Share

5. Menikah Ulang

Sully merasa tangannya gemetar karena teriakan pria tua di ambang pintu yang menatapnya tajam. Perkataan Wira barusan membuat bapaknya murka. Detik itu ia menyesali usul konyol soal bersandiwara menjadi istri Wira. Angan-angan bisa tidur meluruskan kaki malam itu pun, lenyap seketika.

“Jangan sampai suara Bapak membangunkan tetangga,” ucap Wira pelan. Langsung mengingatkan bapaknya akan hal yang menjadi momok di desa. Yaitu, menjadi gunjingan.

Sully menunduk untuk mengibas betisnya yang baru digigit nyamuk. Lalu, satu kakinya terangkat untuk menggaruk betisnya. Ingin rasanya ia meminta kedua anak dan bapak itu berdamai setidaknya untuk malam itu saja. Ia benar-benar sudah sangat lelah dan mengantuk.

“Masuk,” pinta pria tua di depan pintu. Menepikan tubuhnya dengan kedua tangan terkepal di belakang.

“Ayo, masuk. Kamu pasti udah capek,” kata Wira, mendatangi Sully dan memegang lengan wanita itu. Sejenak ia lupa bahwa satu tangan Oky masih terkait ke lengan Sully. Lagi-lagi Oky mendengus kesal.

Wira menggandeng Sully melewati bapaknya. Mengambil barang bawaan wanita itu dan meletakkannya di kaki kursi. “Kamu duduk di sini,” ucap Wira, memegang kedua sisi lengan Sully dan mendudukkannya setengah paksa pada kursi panjang kayu. “Mbak duduk di sebelah sana,” kata Wira pada Oky yang baru muncul.

Ruangan itu bentuknya sangat sederhana. Ruang tamu berdampingan dengan sebuah kamar di sisi kanan. Kamar yang selama ini ditempati oleh bapaknya Wira. Ruang tamu memanjang itu terisi dengan seperangkat kursi dan lemari hias kayu berwarna cokelat yang bagian tengahnya terletak televisi tabung. Pintu kecil menuju ke belakang tertutup dengan tirai kain berwarna hijau.

Sully duduk tegak dengan kedua tangan terkepal di pangkuan. Langsung mengingatkannya akan sebuah wawancara kerja.

“Kamu duduk juga di sana!” seru Bapak Wira pada putranya.

Sully berjengit. Oky beringsut gelisah di kursi tunggal. Sedangkan Wira menekuk wajah dan duduk di sebelah Sully.

“Maafin Bagus, Pak. Mmm…maafin kami,” ucap Wira, meraih tangan Sully dan menggenggamnya. Tangannya masih berada di pangkuan Sully.

Sully merasa jemarinya ikut menegang. Kaku. Tangannya yang sejak tadi dingin dan nyaris mati rasa, tiba-tiba diselimuti kehangatan. Sully menunduk melihat tangan Wira menggenggamnya. Lalu, seakan sadar dengan pikirannya sendiri, Sully mengepalkan tangannya kuat-kuat. Menahan diri untuk tidak menepiskan tangan Wira karena saat itu mereka sedang menjadi suami istri. Sully menelan ludah saat melirik Oky yang mengernyit jijik.

“Kenapa kamu enggak ngomong di telepon kalau sudah menikah?” Bapak Wira berjalan perlahan mengitari kursi kayu panjang untuk melihat wajah Wira dan Sully dari dekat.

“Aku enggak sempat ngomong. Bapak sudah mencecarku dengan omongan soal Ratna Manikam. Lagipula…aku takut Bapak kepikiran dan jatuh sakit. Sebulan yang lalu aku masih banyak kerjaan dan perlu waktu untuk resign dari perusahaan perkebunan itu. Jadi….”

“Tega-teganya kamu menikah enggak minta izin sama Bapak.” Bapak Wira duduk setelah memutari satu set kursi dan tiba di kursi tunggal di seberang Wira dan Sully.

“Khawatir enggak direstui. Aku sadar kalau istriku ini jauh dari kriteria idaman Bapak,” jelas Wira.

Di dalam hati, Sully menyumpah berkali-kali. Kriteria idaman Bapak? Hei ….

