Matanya mengeluarkan aura yang sangat tajam. Kali ini ia tidak boleh ada kata GAGAL, agar bisa mempertahankan warisan dari Nyonya Mirna. Kali ini aku terjebak oleh permainannya. Ia sudah mengetahui apa yang menjadi kelemahanku saat ini yaitu Ibuku. "Kalau aku jadi kau, aku tak terima jika hal itu terjadi pada keluargaku. Walau yang menghina adalah kerabat terdekatku. Solusi dariku adalah pisahkan Ibumu dari Eyangmu. Kita lihat apakah ia mampu bertahan dan buat dia semakin jera karena menyesal melakukan tindakan bodoh itu!" desaknya. Tak lama, ia menyodorkan surat yang sudah diberi meterai dan nama terangku. "Don't waste the time! gunakan kesempatan emasmu ini!" ucapnya dengan seringai. Aku mulai melihat sekilas surat kontrak itu. Kemudian menghela napas. "Satu tahun ?" tanyaku. "Kata dokter, usia nenek bertahan satu tahun lagi. Kemungkinan bisa panjang, bisa juga tidak." jelasnya. Satu tahun, aku harus hidup dengannya dengan penuh sandiwara kemudian setelah ditinggal Nyonya Mirn
Aku benar-benar bisa gila. Seumur hidupku baru kali ini aku melihat nominal sembilan digit ini di dalam rekeningku. Paling maksimal saja cuma tujuh digit saja. Tak pernah lebih dari itu. Harus ku apakan semua uang ini. Karena terlalu banyak berpikir, tukang ojek yang aku pesan memintaku untuk segera membayarnya karena ia akan lanjut mengambil orderan. "Baik Pak, maaf sebentar lagi ya," balasku.Ia pun menuruti. Aku mulai menjernihkan pikiranku. Dan segera mengatur anggaran yang harus dikeluarkan. Manakah yang anggaran yang paling urgensi dulu. Setelah aku pertimbangkan."Bayar biaya rumah sakit, setelahnya melunasi hutang Ibuku dahulu. Sip!" Kemudian aku mengambil uang sebesar satu juta untuk keperluan Ibuku selama di Rumah sakit. Setelah itu, membayar segala administrasinya secara kontan."SERRRR .... KLEKK" bunyi ATM yang melakukan transaksi. Uang lembaran seratus ribu keluar dari mulut mesin itu. Setelah ku rasa nominalnya sudah benar, aku kemudian keluar dan membayar tagihan oje
Bel pulang sekolah berbunyi. Aku yang sedang di kelas segera mengakhiri pembelajaran dan murid-murid di kelasnya memberi salam. Semua siswa be rhamburan dengan riangnyamemenuhi depan halaman sekolah untuk menunggu jemputan dari orang tuanya maupun yang sedang menunggu angkot. Aku yang bejalan menuju kantor ditemui oleh Bu Iswa. Ia membawakan sebuah surat pemberitahuan dari Dinas Pendidikan. Setelah dibuka, suratnya berisi bahwa diriku terpilih untuk pergi ke Jakarta dalam rangka mengikuti pelatihan pembuatan modul pembelajaran terbaru, yang termasuk proyek nasional Kementerian Pendidikan. Belum sampai separuhnya, aku kaget karena pelatihan tersebut dilaksanakan selama satu bulan di kampus Universitas Pandawa. Bingung bagaimana nasib siswaku ditinggal selama satu bulan di Jakarta, terlebih campur aduk pikiranku mengenai biaya ke sana karena aku hanyalah guru honorer di SMP Nusantara yang gajinya berasal dari jumlah jam mengajarnya. Gak cukup !!! "Jangan khawatir Bu, di sini bisa di han
Sesosok dua wanita tengah mondar mandir di basement parkiran. Sampai akhirnya, seseorang datang untuk menuju mobil sport warna merah. Salah seorang wanita meminta temannya untuk bersiap-siap dan mengecek baju serta makeup-nya.Ternyata, dua wanita tadi sengaja menunggu Prabu yang selesai nge-gym. Saat Prabu akan memasuki mobilnya, dua wanita tadi menghadang Prabu. Salah satu wanita berambut warm hazelnut maju dan menutup pintu mobil Prabu. Ia kemudian duduk di kap mobilnya, kemudian membuka cardigan yang menutupi sampai pahanya. Ia sengaja memperlihatkan kemulusan tubuhnya karena ia hanya memakai celana pendek dan tank topnya."Hai, tampan. Kamu mau pulang?" goda wanita itu sambil tangannya menyentuh wajah serta tubuh Prabu."Namaku Merin, aku sudah lama mengincarmu. Namamu Prabu, kan?" goda lagi wanita itu dengan mendesah."Oh iya, how do you know me?" tanya Prabu."Well, kita nge-gym ditempat yang sama dan aku mencari tahu siapa kamu. Aku rasa, aku suka kamu. Kamu hot! idaman aku." d
