Share

Usaha Mengugurkan Kandungan

Kukendarai mobilku sambil terus memikirkan apa yang harus aku lakukan, aku tidak mungkin mempertahankan anak ini. Bagaimana dengan Damar dan keluarganya jika mereka tahu aku hamil dengan laki-laki lain, aku tidak bisa membohongi mereka. Namun aku juga takut untuk berkata jujur.

Kuparkirkan mobil di pinggir jalan, tanganku lincah membuka telpon pintar milikku. Aku mau mencari cara bagaimana caranya mengugurkan kandungan. Beberapa artikel mengatakan wanita hamil tidak boleh makan nanas muda karena bisa menyebabkan keguguran, aku akan mencoba cara ini.

Jari-jariku masih dengan lincah mencarinya cara lain, ada obat jamu pelancar haid dan dijual dengan bebas. Ada komentar yang mengatakan jika dia ingin membelinya karena sudah telat satu minggu. Aku juga akan mencoba cara ini.

Aku mengirim pesan pada penjual itu dan memintanya untuk mengirim dengan metode pengiriman tercepat. Penjual itu merekomendasikan untuk mengirim memakai jasa ojek online. Akupun menyanggupinya, segera membayar dan memberikan alamatku berada saat ini.

Satu setengah jam lamanya aku menunggu kedatangan paket itu, hari semakin senja. Aku seharusnya segera pulang sebelum orang-orang rumah mencariku. Saat memikirkan orang rumah, tiba-tiba saja ponselku berdering, panggilan dari mama.

"Iya ma," ucapku dengan rasa was-was. Takut mama beneran mencariku.

"Kamu dimana?" tanya mama dari ujung telpon.

"Lagi di jalan ma, ini lagi jalan pulang."

"Ya sudah cepetan pulang, kasian suamimu tidak ada yang menemani. Tadi dia sudah pulang. Oh iya, mama dan papa malam ini akan menginap di rumah Oma. Menyiapkan acara di kampung mertuamu."

"Baik ma, Amel segera pulang."

Aku menarik nafas lega, mama menginap di rumah Oma jadi aku bisa pulang sedikit malam. Aku harus meminum jamu ini disini, sekarang juga dan segera membuang bungkusnya di sini juga. Segera ku tengak jamu yang baru saja kubeli, membuang bungkusnya lalu segera pergi dari tempat itu.

Saat melewati tukang rujak, akupun berhenti dan meminta padanya nanas muda. Yang aku pikirkan adalah makan semua yang tidak boleh di makan oleh ibu hamil muda dan berharap calon bayi dalam perutku ini keluar dari sana. Setelah mendapatkan buah tersebut, aku memakannya sambil berkendara.

Matahari semakin bergulir kearah barat, aku harus segera kembali ke rumah seperti kata mama. Jarak sampai ke rumah sudah dekat, namun tiba-tiba kepalaku mendadak pusing. Aku tidak tahu apa yang terjadi, apa aku terlalu banyak makan nanas dan jamu, apa harusnya aku menjeda untuk memakannya.

Segera kupacu kendaraanku, aku harus segera sampai ke rumah. Sakit kepala ini harus segera di obati, atau setidaknya aku bisa segera tidur.

Mobilku memasuki halaman rumah saat azan Maghrib berkumandang. Begitu aku keluar dari mobil, Damar segera menghampiriku sepertinya dia sengaja menungguku. Damar berjalan dengan cepat ke arahku, seakan-akan dia menghawatirkan diriku karena melihatku memegang kepala.

"Kamu kemana saja hingga sore begini, aku menghawatirkan dirimu. Ponselmu tidak bisa di hubungi. Apa kamu sakit?" pertandingannya datang bertubi-tubi.

Aku menggelengkan kepala dengan badan terhuyung. Dengan sigap Damar menangkap tubuhku, lalu membopongku dalam gendongannya.

"Maafkan aku, aku harus melakukan ini," ucap Damar sambil terus berjalan membawaku ke dalam rumah.

