Sesosok dua wanita tengah mondar mandir di basement parkiran. Sampai akhirnya, seseorang datang untuk menuju mobil sport warna merah. Salah seorang wanita meminta temannya untuk bersiap-siap dan mengecek baju serta makeup-nya.
Ternyata, dua wanita tadi sengaja menunggu Prabu yang selesai nge-gym. Saat Prabu akan memasuki mobilnya, dua wanita tadi menghadang Prabu. Salah satu wanita berambut warm hazelnut maju dan menutup pintu mobil Prabu. Ia kemudian duduk di kap mobilnya, kemudian membuka cardigan yang menutupi sampai pahanya. Ia sengaja memperlihatkan kemulusan tubuhnya karena ia hanya memakai celana pendek dan tank topnya.
"Hai, tampan. Kamu mau pulang?" goda wanita itu sambil tangannya menyentuh wajah serta tubuh Prabu.
"Namaku Merin, aku sudah lama mengincarmu. Namamu Prabu, kan?" goda lagi wanita itu dengan mendesah.
"Oh iya, how do you know me?" tanya Prabu.
"Well, kita nge-gym ditempat yang sama dan aku mencari tahu siapa kamu. Aku rasa, aku suka kamu. Kamu hot! idaman aku." desah Merin kepada Prabu.
Prabu sudah biasa menghadapi beragam wanita yang mengejarnya. Ia akhirnya mengikuti permainan dari wanita tersebut. Prabu berpura-pura tergoda olehnya, agar wanita itu merasa bisa menaklukkan Prabu. Sampai akhirnya, Merin menjatuhkan ciuman di pipi Prabu dan membisikkan sesuatu.
"Aku bisa memberimu lebih dari ini, kita pulang bersama-sama yuk! Mungkin kita butuh waktu untuk mengenal lebih dalam." goda Merin lagi.
Prabu hanya tertawa smirk. Ia akhirnya menyanggupi. Prabu kemudian meminta Merin menunggunya dan pergi ke belakang mobil mengecek kendaraannya itu. Merin kemudian menengok ke temannya yang sedang memantau di belakang dan memberikan isyarat kalau dia berhasil menaklukkan Prabu. Tak lama, Prabu memanggil Merin.
"Uhmm.. sorry Merin. Kamu bisa ke belakang mobil gak? Aku mau mengeluarkan mobil dulu. Kamu ke belakang saja, biar aku tidak merusak kulit indahmu dengan goresan mobilku. Cantik," kata Prabu sambil menggodanya. Merin pun menuruti perintah Prabu dan berada di belakang knalpot mobilnya.
Prabu segera masuk ke mobil. Ia mulai menyalakan mesinnya dan sampailah tiba saatnya dia memberi pelajaran kepada Merin. Tak lama, dalam posisi mobil netral, ia menekan gas dengan keras sehingga membuat udara pada knalpot keluar dan sesuatu terjadi pada Merin.
"Ah.. ah... ah.. apa ini ah...!" teriak Merin.
Prabu mengerjai Merin dengan menaruh bubuk kopi di dalam knalpotnya. Saat ia di belakang, udara yang keluar dari knalpot saat Prabu menekan pedal gas dengan kencang yang membuat bubuk kopi berterbangan ke Merin.
Ia menengok Merin melalui spion, ia tertawa terbahak-bahak dan segera memacu mobilnya. Merin yang tadinya mulus dan bersih menjadi wanita yang habis dikerjai saat ulang tahun. Teman satunya menghampiri Merin untuk membantunya. Prabu kemudian menghentikan mobil di depan mereka berdua.
"Hey, Merin.. it's you? Haha.. wajahmu kenapa kotor? Dan bau?" tanya Prabu. Merin dan temannya terdiam.
"I'm sorry. Aku gak bisa mengantar kamu pulang, sepertinya mobilku ini tidak mau di tumpangi oleh wanita jorok sepertimu. Aku lebih merasa kasihan jika mobilku dikotori oleh mu. Haha.." sindir Prabu kepada Merin yang sudah berani memegang tubuhnya dan mobil kesayangannya.
