Share

Empat

Bu Atik geram dengan sikap Anisa, tapi mencair saate terdengar ketukan dari pintu arah depan. Ibu Wisnu yang penasaran langsung saja membukakannya dan yang datang ternyata adalah anak perempuannya.

Dengan antusias, ibu Wisnu menyambut kedatangan anak perempuan yang sudah menikah dan jarang sekali berkunjung ke rumahnya. Namun, kini dia datang dengan anaknya pula. Dengan gemas ibu Wisnu mencium pipi cucunya. Ibu Wisnu segera mengajak anak perempuannya masuk dan duduk di sofa.

"Nisa! Tolong buatkan minum! Cucu dan anak Ibu kemari! Cepat!" teriak ibu Wisnu.

Anisa yang tidak ingin bertengkar pun segera membuatkan minuman yang diminta mertuanya. Setelahnya, Anisa keluar dari dapur dengan membawa nampan berisi dua gelas minuman untuk iparnya serta anaknya.

Seulas senyum Anisa berikan pada iparnya itu. Namun, bukannya membalas dengan senyuman yang sama, iparnya itu justru tertawa mengejek. Anisa hanya diam, tak ingin terlalu menanggapi iparnya itu. Memang, sejak awal dirinya datang ke rumah ini, seluruh anggota keluarga Wisnu tidak menyukainya. Maka, Anisa tidak heran dengan tingkah iparnya yang terkuat semakin menjadi-jadi itu.

"Huh, dasar cewek kampungan. Pantas saja orang lain tidak berminat," ujar ipar Anisa yang membuat langkah Anisa terhenti.

Tanpa membalikkan badan, Anisa menyunggingkan senyuman miring. Sudah terlampau sering dirinya diperlakukan seperti ini, tapi masih saja rasa sakit itu datang menghampiri. Sudut hatinya kian bertambah sakit, kejadian kemarin-kemarin belum bisa dirinya poles agar tidak terasa sakit tapi hari ini luka itu harus bertambah lagi yang kemungkinan akan bertambah besar dan lebar.

"Lihat saja, Bu. Pakaiannya, sungguh kampungan. Tidak mengenal fashion. Mana bisa mata suaminya terjaga jika seperti itu?" Lagi, iparnya itu berkata.

"Iya juga. Tapi, sudahlah bukan urusan kita pula," timpal ibu mertuanya.

Anisa memperhatikan penampilannya dari atas hingga ke bawah. Tidak ada yang aneh. Dirinya memakai kaus lengan pendek dan rok plisket dan itu cukup sopan menurut Anisa.

Dirinya pikir, jika di rumah untuk apa memakai pakaian yang bagus, padahal akan mengerjakan pekerjaan rumah yang menumpuk. Namun, Anisa bisa menjamin di saat dirinya sudah berdua bersama suaminya, dia akan berpenampilan menarik dan Anisa bisa menjamin jika semua orang akan terpikat dengan pesonanya.

Namun, memang dasar laki-laki buaya. Suaminya justru memilih wanita yang jauh dari kata cantik jika dibanding dirinya. Huh! Anisa menjadi ingat akan kejadian malam tadi. Di mana dirinya memergoki chat mesra suaminya bersama wanita lain dan itu membuat emosinya kembali naik.

Anisa menghela napasnya panjang, lalu segera melangkah meninggalkan ibu mertua serta anak perempuannya itu. Tanpa ingin mendengar sesuatu yang nantinya akan semakin membuatnya sakit hati. Sesampainya di belakang, Anisa menyibukkan dirinya dengan pekerjaan-pekerjaan rumah lainnya. Dirinya tidak ingin emosi yang menderanya keluar dan berakibat fatal. Maka dari itu dirinya memfokuskan diri pada pekerjaannya. Tak ingin memikirkan hal yang tidak penting untuk dirinya.

"Ayo, kita sarapan dulu," ajak ibu Wisnu pada anak perempuannya yang langsung diangguki oleh anaknya itu.

Wisnu turun dari kamar dan segera bergabung dengan kedua orang tuanya dan juga kakaknya. Namun, dirinya tidak melihat Anisa di sana. Wisnu mengedarkan pandangannya, mencari-cari di mana Anisa berada.

"Anisa ke mana, Bu?" tanya Wisnu.

"Entah, mungkin di belakang," jawab ibu Wisnu tak acuh.

