Share

Bab 5 - Kali Kedua

Semua peserta berhamburan di kampus Pandawa. Mereka memanfaatkan momen untuk berfoto bersama, ada yang selfie bahkan bersantai sambil menikmati pemandangan di kampus tersebut. Tak terasa, jam menunjukkan pukul 13.00 WIB. Semua handphone peserta berbunyi secara sahut menyaut yang menandakan bahwa mereka harus memasuki nomor ruangan yang di instruksikan. Mereka pun akhirnya satu per satu berpisah. Termasuk Ulma dan Aku. Tapi, kami hanya bersebelahan kelas saja.

"Eka, aku di gedung Sadewa lantai 3F. Kamu dapat dimana?" tanya Ulma.

"Aku dapat di gedung Sadewa lantai 3E." jawabku.

Kami berdua kegirangan karena mereka bisa bersama walau hanya berpisah beberapa jam di ruang terpisah. Ulma sempat menyayangkan tidak bisa satu kelas denganku karena tidak bisa ngobrol lebih lama. Aku menenangkan Ulma agar menerima keputusaan yang sudah ditetapkan.

Sesampainya di gedung Sadewa lantai 3, kami berdua berpisah. Ulma masuk ke kelas F, dan Aku memasuki kelas E yang dimana terdapat 4 barisan meja panjang. Saat memasuki ruangan itu, Aku duduk di meja nomor 3 yang berisikan 4 bangku. Semakin lama, ruangan itu menjadi penuh. Dugaanku bahwa 3 orang yang duduk di meja ini  merupakan orang-orang yang akan menjadi rekan satu timku nanti.

Tak butuh waktu lama, tiga orang mulai memasuki ruangan itu. Orang pertama yang masuk adalah seorang laki-laki memakai jas almamater kampus, terkesan seperti wajah mahasiswa. Kedua adalah laki-laki paruh baya, rambutnya sudah terlihat 10% rambutnya berwarna putih memakai kacamata, berpakaian batik, sepertinya dari pihak Kementerian. Satunya lagi, pria muda kisaran umur mendekati 30 tahun, gagah, tinggi, tipe kulit light beige, berjalannya bak model yang membuat seisi ruangan terpana, kecuali Akuyang sibuk mengeluarkan buku catatan dan pulpen yang entah terselip dimana.

Laki-laki yang memakai jas almamater itu membuka acara dan memperkenalkan diri. Ia bernama Nadeo. Mahasiswa semester 6 di Universitas Pandawa. Selama pelatihan, ia bertugas membantu secara teknis dan menjadi MC (biar irit anggaran). Dilanjutkan ia mempersilahkan dua pria disebelahnya untuk memperkenalkan diri.

Pria paruh baya atau biasa dipanggil dengan Pak Nofal. Ia menjelaskan secara singkat mengenai riwayat hidupnya serta menjelaskan prosedur selama menjalani proyek ini. Dimana, nantinya Pak Noval akan bergantian dengan pria yang di sebelahnya untuk membimbing peserta bisa menghasilkan modul yang kreatif, menarik tetapi pesannya tersampaikan. Setiap kelas, akan dibimbing oleh satu orang dinas dan satu orang dosen jurusan Desain Komunikasi Visual dari universitas terbaik di Indonesia dan salah satunya dari Universitas Pandawa.

Aku pun akhirnya menemukan bolpen yang terselip di dalam tas. Saat giliran pria yang terakhir akan memperkenalkan diri, tiba-tiba pandanganku terhalang oleh ibu-ibu di depan yang sedang mencari posisi memotret untuk membuat stories media sosial mereka.

"Duh, ganteng banget si. Kalau bisa jadi mantuku." kata Ibu pertama.

"Foto dulu, lumayan biar heboh grup chat. Bisa ku kenalin ke anak-anakku." kata Ibu kedua.

Pria terakhir mulai memperkenalkan dirinya.