Dengan kacamata Gucci hitamnya, Ia melambaikan tangan kepada kedua wanita tersebut dan memacu mobilnya dengan kencang sambil mengacungkan jari tengahnya. Setelah keluar dari parkiran, ia menekan tombol agar atap mobilnya tertutup.
Selama di jalanan ia mengomel di dalam mobil. Ia heran dengan para wanita yang mengejarnya rata-rata matre dan memanfaatkan dirinya. Mereka ingin menumpang gratis di mobil sport-nya serta memajang foto untuk status media sosial dan berlomba-lomba mendapatkan pengakuan "Who is the best!". Ia heran dengan pemikiran perempuan sekarang.
"Shit! ada-ada saja kelakuan cewek sekarang. Bikin gue muak!" Prabu yang meluapkan amarahnya saat menyetir. Tak lama ia terngiang oleh omongan Denias tadi mengenai Ninda.
Ninda merupakan wanita yang pernah singgah di hati Prabu. Hanya dia yang bisa mengubah Prabu yang playboy menjadi jinak di hadapan Ninda. Sikap Ninda yang perhatian dan sangat memperhatikan Prabu, menjadikan Prabu nyaman dan semakin cinta terhadapnya. Namun, suatu hari Ninda berubah menjadi mantan karena suatu kejadian.
Saat itu, Prabu yang habis pulang minum dari Kelab Malam melihat ada mobil yang ia kenali. Mobil itu merupakan pemberiannya kepada Ninda sebagai hadiah ulangtahun Ninda. Ia senang, Ninda mampir ke rumah keluarganya. Saat masuk ke dalam rumah, ia melihat Ninda memeluk erat Bima, kakak tertua Prabu.
"Kak Bima, aku mencintaimu kak! hanya kamu! Aku gak bisa mencintai Prabu. Prabu hanya ku anggap sebagai teman." tegas Ninda kepada Bima.
Bima hanya terdiam dan bingung. Karena tak ada jawaban, Ninda pun akhirnya memberikan ciuman di bibir Bima sebagai bukti ia mencintainya. Sampai akhirnya, ia berhenti karena ada seseorang wanita yang meneriakinya.
"Apa yang kalian lakukan di rumahku!" teriak seorang wanita tua yang keluar dari kamarnya. Ternyata, pemilik rumah itu adalah Nyonya Mira, yang merupakan nenek Prabu dan Bima. Tak lama, Nyonya Mira menengok ke arah Prabu.
"Prabu, kamu mabuk lagi! Kebiasaan kamu!" gertak nenek kepada Prabu.
Bima dan Ninda kaget kemudian menoleh karena Prabu datang. Prabu yang tersulut amarah langsung memukul wajah kakaknya, Bima. Semua orang di rumah itu membantu melerai perkelahian Bima dan Prabu. Akhirnya, Ninda menarik Prabu. Ia meminta maaf karena selama ini ia tidak mencintai Prabu, yang ia cintai selama ini hanyalah Bima. Bima merupakan cinta pertama Ninda, ia meminta mengakhiri hubungannya dengan Prabu. Setelah mendengar kata itu, Prabu sakit hati dan mengusir Ninda pergi dari rumah. Setelah kejadian itu, tidak ada satupun yang berani berbicara. Nyonya Mirna memberitahukan kepada yang terlibat kejadian itu untuk tidak memberi tahu kepada siapapun dan menganganggap kejadiaan saat itu tidak ada. Sampai saat ini, yang mengetahui kejadian itu adalah Nenek Mirna, Bima, Prabu, Pak Entis dan Cing Emon sebagai pembantu di rumah neneknya.
Hal itu menimbulkan efek hubungan Bima dan Prabu semakin renggang. Bahkan, Prabu seperti tidak mengenal kakaknya lagi, begitupun juga kepada Ninda. Ia mulai cuek kepada Ninda. Ninda akhirnya memilih pergi ke Paris untuk mengejar karirnya sebagai model internasional. Kejadian itu, yang akhirnya juga membuat Nyonya Mirna, neneknya sakit-sakitan. Dalam hati, ia tidak ingin berlama-lama berselisih dengan kakaknya. Karena ia tahu, neneknya pasti kepikiran hal tersebut. Namun, ego mengalahkan segalanya.
