"Cukup Vano! Aku tidak mau membahas masalah ini lagi," Kenzi tiba-tiba saja menggebrak meja kerjanya.
"Berikan dia ruang untuk membuatmu percaya bahwa dia bukan wanita seperti itu, Kenzi. Beri dia kesempatan setidaknya uji coba selama 7 hari kedepan, ok?" bujuk Vano."Terserah kau saja!" Kenzi pun akhirnya mengalah, dia tak ingin berselisih dengan teman satu-satunya yang dia miliki itu hanya karena seorang gadis, Kenzi memilih untuk mengalah dan memberikan Freya kesempatan."Tapi ingat, Vano. Hanya satu minggu dan tidak lebih! Jika dia bisa bertahan dan membuktikan dia tidak seperti yang ku katakan, aku baru akan mengakuinya! Tapi jika dia berani menggoda atau bahkan memanjat ke ranjangku, kau tau apa yang akan ku lakukan, Vano!" tegas Kenzi pada Vano yang sudah merasa lega mendengar jawabanya."Tenanglah aku yakin, Freya tidak tertarik padamu. Apalagi setelah apa yang kau katakan tadi, dia pasti sangat membencimu," gumam Vano pelan sambil berjalan meninggalkan ruangan Kenzi dan kembali ke ruang interview untuk memberitahukan kabar baik ini pada Freya.Saat dia kembali ke ruang interview, Freya sudah tidak berada di sana dan membuatnya bingung mencari keberadaan Freya, padahal dia sudah menyuruh Freya menunggunya di sana."Kemana gadis itu? Ku suruh dia menunggu, tapi dia malah pergi?" Vano pun membuka CV milik Freya yang tadi sudah di ambilnya kembali setelah dia lemparkan pada Kenzi."Untung saja ada nomor telefonya," Vano pun merogoh sakunya, dan menelfon nomor Freya yang tertulis di CVnya.Freya saat ini sudah berada di luar perusahaan berjalan gontai tanpa tujuan dengan muka masam, dan sedih yang tampak di wajah cantiknya."Ya tuhan! sial sekali aku hari ini, masalah datang bertubi-tubi padaku, bisakah semua ini menjadi lebih buruk?!" gumam Freya sambil terus berjalan tanpa arah.Gluduk!! Gluduk!! Gluduk!!Seketika terdengar bunyi guntur di langit, awan mendung yang sudah sejak tadi menemani perjalanan Freya saat keluar dari perusahaan itu pun, mulai menjatuhkan rintik air hujan, membuat Freya merasakan penderitaanya benar-benar lengkap sudah."Apa kau sedang bermain-main denganku tuhan?? Kau bahkan benar-benar membuat penderitaanku hari ini selengkap ini?" Freya pun mencari tempat berlindung dari hujan dan memilih masuk ke sebuah kedai kopi kecil untuk sekedar berteduh, sambil memesan segelas kopi dan menghangatkan badanya yang basah karena gerimis."Mbak, coffee latte panas satu ya." Freya pun memesan segelas kopi, dan menunggu pesananya sambil duduk di kursi pojokan kedai itu.Drtt ... Drtt ... Drtt ...Baru saja duduk dan meletakkan hpnya di atas meja, benda pipih itupun bergetar dan sebuah nomor asing tampak di layar hpnya. Dengan malas Freya pun menekan tombol hijau di layar hpnya, dan menjawab panggilan orang di seberang sana."Halo?" sapa penelfon dari seberang sana."Ya halo, siapa ini?" tanya Freya."Ini aku, Vano yang tadi mewawancaraimu di kantor," jawab Vano."Oh, ada apa tuan menelfon saya?" Freya pun menanyakan keperluan Vano nenelfonya."Dimana anda sekarang, nona? Bisa kita bertemu sebentar?" Tanya Vano tanpa menjawab pertanyaan Freya barusan."Aku ada di kedai kopi dekat perusahaan, ada apa tuan mau bertemu dengan saya?" jawab Freya."Apa nama kedai kopinya?" Vano kembali bertanya dan tidak mengindahkan pertanyaan Freya."Kopiku," jawab Freya singkat."Tunggu sebentar disana nona, aku akan sampai kesana sebentar lagi," ucap Vano dari seberang sana dan langsung menutup telfonya begitu saja."Apa semua orang kalangan atas memang semuanya seperti itu? Menjawab pertanyaan dengan pertanyaan dan mematikan telfon seenaknya?" gumam Freya saat Vano mematikan telfonya begiu saja."Ini kopi anda nona, selamat menikmati," akhirnya