"Perkenalkan, saya Prabu Bagaskara. Bisa Anda panggil saya Prabu. Usia 29 tahun. Saya dosen Universitas Pandawa mengajar program studi Desain Komunikasi Visual di sini. Salam kenal semuanya, saya harap ilmu saya bisa membantu kalian semua." Prabu yang memperkenalkan dirinya.

Sontak membuat perempuan di sana heboh reaksinya, lagi-lagi kecuali diriku. Hanya bisa kaget melihat reaksi heboh ibu-ibu satu ruangan. Hanya saja, aku seperti pernah mendengar nama Prabu baru-baru ini tetapi tidak ingat dimana.

Nadeo pun menjelaskan bahwa setelah acara pembukaan selesai, berikutnya adalah menentukan kelompok kerjanya. Dan benar saja dugaanku, bahwa akan masuk ke kelompok 3 karena penentuan kelompok berdasarkan meja yang di tempati dan ketua kelompoknya berdasarkan siapa yang di barisannya duduk di kursi yang terdapat tali hijau. Untungnya aku tidak melihat adanya pita warna hijau di kursinku. Hah ... syukurlah. Dan ternyata yang dapat di barisanku adalah bapak-bapak. 

Agenda berikutnya adalah sesi perkenalan peserta pelatihan dengan menyebutkan nama dan asal kotanya saja dengan cara berdiri. Satu per satu mulai memperkenalkan diri. Sampailah tiba giliranku.

"Halo semua, saya Eka Febrina. Bisa panggil saya Eka. Asal dari kota Kendal. Terima kasih." Eka memperkenalkan diri.

Namun, saat menghadap ke depan, mataku terbelalak. Kaget, karena tak disangka Aku bertemu lagi dengan orang yang songong di jalan kampus tadi pagi, dan kebetulan juga pria itu juga terkejut melihatku juga.

"Bu Eka, silahkan duduk Bu. Selanjutnya!" sahut Nadeo yang membuyarkan lamunanku.

Aku mengangguk dan perlahan duduk di kursi. Sesekali curi-curi pandang ke depan melihat wajah pria itu untuk meyakinkannya dengan orang di kejadian tadi pagi. Kemudian ku mencoba mengingat lagi, Aku sepertinya pernah mendengar nama Prabu. Setelah berusaha mengingat, ternyata terlintas memori saat Aku dan laki-laki itu berdebat, datanglah Pak Satpam dan berbincang kepada pria itu.

"Mas Prabu, segera ke Balairung gih, Pak Menteri mau datang." kata Pak Satpam yang akhirnya handphonenya berdering dan pria itu mengangkat panggilan tersebut.

Aku pun syok dan kaget ternyata orang yang tadi pagi berdebat dengannya gara-gara hampir menabrak Bu Sri adalah Pak Prabu, yang saat ini di depanku. Ini merupakan pertemuan kali keduanya dalam satu hari. Dan saat ini juga Prabu mengawasiku dengan tatapan sangar wajahnya, seolah-olah ia memiliki dendam karena dipermalukan di depan jalan tadi. Harapku semoga selama pelatihan satu bulan ini tidak terjadi hal yang aneh-aneh yang menimpa diriku.

Perkenalan pun selesai. Nadeo membacakan agenda pada hari senin depan dan membawa peralatan apa saja. Selama satu bulan, mereka diberi jatah libur hari minggu agar bisa menikmati dan bersantai di Jakarta.

Sebelum Nadeo menutup pertemuan, Prabu menyela.

"Ada yang penting lagi!" Prabu menyela. Semua terdiam.

"Maaf Nadeo, saya potong karena ini menyangkut kegiatan kedepannya. Namanya dosen, pasti ada aturan yang harus dibuat untuk menunjang kuliahnya," pinta Prabu kepada Nadeo yang dijawab dengan anggukan Nadeo.