Lampu jalan menyala warna merah. Prabu menghentikkan mobilnya. Diluar, hujan semakin deras. Ditengah suara hujan dari luar, Prabu bergumam.
"Andai di dunia ini, ada seseorang yang bantu gue dari semua masalah ini. Yang buat nenek bahagia. Lucky me." gumam Prabu sambil menunggu lampu hijau menyala.
Tibalah saatnya, H-1 sebelum berangkat ke Jakarta. Saat di kelas, aku menyampaikan kepada siswaku tercinta untuk selama sebulan mengerjakan tugas yang kuberikan dengan mengerjakan sungguh-sungguh. Serta memfoto jawaban ke e-mail sembari melihat keefektifan materi yang ku berikan. Sepulang sekolah, aku mengucapkan terima kasih kepada Bu Siti dan berpamitan dengan guru dan karyawan di MTs Al Husna.
Keesokannya, Aku diantar oleh ibu dan Eyang di stasiun Weleri. Kami berpamitan dan saling berpelukan. Eyang merasa sedih karena tidak ada yang membelikannya Pisang Goreng lagi. Aku meledeknya karena ia punya masalah dengan kolestrolnya untuk puasa satu bulan dari makan gorengan. Klakson kereta berbunyi yang menandakan untuk penumpang segera memasuki gerbong kereta, dan aku bergegas menuju ke dalam gerbong. Perjalanan selama 8 jam ku tempuh dari Weleri ke Jakarta. Tak lupa selama di kereta, aku mengecek kembali akomodasi dan kelengkapan selama di Jakarta nanti.
Kereta mengakhiri perjalanannya di stasiun Senen. Tas ransel, tas jinjing dan koper aku bawa keluar dari stasiun. Di depan pagar Stasiun Senen, untuk menunggu jemputan ojek online pesananku. Dari arah utara, datanglah seseorang pengendara yang melajukan sepeda motor bebeknya dengan pelan sambil beberapa kali menoleh ke sebelah kiri sampai tepat dia berhenti di hadapanku.
"Dengan Mbak Eka?" tanya pengemudi ojek.
"Anda Pak Sarto?" tanyaku mengenai nama pengemudi tersebut dan dijawab dengan anggukkan. Ternyata ojek pesananku sesuai aplikasi telah datang.
Akhirnya aku mengendarai ojek online itu untuk menuju ke tempat penginapanku, yaitu Kost Tiara. Terpaksa memilih tempat itu karena penginapan tersebut jaraknya lebih dekat dengan Universitas Pandawa, tempat dimana aku akan menjalani pelatihan di sana. Selain itu juga murah. Jadi, tidak repot-repot membuang pengeluaran yang besar.
Selama di perjalanan, Pak Sarto menceritakan tentang kehebatan Universitas Pandawa kepadaku. Universitas tersebut merupakan universitas swasta paling bergengsi di Jakarta. Rata-rata mahasiswa di sana adalah kalangan kelas atas seperti artis, anak-anak pengusaha yang punya pabrik dimana-mana serta anak pejabat. Dan bahkan, lulusannya sukses bekerja di luar negeri. Bekerja sebagai dosen di sana bisa mengkoleksi tiga mobil mewah selama satu tahun.
Tapi, Aku mengelak mengenai cerita Pak Sarto. Menurutku, sebagus apapun Universitas jika orang yang memasukinya tidak memanfaatkan kesempatan yang ada, maka akan sia-sia. Pak Sarto pun menyetujui pendapatku. Karena aku seseorang yang baru pertama kali di Jakarta, ia memberi rekomendasi tempat makanan yang enak, harga kaki lima. Sampai akhirnya perjalanan berakhir di Kost Tiara. Pak Sarto kemudian memberikan kartu namanya dimana ada foto kepalanya yang diedit menjadi besar. Jika butuh bantuan, bisa menghubungi Pak Sarto. Aku menerimanya dan berpamitan kepada Pak Sarto. Dan, tak lupa satu kebiasaanku adalah mengucapkan "Terima Kasih" karena itu sebagai bentuk penghargaan orang telah membantu kita.