kopi pesanan Freya pun datang, dia menyeruput sedikit demi sedikit kopinya dan membuatnya merasa relax setelah semua kesialan yang menimpanya hari ini.Vano pun segera keluar dari perusahaan, namun saat keluar dia baru menyadari kalau di luar sedang hujan."Pak satpam, apa anda punya payung?" Vano bertanya pada security di sana."Ada tuan Vano, Ini silahkan," Security itu pun memberikan payung miliknya untuk Vano pakai."Terimakasih pak, aku pinjam dulu." Vano pun segera pergi menuju ke tempat yang Freya katakan tadi, tempatnya memang tidak jauh dari perusahaan, jadi jalan kaki pun juga tidak membutuhkan waktu yang lama.Freya yang tengah menikmati kopinya sambil memainkan hpnya itu, di kejutkan oleh Vano yang menepuk pundaknya pelan."Nona Freya?""Eh pak, anda sudah datang?" tanya Freya canggung."Tidak usah panggil pak panggil nama saja," ucap Vano sambil tersenyum manis."Tidak bisa pak, kita kan tidak saling kenal. Mana bisa aku memanggil anda hanya dengan nama," jawab Freya."Baiklah, kalau begitu perkenalkan namaku Reyvano William, kau bisa memanggilku Vano." Vano pun mengulurkan tanganya untuk berjabat dengan Freya.Dengan canggung dan bingung Freya pun mengulurkan tanganya untuk menyambut jabatan tangan Vano."Kenapa kau tidak menungguku tadi nona Freya? Bukankah aku sudah bilang padamu, tunggu sebentar?" Vano melambaikan tanganya pada waiters."Tidak ada, hanya saja menurut saya itu tidak penting. Bukankah tuan Kenzi sudah dengan tegas menolak saya? Lalu untuk apa lagi saya masih berdiam diri disana?" Freya menyeruput kopinya."Ehmm? benar juga sih. Pertama, maafkan atas apa yang terjadi tadi nona Freya. Kenzi memang seperti itu jadi mohon di maklumi," ucap Vano mewakili Kenzi meminta maaf pada Freya."Anda tidak perlu minta maaf, yang seharusnya minta maaf itu dia bukan anda," Freya pun tersenyum kecut."Dia punya alasan sendiri, kenapa dia bersikap se keterlaluan itu jadi aku mohon padamu maafkan dia, dan aku kemari juga untuk memberitahukan kabar baik padamu nona Freya," ucap Vano yang membuat Freya tersenyum kecut."Berita baik? Masih adakah berita baik yang bisa ku dapat di hari yang sial ini?" gumam Freya yang membuat Vano tersenyum karena menganggap ekspresi Freya itu sedikit menggemaskan di matanya."Kenzi bersedia memberikan anda waktu satu minggu sebagai masa uji coba, apa kau bersedia nona Freya?" tanya Vano pada Freya yang auto membuat Freya tersedak."Uhuk!! Uhuk!!" Vano pun memberikan tisyu untuk Freya."Aku serius nona Freya,""Tentu saja aku setuju, aku sangat membutuhkan pekerjaan ini," jawab Freya tanpa fikir lama lagi."Tapi, aku bisa mulai berkerja besok kan? Aku tidak mungkin bekerja dengan style seperti ini," ucap Freya enggan sambil memandangi dirinya sendiri."Tentu saja nona Freya, kau bisa mulai kerja besok pagi," ujar Vano mengiyakan."Terimakasih banyak tuan Vano, terimakasih atas kebaikanmu," Freya pun tersenyum manis pada Vano dan membuat Vano kembali terpana."Tuan Vano? Tuan Vano?" panggil Freya mencoba menyadarakan Vano."Ah, maaf nona Freya aku jadi melamun," jawab Vano gelagapan plus malu."Apa kalian berdua bersaudara? Ehm ... maksudku anda dan si tuan CEO itu," tanya Freya mencoba mencari topik pembicaraan."What!!""Apa menurutmu aku dan Kenzi itu mirip, makanya kau menanyakan apa kami saudara? Kami sudah berteman sejak kecil, orang tua kami juga sudah lama bersahabat jadi orang tuanya Kenzi sudah menganggapku seperti anak mereka sendiri," jawab Vano lalu menyeruput kopinya yang baru saja datang."Bukan begitu maksutku ... kalian memang sama-sama tampan tapi jika dari sifatnya kalian itu bagaikan langit dan bumi, yang satunya lagi baik dan yang satunya arrogant," ucap Freya dengan jujurnya."Ha ... Ha ... Ha ... Kau ini bisa saja nona Freya, sebenarnya Kenzi tidak seburuk itu hanya karena ada suatu hal yang membuatnya menjadi seperti itu," jawab Vano."Maaf nona Freya, kurasa aku harus segera kembali sebelum singa lapar itu menerkamku." Vano berdiri dan berjalan bersama Freya ke kasir, setelah membayar keduanya pun berjalan bersama keluar dari restoran itu."Sampai jumpa lagi tuan Vano, TTDJ." Freya melambaikan tanganya ke arah Vano dan berjalan menuju halte bus, kebetulan gerimis yang tadi empa
