Share

4. HAMIL?

IKRAR TALAK UNTUKKU, ADALAH MAHAR YANG KAU PINTA DARI SUAMIKU

4. HAMIL?

~Aksara Ocean~

Aku duduk di kursi yang ada di taman, menunggu kedatangan Pak Kirman yang sudah aku telepon tadi untuk menjemputku. Sambil menunggu kedatangannya aku memainkan ponselku, membuka kembali akun F******k ku yang sudah lumayan lama vakum.

Akun f******k cadangan milikku, karena aku menyukai anime Jepang. Namun Mas Farhan selalu mengatakan kalau sebagai seorang istri direktur, aku tidak sepatutnya menyukai hal-hal seperti itu.

Makanya di akun ini lah aku sering membagikan dan mengikuti beberapa grup atau fanspage beberapa anime, apakah Mas Farhan tahu? Jelas tidak! Aku tak mau membuat masalah hanya gara-gara akun ini.

Foto profil yang menampilkan salah satu karakter anime, berhasil menyembunyikan jati diriku yang asli dari orang-orang. Namun tetap saja, akun f******k ku ini berteman dengan beberapa akun anggota keluarga yang lain.

Seperti akun Mas Farhan sendiri, akun Tasya, dan juga beberapa akun sepupu Mas Farhan. Maklum saja, selain menjadi media untuk sharing seputar anime, akun ini juga menjadi mediaku untuk memantau keluarga.

Sebagai seorang menantu aku takut menjadi topik pembicaraan oleh keluarga suamiku dari belakang, makanya aku selalu memantau apa saja yang mereka posting. Tapi itu dulu, karena sudah beberapa lama aku tak membuka akun ini.

Kesibukanku di klub Fotografi membuat aku tidak sempat menstalking mereka lagi, lagi pula selama ini tidak aku temukan hal yang aneh dari mereka.

Mereka tidak pernah memposting apapun kejelekanku, ataupun menggibahi kekuranganku. Tapi entah kenapa aku merasa tergugah untuk membuka akun itu saat ini, mungkin saja ada petunjuk.

Ting! Ting! Ting! 

Banyak pemberitahuan yang masuk dan juga beberapa pesan yang langsung bermunculan, kebanyakan dari teman-teman grup anime kesukaanku. Aku segera berselancar ke kolom pencarian, mengetikkan nama seseorang. 

Tasya Amelia.

Terpampanglah foto adik iparku sebagai foto profilnya, satu kata untuknya, cantik! Tasya mempunyai tubuh yang tinggi dan juga kulit yang putih bersih, matanya besar dan juga hidungnya mancung.

Tak heran kalau Tasya menjadi artis media sosial, aku sudah melihat akun Tasya sudah mempunyai banyak followers di beberapa aplikasi. Walau belum setenar artis-artis lainnya, tapi untuk di lingkup kota ini Tasya cukup populer.

Aku terus menscroll ke bawah, tidak ada yang aneh. Tasya rutin memperbaharui status facebooknya dua kali sehari, pagi dan juga sore. Entah dia memposting foto maupun hanya sebuah quotes.

Tapi mataku membelalak kaget saat melihat postingannya dua bulan yang lalu, dia memposting beberapa foto suasana sebuah pesta yang terlihat lumayan mewah. 

Ada dekorasi kecil yang dilengkapi bunga-bunga indah di belakang sana, dan di foto itu aku bisa melihat ada dua buah huruf yang terbuat dari balon helium. F & A ….

Captionnya cukup menggelitik jiwaku, [Happy Engagement to both of you guys, Di Lawang Cafe]

Lawang Cafe adalah cafe yang ada di dekat rumahku yang ada di Setia Budi, siapa yang bertunangan? Aku menggeser foto ke slide kedua, dan langsung terbelalak kaget saat ada suamiku dan juga kedua mertuaku ada di sana?

Pertunangan siapa ini? Kenapa mereka semua pergi? Apakah ini pertunangan salah satu anggota keluarga Mas Farhan? Tapi, kenapa mereka tidak mau mengajakku?