"Selama saya menjadi mentor, ada beberapa hal yang harus diperhatikan berlaku bagi semua. Yang pertama, saya saya ingin semua terlibat aktif. Kedua, kerja kelompok sangat penting, semakin banyak ide dan diskusi semakin bagus. Jika mematuhi hal tersebut, saya akan langsung berikan nilai bagus dan menjamin sertifikat cepat selesai," Aturan Prabu yang membuat semua orang diruangan terdiam.

Kemudian, ia melanjutkan perkataannya sambil memandang marah kepadaku.

"Yang terakhir, ini adalah hal yang saya tidak suka," kata Prabu mengancam.

"Pertama, saya tidak suka orang yang tidak disiplin, lelet dan stuck idenya. Kedua, saya paling benci dengan orang yang ikut campur dalam urusan saya. Saya tipe orang jika sudah benci kepada orang itu, saya tidak segan-segan membuat perhitungan dengan dia. Bisa jadi, saya tidak segan-segan mengeluarkan dari tim saya. Bahkan, saya tidak akan memberikan sertifikatnya, oh atau.." Prabu menghentikkan kalimatnya dan membuat semua orang semakin berderbar karena penasaran, termasuk Aku.

"Sertifikatnya saya robek dihadapannya." kata Prabu dengan tegas.

Semua orang didalam ruangan tersebut menelan ludahnya, walau Prabu ganteng tetapi dia killer. Tak segan kepada pesertanya yang jauh lebih senior.

"Hukum Newton 3. Dimana ada aksi, maka timbul reaksi. Isn't true, Bu Eka?" ucap Prabu yang mengarah secara otodidak kepadaku. Aku hanya terdiam dan mengangguk sambil merapatkan mulut. Prabu pun puas bisa memberikan ancaman tersebut. Nadeo mengakhiri tugasnya. Acara telah selesai.

Ulma yang keluar dari ruangannya aku tarik keluar dan meminta menemani ke pusat Informasi.

"Eka, ada apa? sampai lari-lari gini, emang ada gempa? gedungnya mau roboh?" tanya Ulma yang heran dengan sikapku.

"Ul, gawat... gawat.. bantuin aku. Nanti aku cerita pas sudah sampai ke pusat informasi saja." pintaku kepada Ulma.

Sesampainya ke tempat Informasi. Aku meminta petugas untuk pindah ke kelas lain. Namun, sekeras apapun meminta dan beralasan, tetap tidak diterima oleh petugas. Karena menghindari isu-isu yang tidak sedap, seolah-olah bisa saja aku mendapatkan hak istimewa dan itu dilarang oleh kementerian.

Akhirnya aku memilih jalan pasrah, dengan keluar dari ruang informasi. Ulma yang didepan menunggu kemudain menghampiriku menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Aku menceritakan secara singkat kejadian tadi pagi dan saat acara perkenalan. Ketakutanku karena Prabu mengancam jika membuatnya sampai benci, bakal dikeluarkan dari timnya. Aku tidak mau hal itu terjadi, karena bakal mengecewakan sekolah dan guru-guru yang sudah banyak membantu. Ulma pun mencoba menenangkan.

"Sudahlah Ka, gak papa kok. Kan cuman satu bulan pelatihan. Sabar aja. Kamu pasti bisa. Aku mau bantu, tapi bagaimana kalau sudah ditetapkan. Aku gak bisa merubah." kata Ulma yang beberapa dari kalimatnya pernah Aku sampaikan beberapa waktu lalu alias copy paste.

"Kamu nyindir aku?" tanyaku kepada Ulma.

Ulma pun tertawa dan mencoba menenangkanku bahwa hal itu pasti akan segera dilupakan karena manusia cepat sekali dengan lupa. Kami berdua akhirnya pulang karena hari semakin sore. Sesampainya di Kost Tiara, Aku mulai memikirkan strategi agar tidak didepak oleh dosen sombong, Prabu Bagaskara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status