Prang!!!Freya pun ternganga sambil menutup mulutnya dengan tangan, hingga nampan yang tadinya dia pegang terjatuh dan gelasnya pun pecah membuat beling berserakan di lantai.Des*han wanita kini memenuhi gendang telinga Freya.Kedua orang yang tengah memperagakan adegan dewasa dengan tidak tahu malunya itu terus melanjutkan aktivitas mereka tanpa peduli keberadaan Freya. Saat mulai bisa mengendalikan diri, Freya sadar bahwa perempuan di sana adalah Calista.Kini mereka berada di atas meja kerja Kenzi. Keduanya seolah menikmati aktivitas mereka itu, terutama Calista yang sedang mendongakan kepalanya itu. Dan lebih parahnya lagi, saat ini dia sudah dalam keadaan telan*ang dan pakaiannya sudah tersebar ke berbagai arah."A ... apa itu?!" gumam Freya yang seketika merasa lemas, bahkan pandangan matanya mulai mengabur dan tiba-tiba saja semuanya menjadi gelap."Freya!!" Dengan sigap, Vano yang baru saja keluar dari ruanganya dan melihat Freya hampir jatuh pun, menahan tubuh Freya. Untungny
"Aaah!!" seru Freya saat tiba-tiba Kenzi mendekat ke arahnya dan menarik tanganya begitu saja, membuat wajah mungilnya itu menabrak dada bidang Kenzi skin to skin karena dia belum sempat merapikan kemejanya akibat ritual laknatnya tadi bersama Calista.Dag!!Dig!!Dug!!Duar!!Rasanya ada genderang perang yang tengah di tabuh di dalam tubuh Freya, yang membuat jantungnya serasa mau ikut meledak karena terlalu cepat berdetak. Dia takut dan juga salah tingkah karena ini pertama kalinya bagi seorang Freya Anggita, begitu dekat dengan seorang pria tanpa pembatas sedikit pun."Tu ... tuan?" ucap Freya dengan gugup sambil mencoba mendorong tubuh Kenzi, namun nihil karena ukuran tubuhnya yang terbilang kecil jika di bandingkan dengan Kenzi, dan tentu saja tenaga Kenzi pun lebih besar darinya membuat usahanya mendorong pria itu sia-sia belaka."Lain kali, saat kau mau masuk ke ruanganku jangan lupa untuk mengetuk pintu lebih dulu. Jika sekali lagi kau mengacaukan makan siangku, bersiaplah men
"Shitt!!" umpat Kenzi setelah menggebrak meja kerjanya dengan keras."Mereka kenapa jadi sedekat itu? Bahkan Vano tidak mengajakku makan siang, biasanya dia selalu makan siang bersamaku. Dasar wanita jal*ng apa kau berencana menjadikan Vano sebagai batu loncatanmu untuk meraihku, hah!? Aku pasti akan menggagalkan rencana licikmu itu!" Kenzi mengepalkan erat-erat tanganya dengan tatapan mata yang tajam.Freya dan Vano pun berjalan beriringan menuju lift, mereka berjalan sambil mengobrol dan sesekali bercanda dengan di selingi tawa renyah mereka.Ting!!Saat pintu lift terbuka, mereka pun segera masuk ke dalam lift dan memencet tombol ke lantai dasar perusahaan itu."Cih!! Pela*ur!!" sarkas Kenzi yang melihat mereka masuk ke dalam lift bersama, dia memperhatikan mereka berdua dari jarak yang lumayan jauh, setelah itu dia pun berjalan ke arah lift untuk menunggu lift sampai dan turun ke lantai bawah juga untuk makan siang.Ting!!Pintu lift yang mengantarkan Freya dan vano ke lantai dasa