Beralih ke Balairung Universitas Pandawa, panitia acara dan para vendor sedang sibuk mempersiapkan acara untuk besok. Disudut lain datanglah tiga pria. Semua mata wanita tertuju pada tiga pria itu. Ternyata mereka adalah "trio PAD" yaitu Prabu, Alvaro dan Denias. Mereka sedang kroscek persiapan acara.
"Nih balairung tiap hari gak pernah sepi, ada aja acaranya. Nanti gue nikahan bakal ngadain di sini ah. Kek-nya keren nih." kehaluan dari Denias.
"Mau nikah gimana, cewek aja belum jelas. Pikirin tuh barisan mantan lo kalau datang trus nambah masalah. Bisa-bisa kampus ini jadi trending topik di berita, ya gak Prab?" tanya Alvaro kepada Prabu.
Karena tidak ada jawaban, Alvaro dan Denias menoleh ke Prabu. Ternyata, dirinya sedang sibuk dengan handphonenya yang tengah bernegosiasi dengan sales motor balap impiannya. Motor balap tersebut terdapat tanda tangan idolanya, Fabio Quartararo.
"Ada cewek baru ya Prab?" tanya Denias sambil merangkul Prabu yang akhirnya ditepis oleh Prabu.
"Diem lo, nih gue lagi deal-dealan nih. Susah banget negonya." keluh Prabu.
Karena tidak ada jawaban dari sales motor itu, akhirnya ia memutuskan pergi ke dealer motor sambil mengajak teman-temannya.
Sesampainya di sana, Prabu bersaing dengan seorang anak SMA berumur 16 tahun yang meminta dibelikan motor tersebut sebagai hadiah ulang tahunnya. Peperangan tawar-menawar harga pun dimulai dihadapan sales tersebut. Sempat hampir kalah, ia akhirnya mengeluarkan jurus kegantengannya dan rayuan mautnya untuk memikat sales wanita tersebut. Tangan sales itu dipegang dan gombalan-gombalan ia keluarkan membuat sales tersebut terpesona. Dan akhirnya, pemenangnya adalah Prabu. Kedua temannya pun geleng-geleng melihat kelakuan Prabu demi mendapatkan motor impiannya yang kemudian ia bawa pulang ke apartemennya, sambil merasakan kemenangannya mendapatkan motor balap impiannya yang sekaligus terdapat tanda tangan eksklusif dari Fabio Quartararo. Ia selalu mengelus-elus motor tersebut layaknya kekasih. Sampai-sampai orang terheran-heran. Ganteng sih, tapi pacaran sama motor?
Hari pembukaan telah dimulai. Yup, bertepatan dengan hari Sabtu di bulan Oktober akhir. Semua peserta yang terdiri dari guru se-Indonesia mulai memasuki kawasan kampus tersebut, termasuk Aku. Beberapa mahasiswa menyambut dan membagikan sebuah road map untuk membantu peserta pelatihan menyusuri kampus. Di satu sisi, para panitia mulai sibuk bersiap-siap, antara lain Alvaro dan Denias. Mereka berdua tengah kebingungan mencari keberadaan Prabu yang belum nongol di Balairung Hastinapura."Varo, nih anak satu dimana sih? Jam segini belum nyampe! Awas lo kalau telat Prab!" keluh Denias kepada Alvaro yang kesal dengan Prabu yang belum datang saat acara genting."Paling nih anak kebanyakan pacaran sama motornya nih." keluh Alvaro.Padahal, sebenarnya Prabu tengah mengendarai motornya terjebak macet karena ada pohon tumbang di jalan yang sering ia lewati. Akhirnya, ia memutuskan untuk putar arah dan mencari jalan alternatif lain karena terburu-buru. Dan setelah beberapa waktu, akhirnya Prabu da
