Leyna’s ApartementReynand dengan setelan santainya tampak menunggu keponakannya itu dengan sabar. Di sebelahnya, Roy berdiri dengan mimik wajah yang sudah jengkel dengan gestur tubuh yang gelisah. Bagaimana tidak? Biasanya, Leyna akan segera membukakan pintu apartemennya saat mendengar bunyi bel, namun sekarang, sudah tujuh menit lamanya mereka berdua menunggu di depan. Ayahnya itu terus saja menyuruhnya sabar dan menenangkannya bahwa kemungkinan Leyna sedang berada di kamar mandi.“Pa, bukankah ini terlalu lama? Bagaimana jika Leyna ternyata tidak ada di dalam? Bahkan kita berkali – kali meneleponnya tetap saja tak diangkat.” ujar Roy dengan gelisah. Entah kenapa firasatnya hari ini benar – benar buruk.“Benar, ini terlalu lama,” timpal Reynand yang pada akhirnya menyetujui ucapan putranya itu. Lantas, ia mengeluarkan kartu akses cadangan untuk masuk ke apartemen Leyna. Sengaja ia lakukan itu untuk hal – hal yang mendesak seperti saat ini. Bukan bermaksud untuk mengganggu privasi p
Langit sudah mulai gelap, matahari bahkan sudah tak menampakkan dirinya. Sudah berjam – jam lamanya Leyna berusaha kabur tetapi tak bisa. Jendela kamarnya dikunci, tak ada celah sekalipun di kamar itu, bahkan ia juga merayapi dinding seperti orang gila dengan harapan menemukan ruang rahasia yang akan mengantarkannya menuju ke luar gedung. Tetapi semua itu hanya sia – sia.Leyna rasanya ingin menangis saja. ia menyesali semua perbuatannya. Ia menyesal tak tinggal di kediaman Evanthe, ia juga kesal karena membiarkan Edric masuk ke apartemennya. Ia hanya tak percaya bila Edric akan memiliki niatan seperti ini.Leyna’s Apartement “Ah, benar – benar pusing sekali,” gumam Leyna seraya memijat pelipisnya dan membubuhkannya dengan minyak pemberian Xavier. Baru ia sadari jika Xavier memiliki tipe yang sama dengan dirinya. Sama – sama menggunakan minyak kayu putih saat mengalami pusing dan mual.Saat ia hendak tidur siang untuk merilekskan tubuhnya, bel apartemennya berbunyi.
Nafas Leyna tercekat saat mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Edric itu. Suara tegas nan serak Edric serta posisinya yang saat ini berada di pangkuan pria itu membuatnya diam tak berkutik. Dirinya komat – kamit berdoa agar apa yang ia pikirkan tak akan terjadi. Sudah cukup ia kebablasan dengan Xavier, ia tak mau menjadi wanita murahan dengan membiarkan Edric mendapatkan keinginannya juga.“Ed, katakan dengan jelas apa yang sebenarnya kau mau?” tanya Leyna dengan mencoba sebisa mungkin menjauhkan wajahnya dari Edric.Edric tersenyum miring, merasa puas dengan jawaban Leyna. “Sesuai dugaanku. Kau memang cerdas, Ley.” ujarnya seraya melepaskan rengkuhannya dari pinggang Leyna. Leyna yang sudah merasa lega, segera melepaskan diri dari Edric. Duduk memojok pada bagian sofa yang sama dan tetap berwaspada.Edric berdiri dan berjalan menuju ke almari kecil di dekat kamar mandi. Ia kemudian mengeluarkan berkas dan mengambil bolpoin dari sana.“Kau tahu, aku tak pernah merasakan bagaima
Sudah pupus segala harapan dan doa Leyna. Beragam cara sudah ia usahakan agar dapat pergi dari sana. Namun, semua itu tak membuahkan hasil. yang ada malah ia kehilangan segalanya. Perihal alasan mengapa ia menyetujui warisan itu jatuh ke tangan Edric tak lain karena warisan itu hanyalan tiga puluh persennya saja. Sedangkan sisa yang lain, sudah diamankan Paman Reynand jauh – jauh hari. Edric tak akan mengetahuinya karena dia memang tak akn pernah mengira bila warisan yang diberikan Bellinda Evanthe sangatlah melimpah. Jika dengan kehilangan tiga puluh persen itu Leyna bisa selamat, mengapa tidak, bukan? Sayangnya, itu hanya trik licik Edric.Saat ini, ia sedang duduk lesu dengan wajah yang sudah dirias sedemikian rupa. Dirinya sudah siap dengan balutan baju pengantin sederhana namun teap terlihat mewah saat dikenakan. Gaun putih tulang berbahan silk jatuh yang menampilkan bahunya dengan ekor gaun satu meter setengah itu berhasil membuatnya tersiksa akan kenyataan. Kurang lima belas me