Freya dan Vano pun terhenyak kaget saat Kenzi tiba-tiba saja menjatuhkan sendoknya, mereka pun sontak menoleh ke arah Kenzi dan melihat apa yang terjadi."Hah!! Hah!! Hah!! Makanan macam apa ini!? Kenapa pedas sekali!?" umpat Kenzi yang marah sambil mengipas-ngipas mulutnya dengan tangan, akibat rasa pedas yang membuat mulutnya terasa panas."Huek!! Huek!!" Kenzi pun segera berlari mencari toilet di kantin itu untuk memuntahkan makanan yang sempat di telannya tadi."Kenapa dia? Apa dia sedang hamil muda, Ha ... Ha ... Ha ..." tanya Freya sambil tertawa terbahak-bahak melihat Kenzi yang kelimpungan lari ke kamar mandi."Kenzi itu tidak suka makanan pedas," jawab Vano sambil menahan tawanya."Lalu kenapa kau diam saja tadi?" Freya pun sedikit bingung."Ya, siapa suruh dia main pesan apa yang kita pesan tanpa bertanya dulu," Vano pun ikut terkekeh geli mengingat ekspresi Kenzo tadi saat baru saja menelan, sesuap nasi goreng ekstra pedas level neraka jahanam
"What!! Berteman!? Ingat Vano, tidak pernah ada yang namanya pertemanan antara pria dan wanita!" seru Kenzi dengan wajah jengahnya."Lagi pula aku hanya sekedar respect padanya, kurasa dia itu berbeda dengan wanita yang biasa naik ke ranjangmu Kenzi. Dia itu apa adanya dan dia juga tidak pandai menyembunyikan perasaanya, kurasa kau lah yang sudah salah menilainya," Vano pun kembali membayangkan wajah Freya dengan senyum manis yang terukir di wajah cantiknya itu."Cih!! Dia itu hanya memasang tampang polos Vano! Aku mengingatkanmu karena kau sudah seperti saudaraku sendiri, aku tidak mau kau mengalami hal yang sama denganku!" Kenzi pun kembali mengingat masa dimana dia memergoki secara langsung alias live, adegan ranjang panas mantan kekasihnya yang bernama Viona."Tunggu dulu Ferguso, kau tidak bisa begitu saja menyamakan Freya dengan Viona kan?" protes Vano."Tunggu saja aku membuka topeng polosnya!" Kenzi pun beranjak dari sofa dan duduk di kursi kerjanya, membuka
Byurr!!Untuk ke sekian kalinya Kenzi menyemburkan kopi yang Freya buat, namun kali ini Freya menundukkan kepalanya sambil berusaha untuk menahan tawanya."Huek!! Kopi apa ini? Kenapa asin?! Kau mau membuatku darah tinggi?!""Ups maaf tuan, kurasa aku salah memasukkan garam ke kopi anda tuan aku kira itu gula. Mungkin itu karena tadi saat aku sedang mencari gula, mataku kemasukan debu jadi aku tidak bisa melihat dengan jelas," elak Freya, "Mampus!! Rasakan itu, siapa suruh kau mengerjaiku!" batin Freya yang sedang menahan tawanya."Ooh ... Jadi tadi matamu itu kemasukan debu?" Kenzi pun beranjak dari duduknya dan berjalan perlahan ke arah Freya, dan sontak saja Freya pun perlahan berjalan mundur selangkah demi selangkah karena Kenzi pun juga dengan perlahan namun pasti mendekat ke arahnya dengan senyum devilnya.Hingga Akhirnya ...Bruk!!Langkah Freya pun terhenti saat dirinya mundur sampai menabrak sisi sofa dan membuatnya terjatuh ke atas sofa i
"Dor!!" "Aaaaa!! Ampun ... Ampun ... tadi aku tidak sengaja melakukanya, ku mohon maafkan aku tuan Kenzi ..." ucap Freya sambil mengatupkan kedua tanganya di depan dada, tanpa berani membuka kedua matanya."Hah? Kau ini kenapa Freya? Ini aku, Vano," Vano pun berusaha menahan tawanya, melihat ekspresi lucu yang Freya perlihatkan saat mengira dirinya adalah Kenzi.Freya pun segera membuka matanya dan bernafas lega, "Huft! Ku kira kau si Cadas itu yang datang untung marah-marah padaku," gerutu Freya karena berfikir paati dirinya tampak bodoh tadi di hadapan Vano."Memangnya apa yang terjadi sampai kau takut seperti itu jika yang datang ke sini tadi adalah Kenzi? Apa terjadi sesuatu di antara kalian?" tanya Vano mengangkat ebelah alisnya menatap Freya untuk mendapatkan jawaban."Aku baru saja membuat si Cadas itu mimisan," Freya menghela kasar nafasnya, dengan raut wajah yang nampak lesu."What!? Mimisan? Bagaimana bisa, ayo ceritakan padaku," Vano pun menarik kursi yang ada di depan mej