Ya Allah, apalagi ini? Kenapa status Tasya ini tidak masuk ke akun F******k Ku yang asli? Apakah aku dikecualikannya, sehingga tidak masuk ke akunku?

Mataku segera bergegas ke kolom komentar, kebanyakan di sana teman-teman Tasya yang mengomentari betapa cantiknya adik iparku itu.

[Syantik banget, Kaka] tulis akun Silvi Pricilia.

[Ya Allah, boneka hidup!] kali ini akun Nazwa Mila yang berkomentar.

[Syantiknya calon istriku, semoga jodoh aamiin] Justin Smith berkomentar dengan isi rayuan pada Tasya.

[Siapa yang tunangan, Sya?] Vina Anggraini.

Nah, kali ini ada komentar dari salah satu sepupu Mas Farhan yang tinggal di kampung, Mbak Vina. Namun walau tinggal di kampung, hartanya tidak akan habis tujuh turunan. 

Makanya Mertuaku masih menjalin silaturahmi dengan mereka, kalau tidak sederajat mereka tidak akan mau menganggap keluarga. Salah satu sifat buruk mereka yang tidak aku sukai.

[Mas ku, Mbak] Balas Tasya sambil membubuhkan emot tertawa.

[Mas mu? Siapa? Lah wong Mas mu cuma satu orang] Balas Mbak Vina sambil ikut membubuhkan emot tertawa.

[Ada deh ….] Balas Tasya lagi penuh teka teki.

[Mas siapa? Mas kesayangan ya?] tanya Mbak Vina kurang puas.

Dan balasan Tasya selanjutnya hanya emot jempol tiga buah, Mbak Vina pun tidak terlihat membalas lagi. Aku berdebar, begitu penasaran dengan hal ini. Namun firasatku sebagai wanita mulai menunjuk ke satu arah.

“Bu! Maaf kalau Ibu menunggu lama,” kata Pak Kirman sambil menunduk sopan.

Aku bahkan tidak menyadari kedatangannya karena terlalu fokus dengan ponselku, aku segera berdiri dan melangkah. Diikuti oleh Pak Kirman yang membawa koper kecilku, aku berjalan pelan sambil menatap anak-anak kecil yang sedang berlarian di taman ini.

“Pak, apa Bapak sudah punya cucu?” tanyaku sambil tetap berjalan.

“Alhamdulillah sudah, Bu. Tiga orang, dua laki-laki dan satu orang perempuan,” katanya dengan nada yang terdengar amat sumringah.

“Apakah Bapak senang?” tanyaku sambil menoleh kebelakang.

“Tentu saja, Bu. Menjadi seorang Kakek dan bisa menimang cucu saya sendiri adalah hal yang sangat saya syukuri,” katanya sambil tersenyum.

“Ah … mungkin karena inilah salah satu penyebabnya,” kataku lirih sambil kembali melanjutkan perjalanan, mengabaikan wajah Pak Kirman yang kebingungan.

“Bu, Ibu mau ke mana?” tanya Pak Kirman sesaat setelah kami memasuki mobil.

“Antarkan saya ke rumah Maura, Pak!” putusku akhirnya.

Pak Kirman mengangguk mengerti dan segera melajukan mobil dengan hati-hati, aku menatap keluar jendela dengan pandangan sayu. Sedikit demi sedikit aku sudah bisa menebak ke arah mana semua petunjuk ini.

“Bu, mohon maaf sebelumnya, boleh saya bertanya? Tapi ini pertanyaan yang sedikit pribadi,” kata Pak Kirman sungkan.

“Tentu saja, Pak! Silahkan,” kataku sambil tersenyum.

Walau Pak Kirman tak melihat senyumku, namun dia terdengar mengeluarkan nafas lega sebelum menatapku dari kaca.

“Apakah Ibu sedang hamil? Selamat ya, Bu. Pantas saja Ibu tadi bertanya masalah cucu pada saya, soalnya Tuan dan Nyonya besar tadi terlihat sangat senang, Bu,” kata Pak Kirman sangat-sangat sumringah.

Sangat amat berbeda, dengan aku yang tiba-tiba kembali membatu.

*******

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status