Sully menegakkan kepala menatap pria tua di depannya. Ia sudah mengikuti saran Wira tanpa banyak protes. Meski kesalahannya sendiri mengira bahwa pria terpandang dan sesepuh kampung adalah orang kaya, Sully sudah menerima kenyataan dan membuang jauh-jauh angannya. Tidak apa-apa. Tapi dikatakan jauh dari kriteria seorang menantu anak laki-lakinya, Sully sedikit tersinggung. Ia tidak jelek. Wira bisa dikira memakai pelet jika orang kampung itu melihat penampilannya.

Sully merasa dirinya cantik dan menarik. Kalau tidak cantik, tidak mungkin dalam jangka waktu singkat ia bisa mendapatkan lebih dari satu juta follower di channel beauty vlog-nya.

Sedangkan penampilan Wira sendiri? Sully menoleh ke sisi kanan. Tangan kiri Wira masih menggenggam tangannya. Pria itu sedang beradu tatapan dengan bapaknya. Bukannya mau menghina, tapi Wira sendiri bisa dikatakan…. Sully mengerjap. Di bawah cahaya lampu ruang tamu orang tuanya, Wira ternyata ganteng. Itu sebabnya tadi pria itu sempat mengatakan kalau penduduk desa tidak akan percaya kalau Oky yang mendapat peran sebagai istrinya.

Sully kembali mengerjap dengan tatapan yang belum berpindah dari Wira.

Kulit Wira sedikit lebih gelap dari kuning langsat. Khas kulit pria yang cukup sering terpapar matahari. Walau sedikit memaksa, genggaman tangan Wira sangat mantap, dengan bagian telapak tangannya yang kasar. Sully kemudian menurunkan pandangannya.

Rambut lurus tergunting rapi dan modelnya standar. Tidak kampungan. Rambutnya alami tanpa efek pomade wax. Lalu …. Sully sedikit mendongak.

Bagian dalam telinganya bersih. Wira pasti mandi minimal dua kali sehari, tebak Sully. Hidungnya bangir, bibirnya penuh dan warnanya tidak gelap. Sully menebak dengan pasti kalau Wira bukan perokok. Kemudian … pakaiannya. Standar sekali, batin Sully. Kaus oblong, jaket training olahraga tak bermerek dan celana jeans gelap.

Sedang tenggelam dalam penilaiannya akan sosok Wira, tiba-tiba pria itu menoleh ke arah Sully.

“Kamu ditanyain Bapak,” bisik Wira.

Sully mengerjap. “Hah?” Saat itu ada penilaian baru yang muncul di benak Sully. Yaitu, bahwa bulu mata Wira panjang dan lentik. Laki-laki itu tak perlu memakai jasa eyelash lifting, pikirnya.

“Bapak nanya ke kamu,” ucap Wira dengan mulut nyaris tak terbuka.

“Oh, ya…ya. Gimana, Pak….”

“Gagah Sahari. Nama mertua kamu ini Gagah Sahari. Kamu tanya mulai dari pintu masuk desa, siapa Gagah Sahari. Semua pasti kenal. Sekarang Bapak yang tanya nama kamu. Enggak dengar?” sergah Pak Gagah.

“S-Sully, Pak,” jawab Sully dengan suara bergetar. Setiap seruan pria tua di depannya membuat jantungnya semakin berdebar.

“Nama lengkap…nama lengkap. Siapa nama lengkap kamu?” tanya Pak Gagah lagi dengan nada tak sabar.

“Sulistyawati, Pak,” ucap Sully sangat pelan.

“Enggak dengar. Bapak sudah tua dan budek. Siapa?” seru Pak Gagah lagi.

“Sulistyawati,” kesal Sully.

“Mmmm…Sulis, toh …,” gumam Wira dalam bisikan.

“Sully…Sully…. Anak sekarang dikasih nama bagus malah disingkat-singkat. Tinggal ngomong Sulis aja repot,” ketus Pak Gagah.

Sully menelan ludah, lalu menepiskan tangan Wira saat Pak Gagah memalingkan wajah sekilas karena mendengkus.

“Sulis … kamu sampaikan ke orang tua kamu kalau saya akan mengulang semua prosesi pernikahan kalian dengan benar disaksikan semua para tetua Desa Girilayang.”

“Hah? Gimana, Pak?” Sully membulatkan mata dengan mulut setengah ternganga.

To Be Continued

Komen (28)
goodnovel comment avatar
lad borneo
Ketemu njus di sini, tapi butuh perjuangan buat bacanya... Semangat dah...
goodnovel comment avatar
Dimpi
hahaha kayanya kocak deh si sully
goodnovel comment avatar
Muhamad As Hari
pengen tahu akhir cerita......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status