Share

3. INFO ARCA

IKRAR TALAK UNTUKKU, ADALAH MAHAR YANG KAU PINTA DARI SUAMIKU

3. INFO ARCA

~Aksara Ocean~

“Bu, gimana?” tanya Pak Kirman padaku.

Aku yang tengah berpikir langsung menatapnya dengan pandangan dalam, dia yang sudah aku anggap keluarga, apakah dia juga akan membohongiku?

“Pak, apakah Bapak akan tetap berdiri di pihak saya sampai akhir?” tanyaku pelan.

“Maksud Ibu apa?” katanya bingung. “Jelas saya akan setia pada Ibu, Ibu lah yang membawa saya ke sini. Walau harus melalui izin Tuan, tapi Ibulah yang memperjuangkan izin itu. Sehingga Tuan setuju untuk mengangkat saya yang rendahan ini menjadi supir di keluarga terpandang seperti kalian, Bu!” kata Pak Kirman tulus. “Dengan bantuan Ibu lah, anak saya bisa sekolah, keluarga saya bisa makan enak, dan istri saya tidak perlu mencuci pakaian orang lagi.” Kembali Pak Kirman menyambung ucapannya.

Ah, aku menahan tangis karenanya. Betapa tulusnya Pak Kirman, dia menatapku sebagai dewa penolongnya. Dia membuat aku merasakan menjadi manusia yang berguna, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Tapi suamiku juga tulus, dahulunya. Mertuaku juga tulus, dahulunya. Tapi kenapa mereka mulai berbohong padaku? Bukankah aku selalu baik pada mereka? Bukankah setiap permintaan mereka aku turuti dengan segera?

Suara wanita di tempat suamiku sana, mertuaku yang tiba-tiba sudah ada di Indonesia, lalu apa lagi setelah ini? Kejutan apa lagi yang akan menantiku?

Jika mereka tidak ke Singapura? Lalu mereka kemana selama tiga minggu ini?

Aku mengantar mereka sendiri ke bandara saat itu, dan aku yakin mereka benar-benar berangkat ke Singapura karena dengan mata kepalaku sendiri aku melihat mereka menaiki pesawat itu.

Tapi, kenapa mereka sudah ada di rumah yang ada di Setia Budi? Apa mereka kembali lebih cepat, tanpa sepengetahuanku? Tapi kenapa? Apa tujuannya?

“Pak, jemput saja Mertua saya. Tapi … jangan sampai mereka tahu kalau saya sudah ada di sini,” kataku mengingatkan.

Walau aku ragu, sih. Rasanya tak mungkin juga mertuaku itu akan bertanya pada Pak Kirman yang mereka anggap orang rendahan, karena mertuaku mempunyai sifat yang sama persis dengan suamiku. 

Mereka tidak mau berinteraksi lebih banyak dengan orang-orang yang tidak satu level dengan mereka. Yah, walau begitu aku tetap menyuruh Pak Kirman untuk berjaga-jaga.

“Baik, Bu,” kata Pak Kirman sopan.

“Jangan sampai ada yang tahu, kalau saya sudah pulang ke sini!” kataku lagi menegaskan. ‘’Dan satu lagi, dengarkan apapun pembicaraan mereka, Pak!” pintaku dengan nada memohon.

“Baik, Bu, saya mengerti,” kata Pak Kirman.

Setelahnya tubuh tuanya mulai berlalu pergi meninggalkan cafe ini, aku kembali mengambil ponselku dan berusaha kembali menelepon nomor suamiku. Namun sepertinya ponsel Mas Farhan kembali tidak aktif, aku meremas ponselku dengan kuat.

Apa yang kau lakukan, Mas? Apa yang kau lakukan di belakangku? Hatiku gusar bukan kepalang.

Astaghfirullah, Ya Allah. Kenapa berat sekali cobaan yang kau berikan? Apakah aku mampu?

Ting! 

Suara ponsel ku terdengar, panggilan masuk. Aku segera mengangkatnya saat melihat Arca lah yang menelepon, pas sekali karena ceritanya tadi belum selesai.

[Assalamualaikum, Aya. Kamu baik-baik saja?] Suara Arca terdengar panik di seberang sana.