Hari pembukaan telah dimulai. Yup, bertepatan dengan hari Sabtu di bulan Oktober akhir. Semua peserta yang terdiri dari guru se-Indonesia mulai memasuki kawasan kampus tersebut, termasuk Aku. Beberapa mahasiswa menyambut dan membagikan sebuah road map untuk membantu peserta pelatihan menyusuri kampus. Di satu sisi, para panitia mulai sibuk bersiap-siap, antara lain Alvaro dan Denias. Mereka berdua tengah kebingungan mencari keberadaan Prabu yang belum nongol di Balairung Hastinapura."Varo, nih anak satu dimana sih? Jam segini belum nyampe! Awas lo kalau telat Prab!" keluh Denias kepada Alvaro yang kesal dengan Prabu yang belum datang saat acara genting."Paling nih anak kebanyakan pacaran sama motornya nih." keluh Alvaro.Padahal, sebenarnya Prabu tengah mengendarai motornya terjebak macet karena ada pohon tumbang di jalan yang sering ia lewati. Akhirnya, ia memutuskan untuk putar arah dan mencari jalan alternatif lain karena terburu-buru. Dan setelah beberapa waktu, akhirnya Prabu da
Enam bulan yang lalu, melalui grup chat kantor. Kepala Sekolahku yaitu Bu Siti mengirimkan sebuah poster mengenai lomba membuat desain modul yang kreatif dan komunikatif. Jika desainnya bagus dan 3 peserta mendapatkan nilai tertinggi, maka akan mendapatkan hadiah berupa uang tunai sebesar tiga juta sampai sepuluh juta Rupiah dan juga mendapatkan kesempatan untuk terlibat langsung dalam proyek nasional Kementerian Pendidikan yaitu membuat Modul Nasional. Proyek tersebut dikhususkan untuk membuat modul pembelajaran yang akan digunakan secara merata di seluruh Indonesia. Maka, peserta lomba tersebut terdiri dari guru-guru se-Indonesia. Jadi, setiap tingkatan jenjang sekolah dasar sampai menengah atas dan per mata pelajarannya, hanya 102 peserta yang bisa lolos untuk bisa masuk ke proyek ini. Jika di total akan ada dua ribu orang yang terlibat dalam proyek ini. Fasilitas yang didapatkan adalah pelatihan gratis, jalan-jalan gratis serta sertifikat untuk bisa menambah jenjang karir karena di
Semua peserta berhamburan di kampus Pandawa. Mereka memanfaatkan momen untuk berfoto bersama, ada yang selfie bahkan bersantai sambil menikmati pemandangan di kampus tersebut. Tak terasa, jam menunjukkan pukul 13.00 WIB. Semua handphone peserta berbunyi secara sahut menyaut yang menandakan bahwa mereka harus memasuki nomor ruangan yang di instruksikan. Mereka pun akhirnya satu per satu berpisah. Termasuk Ulma dan Aku. Tapi, kami hanya bersebelahan kelas saja."Eka, aku di gedung Sadewa lantai 3F. Kamu dapat dimana?" tanya Ulma."Aku dapat di gedung Sadewa lantai 3E." jawabku.Kami berdua kegirangan karena mereka bisa bersama walau hanya berpisah beberapa jam di ruang terpisah. Ulma sempat menyayangkan tidak bisa satu kelas denganku karena tidak bisa ngobrol lebih lama. Aku menenangkan Ulma agar menerima keputusaan yang sudah ditetapkan.Sesampainya di gedung Sadewa lantai 3, kami berdua berpisah. Ulma masuk ke kelas F, dan Aku memasuki kelas E yang dimana terdapat 4 barisan meja panjan
Jam dinding Hawai Bar menunjukkan waktu delapan malam. Prabu tiba di sana lebih dulu. Sekitar sepuluh menit ia duduk, lantas segera menghubungi temannya kembali menanyakan keberadaan mereka. Tak lama menunggu sekitar tujuh menit, Alvaro dan Denias turun dari taxi. Mereka berdua memasuki Bar tersebut dan Prabu yang melihat segera melambaikan tangan kepada dua sahabatnya itu untuk memberikan tanda tempat nongkrongnya. Mereka berdua kemudian menuju ke tempat Prabu duduk. “Lo berdua lagi balas dendam sama gue ya!” sindir Prabu kepada kedua sahabatnya yang telat datang. Sama halnya saat Prabu telat datang di perhelatan tadi pagi. “Makanya, lain kali jangan mulai dulu. Tumbenan lo kalau urusan alkohol nomor satu lo!” jawab Denias yang balik menyindir. Alvaro melerai perdebatan kecil mereka dan meminta Prabu segera menyiapkan pesanan. “Hei, you two! kalian ini dosen tapi sekali ribut kaya anak SD. Oke Prab, sebelum kita mendengar permintaan maaf dari lo, beernya siapkan dahulu dong.” pint