Enam bulan yang lalu, melalui grup chat kantor. Kepala Sekolahku yaitu Bu Siti mengirimkan sebuah poster mengenai lomba membuat desain modul yang kreatif dan komunikatif. Jika desainnya bagus dan 3 peserta mendapatkan nilai tertinggi, maka akan mendapatkan hadiah berupa uang tunai sebesar tiga juta sampai sepuluh juta Rupiah dan juga mendapatkan kesempatan untuk terlibat langsung dalam proyek nasional Kementerian Pendidikan yaitu membuat Modul Nasional. Proyek tersebut dikhususkan untuk membuat modul pembelajaran yang akan digunakan secara merata di seluruh Indonesia. Maka, peserta lomba tersebut terdiri dari guru-guru se-Indonesia. Jadi, setiap tingkatan jenjang sekolah dasar sampai menengah atas dan per mata pelajarannya, hanya 102 peserta yang bisa lolos untuk bisa masuk ke proyek ini. Jika di total akan ada dua ribu orang yang terlibat dalam proyek ini. Fasilitas yang didapatkan adalah pelatihan gratis, jalan-jalan gratis serta sertifikat untuk bisa menambah jenjang karir karena di
Semua peserta berhamburan di kampus Pandawa. Mereka memanfaatkan momen untuk berfoto bersama, ada yang selfie bahkan bersantai sambil menikmati pemandangan di kampus tersebut. Tak terasa, jam menunjukkan pukul 13.00 WIB. Semua handphone peserta berbunyi secara sahut menyaut yang menandakan bahwa mereka harus memasuki nomor ruangan yang di instruksikan. Mereka pun akhirnya satu per satu berpisah. Termasuk Ulma dan Aku. Tapi, kami hanya bersebelahan kelas saja."Eka, aku di gedung Sadewa lantai 3F. Kamu dapat dimana?" tanya Ulma."Aku dapat di gedung Sadewa lantai 3E." jawabku.Kami berdua kegirangan karena mereka bisa bersama walau hanya berpisah beberapa jam di ruang terpisah. Ulma sempat menyayangkan tidak bisa satu kelas denganku karena tidak bisa ngobrol lebih lama. Aku menenangkan Ulma agar menerima keputusaan yang sudah ditetapkan.Sesampainya di gedung Sadewa lantai 3, kami berdua berpisah. Ulma masuk ke kelas F, dan Aku memasuki kelas E yang dimana terdapat 4 barisan meja panjan
Jam dinding Hawai Bar menunjukkan waktu delapan malam. Prabu tiba di sana lebih dulu. Sekitar sepuluh menit ia duduk, lantas segera menghubungi temannya kembali menanyakan keberadaan mereka. Tak lama menunggu sekitar tujuh menit, Alvaro dan Denias turun dari taxi. Mereka berdua memasuki Bar tersebut dan Prabu yang melihat segera melambaikan tangan kepada dua sahabatnya itu untuk memberikan tanda tempat nongkrongnya. Mereka berdua kemudian menuju ke tempat Prabu duduk. “Lo berdua lagi balas dendam sama gue ya!” sindir Prabu kepada kedua sahabatnya yang telat datang. Sama halnya saat Prabu telat datang di perhelatan tadi pagi. “Makanya, lain kali jangan mulai dulu. Tumbenan lo kalau urusan alkohol nomor satu lo!” jawab Denias yang balik menyindir. Alvaro melerai perdebatan kecil mereka dan meminta Prabu segera menyiapkan pesanan. “Hei, you two! kalian ini dosen tapi sekali ribut kaya anak SD. Oke Prab, sebelum kita mendengar permintaan maaf dari lo, beernya siapkan dahulu dong.” pint
Weekend terakhir sudah terlewati, hari pelatihan pertama pun tiba. Semua rombongan yang saat hari sabtu kemarin kembali menapaki halaman Universitas Pandawa, bedanya mereka tidak ke Balairung lagi. Jika dilihat, nampak sekilas seperti anak kampus yang berangkat kuliah di gedung. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi, beberapa orang mulai memasuki ruangan masing-masing termasuk Aku. Di dalam gedung Sadewa ruangan 3E, Aku berdo’a agar selama pelatihan nanti berjalan lancar, tidak terjadi masalah dan tidak membuat kesalahan kepada Pak Prabu. Tak lama, tim desain yang satu kelompok denganku datang. Kami akhirnya berkenalan. Pertama, yang menjadi ketua kelompok tiga bernama Pak Emil dari Bandung, berikutnya yang umurnya tak jauh dari Pak Emil adalah Bu Zeva yang berasal dari Palangkaraya, dan yang terakhir ia guru yang paling muda di kelompok bernama Bu Nafis yang berasal dari Makasar. Mereka pun sempat berbincang dan bercanda, walau di lubuk hatiku di hantui rasa was-was akan pelatihan hari pe