"Waalaikumsalam, aku baik-baik saja," kataku mencoba terdengar biasa.

[Aku khawatir sekali, karena kamu sambungan telepon kita tiba-tiba saja mati] kata Arca. [Dan setelahnya malah kamu enggak bisa dihubungi] katanya lagi.

Suaranya Arca teredam oleh suara kegaduhan yang berada di belakangnya, maka aku pun langsung bertanya karena penasaran.

"Itu suara apa, Ca?" tanyaku ingin tahu.

[Oh, itu suara orang memasang pelaminan. Persiapan untuk pesta karena tiga hari lagi aku akan memfoto pengantin yang akan menikah] kata Arca pelan.

Suara langkahnya terdengar di telingaku, mungkin Arca sedang beranjak pergi dari sana karena suara-suara itu memang cukup mengganggu untuk kegiatan kami yang sedang menelpon.

[Jadi gimana? Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Arca lagi.

"Tentu saja, aku cukup baik. Aku tadi habis di telepon oleh Mas Farhan, makanya nggak bisa jawab panggilan kamu,” kataku santai.

[O—Oh, aku kira kamu kenapa.] katanya tergagap entah karena apa.

“Iya,” kataku lagi. “Jadi kamu kenapa buat lelucon kek begitu? Mau ngeprank aku?” tanyaku berusaha tetap santai.

[Itu bukan prank, kamu nggak percaya sama aku?] Tanyanya dengan nada tersinggung. [Aku pernah bohong sama kamu, Ya?] Tanyanya lagi.

“Maaf, bukannya gitu. Tapi kamu ada bukti?” tanyaku tak enak.

Bagaimanapun juga Arca memang tidak pernah berbohong pada kami semua, khususnya padaku. Dia adalah wanita yang suka ngomong langsung, tanpa basa-basi.

[Aya, kamu hanya akan sakit melihatnya. Cukup turuti kata-kataku, tetaplah di sana] katanya dengan nada lirih.

“Bagaimana aku bisa percaya, jika kamu nggak punya bukti? Suamiku masih baik seperti biasanya, masih mesra seperti biasanya, masih memperlakukan aku seperti biasanya, dia masih memperlakukan aku seperti ratu,” kataku dengan nada bergetar. “Lalu bagaimana aku bisa percaya sama kamu, Ca? Sulit banget, loh,” kataku dengan bulir bening yang mulai mengalir.

[Sayaka, memperlakukanmu seperti ratu, dan mencintaimu seperti tidak ada hari esok, bukan berarti dia tidak bisa mengkhianatimu. Cukup! Cukup aku yang ditinggalkan oleh tunanganku dulu. Sakitnya tidak akan bisa kau tanggung, Aya. Jadi aku mohon, tetaplah di sana] kata Arca panjang lebar. 

Aku tertegun saat mendengar ucapannya, kami terdiam untuk beberapa saat. Arca terdengar tengah menghela nafas panjang di sana, sebelum mengutarakan sesuatu yang membuat lututku sangat lemas dan juga tenagaku tiba-tiba hilang entah kemana.

[Aya, kalau kamu nggak percaya sama aku, nggak apa-apa. Aku maklum! Karena kamu lebih dulu kenal sama suamimu, daripada aku. Tapi ingat, seorang teman tidak akan membiarkan temannya jatuh kedalam lubang pengkhianatan] katanya tegas. [Dan kamu tahu? Aku lah yang akan menjadi fotografer pernikahan mereka nanti] katanya lagi.

Sekali lagi, duniaku terasa runtuh. Tak mampu menahan gempuran demi gempuran kejutan yang diucapkan Arca, Allah … Ya Allah ….

[Aya, kamu masih di sana?] suara Arca terdengar memasuki gendang telingaku.

“Ya, aku masih di sini,” kataku pelan.

[Tetaplah di sana jika kamu nggak mau sakit hati lebih dalam. Tapi, kalau kamu masih tidak percaya dengan ucapanku… Pulanglah dan datang ke alamat yang aku kirim nanti, dua minggu lagi. Karena saat itulah, ijab kabul suamimu dengan wanita lain dilaksanakan] katanya tegas.

Ya Allah Mas, kamu tega? 

*******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status