Share

pesan WA

Tanpa pikir panjang langsung kutulis pesan  balasan untuk orang tersebut. Aku ingin mengetahui seberapa jauh hubungan mereka. 

(sabar sayang... semua butuh waktu.)

Setelah selesai menulis, segera kukirim pesan itu. 

Sambil menunggu pesan itu dibalas, aku mulai memikirkan cara bagaimana cara membalas kelakuan mas Arga. Mempermalukan dia di depan umum? Ah, itu sama saja aku mempermalukan diri sendiri. Menguras habis harta suami sebelum cerai? Apanya yang mau dikuras, hidupnya saja pas-pasan. Kepalaku mulai pening mencari cara yang cocok untuk membalasnya. 

Tiba-tiba aku teringar dengan cerita  Devi, sahabatku. sebuah ide cemerlang pun muncul terinspirasi dari ceritanya . Ya! Akan kubuat suamiku semakin layu. biar enggak ada perempuan yang mau sama dia. Aku tersenyum licik sambil menatap mas Arga.

Sebuah pesan kembali tertera pada layar ponsel mas Arga yang didahului oleh bunyi nada pesan. Aku segera membaca pesan tersebut.

(Kapan, Mas? Sudah empat bulan kamu janji mau ceraikan istrimu, tapi nyatanya...?)

Jadi mas Arga sudah selingkuh sejak 4 bulan yang lalu. Kurang ajar sekali dia! Hidup pas-pasan saja selingkuh, apalagi kalau kaya.

Kembali aku membalas pesan W* dari orang yang kuyakini sebagai selingkuhan suamiku.

(Secepatnya sayang...)

Tak berselang lama ia pun membalas pesan yang kukirim dari nomor mas Arga.

(Oke... besok siang jangan lupa mampir ke rumah ya, Mas. Aku akan memuaskanmu lagi.)

Itulah pesan ketiga yang dikirim oleh nomor yang sama. Aku yakin sekali pengirimnya adalah seorang yang tak sengaja disebut namanya oleh suamiku. Ya, pasti ini nomor W*-nya Dini.

“Jadi selama ini mas Arga sudah berbuat zina.  muasin istri aja kagak bisa, kok ya pake acara selingkuh  segala.” gerutuku. 

Kuletakkan kembali ponsel ini pada tempat semula setelah menghapus pesan W* itu. Hanya pesan yang terakhir saja yang tak kuhapus. Itu karena aku berencana mengerjai mas Arga. Segera kutinggalkan suamiku yang masih pulas tertidur. Biar saja dia tidur di sini, jijik rasanya jika harus tidur berdua dengannya.

Keesokan harinya aku bersikap seolah tak ada apa-apa. Rutinitas tetap kujalani seperti biasanya. Bangun pagi langsung menuju dapur, menyiapkan sarapan untuk suami, mertua dan adik ipar. 

Setelah menikah memang aku tinggal di rumah mertua. Sebenarnya sih aku ingin mandiri, tapi ibu mertuaku tak pernah mengizinkan. Alasannya karena rumah ini masih muat untuk kami tinggali bersama, padahal aku yakin ibu mertuaku hanya ingin memanfaatkan tenagaku saja. 

Mas Arga bekerja di sebuah perusahaan  dengan gaji kurang dari 4 juta. Uangnya ia gunakan untuk bayar cicilan mobil 1 juta per bulan, di kasihkan ibu mertua 1 juta, untuk pegangan dia 1 juta, praktis uang belanja untukku Cuma senilai satu juta kurang. Untung saja aku masih punya simpanan di bank, jadi enggak terlalu pusing masalah uang dapur.

“Aku berangkat dulu ya, Dek!” pamit mas Arga sambil berlalu.

“Iya, “ sahutku dingin.

Biasanya sih, aku selalu mencium punggung tangan suamiku, tapi entah kenapa pagi ini rasanya malas. Mungkin karena ingat kejadian semalam kali ya? Nanti siang kan mas Arga akan menemui selingkuhannya.

“Jadi istri kok enggak ada sopan  santun begitu, suami pamit mau cari nafkah kok jawabnya cuman iya doang. Cium tangan atau apa kek!” cerocos ibu mertuaku dengan tatapan sinis. 

“Iya, mbak Dinda bagaimana sih, enggak romantis banget,” timpal Anggi, adik iparku yang masih duduk di bangku SMA.

“Bukan begitu, mas Arga kan lagi buru-buru,” kilahku. 

“halah... banyak alasan kamu!” sergah ibu. 

Aku memilih abai daripada menanggapi ucapan ibu. Ujung-ujungnya sama, ibu tak mau mendengar perkataanku. Kembali kulanjutkan aktivitasku di dapur. 

Sejak dulu memang ibu mertuaku tak menyuakaiku, apa yang aku lakukan selalu di anggap salah olehnya. Namun, demi cintaku pada mas Arga, aku selalu bersabar menghadapi tingkah mertuaku yang memperlakukanku seperti seorang pembantu.

Untuk urusan mas Arga, aku enggak perlu khawatir. Pasalnya, tadi pagi aku sudah menaburi celana dalam suamiku dengan serbuk cabai. Biar saja dia merasakan panas pada alat vitalnya. Aku sampai tersenyum sendiri membayangkan mas Arga kelojotan. Aku yakin rencana mereka untuk bertemu akan gagal.

Selesai masak dan menyapu rumah, aku bersantai sejenak sambil menonton televisi. Lelah rasanya setelah sedari tadi berjibaku dengan pekerjaan rumah yang tiada habisnya. 

“Bagus... suami lagi kerja, istrinya ongkang-ongkang kaki di rumah,” sindir ibu mertuaku tiba-tiba. 

Aku hanya melirik sekilas lalu kembali menatap layar televisi. 

“Heh! Kalau ada orang tua ngomong dengerin!” bentaknya “hidup aja masih jadi benalu,  jam segini sudah nonton TV!” 

Ibu memarahiku sambil tangannya mematikan TV. 

Seketika kupingku memanas mendengar hujatan ibu. Ingin rasanya kutampar saja mulut mertuaku biar enggak asal ngomong. Enak saja dibilang benalu, padahal tiap bulan aku mengeluarkan uang jauh lebih banyak dari yang mas Arga .

Aku memilih pergi daripada meladeni ibu yang selalu bikin masalah. Takutnya terbawa emosi lalu menampar mertuaku. bisa-bisa rencana membalas perbuatan mas Arga akan berantakan. 

Ya, aku memang akan menuntut cerai pada mas Arga, tapi tidak sekarang. Sebelum bercerai aku ingin membuat hidup suamiku dan keluarganya menderita. Membalas dengan gaya yang elegan. Tak terlihat tapi terasa sangat menyakitkan. Lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan. Kalian harus menerima ganjaran karena sudah menyia-nyiakan aku!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
kmu g usah nombokin klo uang bulanan kurang biarkan saja seada nya uang yg d kasi Arga biar ibu nyatau klo Arga cuma kasi uang belanja 1 jt ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status