Setelah introspeksi tiga kesalahannya di waktu lalu, ditambah masih ada 25 hari aku masih bertempur di kampus tersebut dan tahu bahwa perjalanan ini bakal lebih berat. Dengan mengucapkan basmalah, aku merapikan jilbab, kemudian melangkahkan kaki keluar dari pagar kos untuk siap mengahadapi sisa waktu di Universitas Pandawa. Pelatihan hari keempat dimulai. Seperti biasa, kampus penuh dengan para peserta pelatihan proyek. Ulma yang berada di parkiran motor menungguku di atas joknya. Tak lama ada suara memanggilnya dari kejauhan. “Ulma!” teriakku. Ulma berbalik dan menghampiri. “Eka, are you ready today?” tanya Ulma yang penuh semangat, karena temannya itu sedang berusaha bangkit agar tidak insecure lagi. Hal itu ku jawab dengan teriakan “iya” secara lantang sembari mengepalkan kedua tangan. Akhirnya, kami berdua menuju ke lantai 3 gedung Sadewa, tempat pelatihan kami. Kebersamaan tersebut akhirnya berhenti saat di ruangan 3E, dimana tempat tersebut merupakan ruangan pelatihanku. Kami
Akhirnya, tugas sesungguhnya datang. Tugas tersebut adalah membuat desain modul berdasarkan bab yang sudah ditentukan bersama kelompoknya. Kelompok 3 yang terdiri dari aku, Pak Emil, Bu Zeva dan Nafis mendapatkan materi "lingkaran". Kami berempat membuat grup chat lagi untuk pembahasan lebih mendetail. Sampai tak terasa, pelatihan hari itu berakhir pada jam dua sore. Kami semua diminta mengumpulkan hasil desain modulnya pada hari senin depan. Artinya, masih ada waktu tiga hari untuk mengerjakannya. Selama tiga hari, Aku dan kelompokku berkutat mendesain modul. Aku dan Pak Emil bagian desain. Sedangkan Nafis dan Bu Zeva bagian tipografi atau penulisannya. Sampailah tiba hari senin, kami semua berkumpul lagi di kelas. Di dalam sana, kami tengah sibuk mengecek persiapan yang akan ditampilkan saat presentasi nanti. Tak selang beberapa lama Prabu, Pak Nofal dan Nadeo memasuki ruangan. Semua tampak biasa saja di awal, terkecuali Prabu hari ini. Entah kenapa raut mukanya lebih seram dibandin
Esok harinya, pelatihan berjalan seperti biasa. Yang membedakan hanyalah Prabu yang absen dua hari karena mendapatkan sanksi dari kampus. Sehingga, yang mengisi materi hanyalah Pak Nofal saja. Sebelum pelatihan berakhir, Pak Nofal memberi tahu kepada peserta di ruangan 3E mengenai kehadiran Prabu yang direncanakan besok sudah bisa kembali mengajar. Semua peserta di ruangan tersebut langsung berkeluh kesah karena merasa tidak damai. Rasanya seperti akan maju ke medan tempur lagi setelah suasana damai. Salah satu peserta protes dan meminta untuk Pak Nofal saja yang mengajar karena selama absennya Prabu, pelatihan berjalan lancar. Namun, Pak Nofal tidak bisa menolak karena sudah termasuk SOP proyeknya. Update mengenai kehadiran Prabu akan dikabari nanti malam melalui chat grup. Akhirnya Nadeo dan Pak Nofal menutup kegiatan. “Aduh, besok Pak Prabu datang.” keluh Nafis “Harus beli minyak kayu putih lagi nih. Belum apa-apa malah sudah pusing lagi.” Bu Zeva kemudian mengeluarkan minyak puti