Mendengar jawaban ibunya, wisnu segera melangkah ke arah belakang rumah, untuk mencari istrinya. Sedari tadi pagi, Wisnu merasa ada hal yang berbeda dengan istrinya. Jika biasanya Anisa begitu antusias untuk menyiapkan keperluannya, tapi pagi ini tidak ada lagi wajah bersemangat Anisa.

Bahkan Anisa meminta dirinya untuk menyiapkan keperluannya sendiri. Sangat berbeda sekali dengan kebiasaan istrinya itu. Tadi pagi dirinya juga menemukan Anisa tidur di sofa bukan di sampingnya. Itu sangat tidak masuk akal menurut Wisnu.

Biasanya, sedang marah seperti apa pun, Anisa akan tetap tidur di kamarnya, tetap menyiapkan keperluannya dan akan tetap peduli padanya. Namun, kali ini, Semua itu tidak dilakukan Anisa. Entah apa yang membuat Anisa berubah seperti itu. Padahal Wisnu sendiri tidak merasa sudah melakukan hal yang menyakiti hati istrinya.

Wisnu akhirnya menemukan istrinya sedang duduk di aturan yang ada di belakang rumah. Sepertinya istrinya itu tengah melamun. Dengan segera Wisnu menghampiri Anisa dan menepuk bahunya.

"Kamu kenapa ada di sini? Tidak ikut sarapan?" tanya Wisnu pelan.

Anisa menoleh lalu menjawab, "Untuk apa?" tanyanya.

Wisnu mengerutkan keningnya bingung dengan jawaban yang Anisa berikan. Itu terdengar ambigu, dan Wisnu tidak mengerti itu.

"Tentu saja untuk melayani suamimu ini, dan juga sarapan bersama. Mengisi perutmu, yang juga butuh asupan makanan," kata Wisnu.

Anisa berdiri dari duduknya dan berbalik menatap Wisnu dalam.

"Kamu kenapa sih? Aneh banget tahu gak? Kamu beda dari biasanya." Wisnu benar-benar tidak nyaman saat ditatap seperti itu oleh Anisa.

Anisa berdeham, lalu mengembuskan napasnya sejenak, sebelum berkata, "Kamu tanya aku kenapa? Kenapa gak kamu tanyakan itu pada diri kamu sendiri, Mas?"

"Maksud kamu apa sih, Nis? Aku sama sekali gak ngerti!" balas Wisnu.

"Oh, begitu, ya. Bisa berbuat tapi tidak mengerti apa yang tengah diperbuat? Ck. Hebat sekali suamiku ini .... Kamu masih tidak mau mengaku, Mas?" tanya Anisa.

"Kamu kenapa melantur seperti ini, sih, Nis? Apa yang sebenarnya kamu maksud?" tanya Wisnu frustrasi.

"Oke, sekarang aku tanya. Apa pantas seseorang yang sudah beristri memanggil mesra seorang wanita yang bahkan tidak memiliki hubungan dengannya? Seseorang yang jika dibandingkan dengan aku bahkan jauh berada di bawahku. Jawab, Mas! Jangan diam saja!"

Deg!

Wisnu terkejut mendengar perkataan Anisa. Wisnu tidak dapat menyembunyikan raut wajah terkejutnya, lalu akhirnya dirinya tersadar.

"Apa yang kamu tahu, Nis?"

"Aku tahu semuanya, Mas. Tentang perselingkuhanmu itu! Apa yang kurang dariku, Mas? Sampai kamu tega melakukan itu padaku?! Apa, Mas?!"

Suasana rumah makan terasa mencekam setelah Wisnu kembali dari belakang. Wisnu tidak menyangka jika istrinya tahu apa yang dilakukannya. Wisnu menyugar rambutnya, dirinya bingung dengan apa yang harus dilakukannya.

Tak ingin terlalu memikirkan hal itu, Wisnu akhirnya pergi ke kantor tanpa berpamitan pada Anisa. Di dalam mobil Wisnu masih saja bingung dengan keputusan yang nantinya akan dirinya pilih.

Bagaimana bisa Anisa tahu padahal ia menutup rapat dan akan menikahi kekasihnya sesuai arahan sang ibu. Belum juga terjadi, Anisa sudah tahu semuanya. 

"Arhg, sial!" 

Wisnu memukul setir mobil, ia berulang kali merutuk dirinya.  Ia pun tak mau kehilangan Anisa untuk saat ini karena perempuan itu sangat rajin hingga dia tak perlu mengeluarkan banyak uang untuk memperkejakan pembantu, toh ada sang istri yang setia merapikan rumahnya.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ki Limo
suami brengsek kyk gt tu, istri dijadiin pembantu.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status