Hatiku terasa sakit, kesedihan menghujam jantungku, aku telah berbuat jahat pada laki-laki sebaik dia. Bagaimana caranya aku bisa memperbaiki semua ini. Tidak terasa sudut mataku terasa menghangat, aku menangisi nasib buruk yang aku ciptakan sendiri.

Damar terus membawaku menaiki tangga, menuju kamarku yang sudah menjadi kamannya juga di lantai dua. Begitu sampai di kamar, dia merebahkan tubuhku di tempat tidur. Aku langsung menyembunyikan wajahku dengan cara tidur miring memunggunginya, tak ingin dia tahu jika aku menangis.

"Apa kamu belum makan? atau salah makan?" tanya Damar sambil menyelimutiku.

"Tidak, hari ini aku sudah makan banyak dengan teman-temannya," jawabku.

Tiba-tiba perutku terasa di aduk-aduk, rasa mual menyerangku. Aku segera berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan isi perutku disana. Semua yang masuk dalam perutku hari ini keluar semua. Damar mengetuk pintu kamar mandi, terdengar nada khawatir dari luar sana.

"Aku tidak apa-apa," sahutku dari dalam kamar mandi.

Tidak ada lagi panggilan dan ketukan pintu dari Damar. Setelah aku merasa tidak mual lagi, aku segera keluar dari kamar mandi dan kembali tidur di ranjang. Tak berselang lama, Damar datang lagi ke kamar dan membawa gelas berisi cairan putih. Sepertinya dia membawa segelas susu.

"Minumlah, mungkin kamu salah makan, keracunan makan atau makan sesuatu yang sudah kadaluarsa. Susu ini bisa menetralisir racun," ucapnya sambil menyodorkan gelas tersebut.

Ragu-ragu aku menerimanya, bagaimana bisa aku meminum susu setelah meminum jamu. Bagaimana jika itu tidak bekerja.

"Minumlah ...." ucapnya lagi membuyarkan lamunanku.

Dengan enggan aku akhirnya meminum cairan itu hingga setengah.

"Aku tinggal dulu ya, mungkin benar kamu salah makan. Aku akan mencarikan air kelapa untuk kamu minum. Kalau di kampung, itu juga bisa membantu mengobati orang salah makan."

"Damar ... Tidak perlu kamu mencarinya. Aku tidak apa-apa," ucapku lirih.

"Kalau kamu kenapa-napa bagaimana aku akan bertanggungjawab pada kedua orang tuamu. Aku akan segera kembali," ucapnya sambil tersenyum lalu pergi keluar dari kamar meninggalkan diriku sendiri.

Hatiku makin diliputi rasa bersalah, dia yang begitu baik dan perhatian malah aku hianati. Yaa Tuhan bagaimana aku bisa melewati semua ini, aku terisak menyesali apa yang sudah aku lakukan. Jikapun anak ini akan keguguran, tetap saja aku bukan gadis yang suci lagi. Aku ternoda, tidak pantas untuknya, laki-laki sebaik Damar.

Apa aku harus mati saja, mungkin itu yang terbaik buat semuanya. Tidak adil rasanya bagi Damar menerima bekas orang seperti diriku ini, bahkan Zayden si brengs*k itu pun tidak mau menerima bekas orang.

Jika aku mati aku akan membawa serta anak yang tidak diinginkan ini bersamaku, Damar bisa menikah lagi dengan wanita lain yang lebih baik tanpa harus tahu kehamilanku, papa dan mama mungkin juga tidak akan malu. Atau lebih baik aku pergi saja dari sini?

Semua bisikan-bisikan itu berdengung di telingaku, aku berjalan menuju meja rias. Mencari benda tajam yang mungkin ada di laci meja itu.

Diluar sana terdengar petir menyambar dan hujan turun dengan deras, tidak ada Damar, tidak ada kedua orang tuaku. Apa alam sedang berpihak padaku agar aku mengakhiri hidup ini. Mataku menatap tajam pada benda berkilat yang ada di tanganku.

🍁🍁🍁

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ratu Kalinyamat
waduuhh mo nekad mba.
goodnovel comment avatar
Dewi Imelda
mau baca loncat part TPi g tau carax ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status