngantar anak, sudah diantarnya minta diantar balik. Belum lagi Bang Parlin yang sepertinya ingin bantu semua orang. Kini dia membimbing Tugirin untuk berdzikir. Aku pernah dengar, zikir itu obat untuk jiwa yang gersang. Atau memang Bang Parlin mau mengobati Tugirin?HP Bang Parlin berbunyi lagi. Saat kulihat panggilan dari Merry lagi."Apa lagi maumu?" tanyaku kesal setelah menggeser tombol hijau."Aku mau bicara dengan Bang Parlin," katanya dari seberang."Mau bicara apa, bilang samaku saja," jawabku makin kesal."Aku hanya mau bicara dengan Bang Parlin," katanya lagi."Oh, kau mau memanfaatkan suamiku kan, kau tahu dia akan bantu orang yang butuh bantuan, sabar dulu, antri, Bang Parlinnya sekarang lagi membantu orang lain," kataku kemudian. Kesal juga pada suami, orang antri yang butuh bantuannya."Bu Nia, tadinya aku sudah ingin tinggalkan anakku saja, karena mau nyebr
Kami pulang ke rumah, dalam perjalanan Ucok yang menggendong anak Merry. Dia terus bermain bersama anak tersebut. "Yah, kok gak mirip Salsabila ya?" tanya Ucok."Ya iyalah, gak selalu mirip, memang kau mirip Butet?" jawab Bang Parlin."Butet mirip mamak, aku mirip ayah, la, ini mirip siapa?" kata Ucok lagi."Aku lalu memperhatikan wajah anak tersebut, memang tidak mirip Merry, tidak juga mirip mantan bupati."Anak itu gak harus selalu mirip, Cok," kata Bang Parlin.HP Bang Parlin bunyi, ada panggilan dari nomor tak dikenal, Bang Parlin menyuruhku untuk menerima panggilan tersebut. "Assalamualaikum, halo," salam dan sisapaku kemudian."Hallo, Bu, saya temannya Merry, disuruh jemput anak, tapi rumah ibu kosong, gak ada orang," katanya dari seberang."Oh, ya, tunggu, kami segera sampai," kataku kemudian."Baik, saya tunggu, terima kasih, Bu," ujar pria tersebut.Bang Parlin justru menghentikan mobil, katanya kami harus diskusikan lagi."Bagaimana, Dek, kita serahkan anak ini, atau kit
Aku bisa bernafas lega malam itu, dua masalah serius bisa teratasi dalam satu hari. Dalam hati aku salut sama suamiku itu, dia rela menyisihkan waktunya yang tak seberapa membantu masalah orang, yang bahkan bukan saudara. "Bang, itu Tugirin kok berubah drastis?" tanyaku saat kami berduaan di kamar."Abang juga tidak ngerti, Dek, yang Abang ajari dia sekaligus praktekkan mengembalikan miliknya yang hilang," kata Bang Parlindungan."Kok bisa berubah ya, tiba-tiba dia talak istrinya talak tiga," kataku kemudian."Zikir juga bisa menghilangkan pengaruh jin, Makin kita berzikir, setan akan makin menjauh," kata Bang Parlin."Apa hubungannya?""Gini lo, Dek, ilmu pelet itu lewat bantuan jin jahat, jadi zikir obatnya, orang yang selalu menjaga zikirnya, tidak bisa dipelet," "Maksud Abang Tugirin dipelet bininya?""Ya, begitulah kira-kira," "Wah, itu sekali zikir dua hasil, pelet pudar, istri kembali," kataku lagi."Ya, tepat sekali, tapi Abang jadi khawatir, Dek," kata Bang Parlin."Khawat
Kami justru ditinggalkan di rumah tersebut bersama Salsabila. Sebelum pergi, Mantan bupati itu masih berpesan pada anaknya supaya menuruti perkataan kami. Jadilah kami tinggal di rumah tersebut."Ini bisa menghemat pengeluaran kita, Bang, gak lagi bayar hotel," kataku pada Bang Parlin. Saat itu kami lagi memperhatikan Salsa dan Butet yang lagi belajar didampingi guru."Iya, juga, ya," sahut Bang Parlin."Bang, kira-kira Butet selepas ini nyambungnya sekolah di mana?" tanyaku kemudian."Entahlah, Dek, Butet ini terlalu pintar, sekolah pun payah dapat yang cocok," kata Bang Parlin."Benar juga ya, Bang, asal pakai terlalu, gak ada yang Bagus, terlalu pintar saja jadi begini," kataku lagi."Iya, Dek, cuma satu terlalu yang baik," "Apa itu, Bang,""Kamu itu terlalu gemuk,""Ish, Abang,""Itu pujian lo, Dek, ada ungkapan beginil, jangan mengaku sebagai suami sukses, jika belum bisa membuat istriy gemuk," kata Bang Parlin."Hahaha," di luar dugaan, guru Salsa dan Butet ternyata mendengar p