Share

Salah Kirim Paket
Salah Kirim Paket
Penulis: Dyah Ayu Prabandari

Paket Baju Bayi

Aku bolak-balikkan paket yang ada di tangan. Bagaimana bisa Mas Alvan membelikanku pakaian bayi, sedang aku saja belum hamil.

"Bapak yakin tidak salah alamat?" tanyaku pada seorang lelaki yang memakai jaket berwarna biru itu.

"Benar Mbak, nama dan alamatnya sesuai dengan sini."

Nama pengirimnya adalah Alvan Nugraha, dan itu adalah nama suamiku. Lalu untuk apa dia mengirim paket berisi pakaian bayi sedang diriku tak sedang hamil atau memiliki seorang bayi. Ku ingat tak ada kerabat dan saudara yang baru saja melahirkan. Namun kenapa suamiku membeli pakaian bayi?

Dahiku mengkerut hanya memikirkan sebuah paket dari suamiku. Sebuah paket yang membuat diriku penasaran.

"Atau jangan-jangan Mas Alvan punya selingkuhan?" bantinku curiga.

Ah, tidak! Tidak! Suamiku tak mungkin selingkuh meski aku belum bisa memberikannya keturunan. Dia sangat mencintaiku meski sudah enam tahun usia pernikahan kami, tapi hingga detik ini Allah belum memberikan amanah.

Berbagai program hamil sudah ku lakukan. Pengobatan herbal dan segala macam pijit sudah ku jabanin. Tapi memang Allah belum menitipkan janin dalam rahimku. Aku sudah memeriksakan kesuburan ke dokter kandungan. Hasilnya memang tak ada masalah dalam rahimku. Aku dan Mas Alvan subur. Mungkin Allah menginginkan kami lebih bersabar lagi.

Apa Mas Alvan selingkuh? Lagi dan lagi pikiran buruk itu hadir dalam otakku. Namun kutepis kuat-kuat. Aku tak mau berprasangka buruk pada suamiku sendiri. Mungkin Mas Alvan punya alasan lain kenapa membeli pakaian bayi ini.

"Mbak, ini benar rumah Pak Alvan Nugraha kan?" tanya pak ojol pengantar paket baju itu.

"Iya, Pak betul ini nama suami saya."

"Ya sudah kalau begitu saya permisi, Mbak."

Melangkahkan kaki ke dalam rumah. Paper bag berwarna merah dengan nama toko tertulis jelas di sana. Twins baby shop adalah toko dimana suamiku membeli pakaian bayi ini.

Iseng ku cari nama Twins baby shop di kolom pencarian. Tak berapa lama muncul gambar sebuah toko dengan alamat lengkap di layar ponsel. Ini adalah toko pakaian bayi terbesar di kota ini. Ku jelajahi setiap informasi yang tertera. Ya, toko ini bisa mengirimkan pakaian dengan sistem go send atau bisa melalui jasa pengiriman. Hanya saja pengiriman lewat ojek online mempunyai tarif pengiriman yang jauh lebih mahal dan hanya berlaku di kota yang sama.

Aku duduk di atas ranjang dengan perasaan tak menentu. Bayangan Mas Alvan selingkuh menari-nari di pelupuk mata. Apa benar Mas Alvan memiliki tambatan hati selain diriku? Apa benar Mas Alvan tega, mengkhianati cintaku?

Bulir bening nan hangat menetes begitu saja.

Ya Tuhan, membayangkan saja dadaku terasa sesak. Bagaimana jika itu kenyataan? Aku bahkan tak sanggup jika sampai hal buruk itu terjadi padaku.

Prasangka ini membuatmu semakin tak karuan. Apa aku telepon saja Mas Alvan untuk menanyakan hal ini. Lama-lama aku bisa gila memikirkan masalah ini.

Kupencet dua belas digit nomor Mas Alvan tapi sebelum ku tekan tombol panggil. Ku letakkan kembali ponsel itu di atas nakas. Aku tak mau mengganggu pekerjaan Mas Alvan. Lebih baik ku tanyakan setelah dia pulang. Membicarakan masalah ini dari hati ke hati.