"LEYNA!" Teriak ketiga pria di sana. Suara rintihan Leyna dan noda merah di pakaian yang ia kenakan berhasil membuat mereka panik tak karuan. Xavier yang disebelahnya ikut kalut, ia merasa tak becus menjaga Leyna. Ia lengah menangani Edric. Pisau itu berhasil menancap ke punggung kiri Leyna, tepat di belakang jantung.Roy yang melihat Edric kesakitan namun tersenyum puas di belakang sana tak bisa membiarkannya. Dengan langkah yang penuh amarah, ia menghampiri Edric dan bersiap menembak pria itu tepat di kepalanya sebelum suara Logan menghentikannya."Jangan dibunuh!" Tegasnya dengan air mata berlinang melihat kondisi putrinya. Membunuh Edric adalah hukuman paling ringan. Ia harus dihukum lebih dari itu.Tak dapat membantah, Roy hanya menggeram seraya melumpuhkan Edric dengan meniykut keras leher belakangnya. Setelah Edric pingsan, ia segera menyuruh pengawalnya untuk membawa Edric masuk ke dalam mobil. Atensinya beralih ke arah Leyna yang sedang kesakitan dan terkulai di gendongan Xav
Sayangnya, Xavier kalah cepat. Dari jarak satu kilo lebih, ia dapat melihat dengan jelas mobil mencurigakan itu tengah menjalankan aksinya di jalanan yang super sepi. Mobil sedan itu bergerak cukup cepat, yang ia sendiri tak tahu tujuannya. Xavier mengikuti mobil itu dengan kecepatan yang tinggi, mencoba mengejar dan menghentikan mobil itu secepat mungkin.Di jalanan yang sepi itu, hanya terdengan derum suara keduanya. Sesaat, jantung Xavier terasa jatuh kala melihat mobil itu mengarah ke Leyna yang sedang berdiri di pinggir jalan.“Sialan. Leyna, AWAS!” teriaknya sesudah menurunkan kaca mobilnya. Xavier berniat menabrak mobil itu sebelum mendekati Leyna, namun, ia kalah cepat. Di depan mata kepalanya sendiri, tubuh Leyna terpental dan menubruk pohon besar di belakangnya. Sat itu, dunai Xavier serasa berhenti. Jantungnya sudah tak terkendali. Lantas, dengan segera, iamenghentikan laju mobilnya. Apes, seakan alam tak memihak kepadanya lagi, remnya blong. Pikirannya tak karuan. Kekalut
Sudah dua hari berlalu sejak insiden tertusuknya Leyna. Operasinya berjalan dengan lancar dan untungnya pisau itu tak mengenai alat vital. Namun, karena tusukannya cukup dalam, Leyna sempat mengalami pendarahan yang cukup banyak. Untungnya, hal itu teratasi dengan cepat karena rumah sakit yang dituju ini memiliki stok darah yang lumayan.Kini, wanita itu masih setia terbaring dengan mata yang entah kapan terbuka. Ruangan VIP pasien itu di dalamnya hanya terdapat Logan yang sedari tadi terdiam berkutat dengan pikirannya.Logan dengan setia menggenggam jemari lemah Leyna yang tak memiliki daya. Ia dengan sabar menunggu putrinya terbangun dan menyampaikan kabar gembira pada putrinya itu. “Ayo, Nak. Bangunlah. Apa kau tak lelah selalu tidur belakangan ini?” lirihnyaSepertinya, saat itu malaikat sedang lewat. Doa Logan terkabulkan. Jemari lentik tu terlihat bergerak pelan. Sangat pelan hingga tak terasa bila kau tak melihatnya dengan teliti. Kedua kelopak yang tertutup itu juga perlahan t
Dalam salah satu ruangan di rumah sakit itu, suara televisI tampak mendominasi. Memperlihatkan kepada mereka tentang berita terkini yang berhasil memancing amarah publik. Wanita paruh baya yang biasanya terkihat glamour itu kini tengah tampil dalam keadaan yang jauh berbeda dari biasanya. Kantung mata hitam, wajah pucat, tubuh tanpa aksesoris, dan memakai baju tahanan. Mimiknya terlihat sayu sekaligus penuh amarah. “Maya Manston, istri kedua Logan Manston telah resmi menjadi tersangka dari kasus pembunuhan berencana terhadap Nyonya Bellinda Evanthe, Istri pertama dari Logan Manston. Laporan ini dibuat oleh Tuan Logan beberpa hari lalu yang membawa beberapa bukti yang sudah diselidiki dan ditutup dengan keputusan bahwa Nyonya Maya akan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Diketahui, motif dari kasus ini adalah karena masalah pribadi dan obsesi terhadap narga Manston.” Leyna yang menatap televisi itu hanya dapat memberikan raut wajah datar. Ia baru saja diberi tahu oleh Xavier dan Lo