Masalah kehamilan dan pakaian bayi adalah hal sensitif bagi hubungan kami. Aku tak mau paket yang tidak jelas itu justru menghancurkan rumah tangga kami.

***

Jarum jam sudah menunjukkan pukul lima. Sebentar lagi suamiku akan pulang. Beberapa kali ku lirik benda bulat yang menempel di dinding. Satu menit terasa begitu lama saat tengah menunggu.

Bruumm....

Suara mobil Mas Alvan memasuki halaman rumah. Segera aku keluar menyambut lelaki yang ku cintai.

Ku cium punggung tangannya dengan khidmat. Lalu Mas Alvan mencium keningku dengan mesra. Rasanya tak mungkin suamiku berkhianat sedang dia begitu hangat padaku. Mungkin ini hanya kekhawatiran diriku saja.

"Mas mau mandi atau makan dulu?" tanyaku setelah kami tiba di kamar.

"Mau mandi dulu sayang, sudah bau asem," ucapnya sambil memencet hidung seperti orang sedang mencium bau tak sedap.

"Aku siapkan pakaian ganti, Mas." Mas Alvan mengangguk lalu segera masuk kamar mandi.

Kuletakkan celana pendek dan kaos warna putih di atas ranjang. Tak lupa ku letakkan paper bag berisi pakaian bayi di sampingnya baju ganti suamiku. Aku ingin lihat bagaimana ekspresinya melihat benda kotak berwarna merah itu.

Kreek....

Suara pintu kamar mandi di buka. Mas Alvan keluar dengan handuk dililitkan di pinggangnya. Tubuh atletis suamiku terlihat jelas saat dia bertelanjang dada.

Dia tampan dengan tubuh binaragawan. Tak menutup kemungkinan banyak wanita di luar sana yang tergila-gila padanya. Karena aku sendiri bucin padanya.

"Kenapa lihatin aku seperti itu sayang? Pengen ya?" Mas Alvan mengedipkan mata padaku.

Dia memang menggoda tapi tidak untuk saat ini. Aku harus tahu untuk apa dia membeli pakaian bayi itu.

"Buruan ganti baju, Mas!"

Tanpa menjawab Mas Alvan berjalan mendekat ke arah ranjang. Matanya tertuju dengan benda kotak berwarna, merah itu.

"Kamu masih kasih surprise ya sayang?" ucapnya sambil memakai pakaian yang ku siapkan. Aku masih diam tak menjawab. Biar saja dia tahu sendiri apa isi kotak itu.

"Ini untuk Mas, sayang?" tanyanya sambil mengambil paper bag itu.

Wajahnya yang tadi sumringah mendadak berubah menjadi tegang. Ku lihat suamiku menelan ludah dengan susah payah.

Kenapa kamu begitu terkejut dengan paket yang kamu beli, Mas?

Apa memang benar firasatku jika kamu telah mendua? Sungguh tega jika itu benar.

"Kenapa tegang gitu Mas? Bukankah pakaian bayi itu kamu yang beli?" tanyaku datar dengan mata menatam tajam ke arahnya.

Mas Alvan kembali menelan saliva dengan susah payah. Wajahnya masih saja tengang.

"Kenapa kamu beli pakaian bayi, Mas? Bukankah kerabat atau saudara kita tak ada baru melahirkan? Lalu untuk apa Mas beli pakaian itu?" cecarku.

"Apa kamu selingkuh, Mas?" tanyaku lagi.

Uhuuk ... Uhuuk....

Mas Alvan bantu mendengar pertanyaan terakhir yang ku katakan.

Apa benar kamu selingkuh Mas? Kenapa kamu begitu gugup saat ku tanyakan hal itu?

Sakit jika itu benar terjadi. Meski aku sangat mencintaimu tapi jika kamu berkhianat aku tak akan segan-segan meninggalkanmu.

"Jawab Mas! Kenapa kamu diam saja!" Ku naikkan nada bicaraku. Kesal, suamiku hanya diam mematung.

"I-itu sayang, Mas ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status