Share

Lima

Sesampainya di kantor, Wisnu dikejutkan dengan kedatangan Sinta, wanita yang selama ini menjadi selingkuhannya. Dengan segera Wisnu membawa Sinta masuk ke dalam ruangannya. Sinta yang ditarik oleh Wisnu pun dengan segera melepasnya, tetapi ditahan oleh Wisnu.

Sampai di ruangan Wisnu, Sinta menghempaskan tangan Wisnu dan menatap Wisnu tajam.

"Kamu apa-apa sih, Mas?! Sakit tahu gak?!" marah Sinta.

Sinta melihat sang kekasih terlihat aneh sejak datang dan cemas. Baru kali ini ia melihat Wisnu begitu tak tenang datang menemuinya.

"Ck. Gawat, Sin, istriku tahu kalau aku selingkuh dan dia marah." Wisnu berucap dengan nada memelas. Sekaligus frustrasi, berulang kali ia mengacak-acak rambutnya lalu mengusap wajah kasar.

"Beneran? Bagus dong!" ujar Sinta dengan mata berbinar. Ia sudah lama menunggu saat itu, di mana Anisa tahu dan ia akan menikah dengan Wisnu.

"Bagus? Kamu bilang bagus? Kamu sadar gak sih amaa yang kamu omongin, Sinta?" Wisnu emosi dengan apa yang di katakan oleh Sinta.

Sinta berdecak kesal mendengar ucapan laki-laki yang ada di depannya itu. Harusnya dia tak usah repot mencari cara agar sang istri tahu hubungan mereka. Harusnya Wisnu senang, bukan malah terlihat cemas.

"Aku serius dan sadar penuh, Mas. Itu berarti bagus untuk kita, setelah dia pergi dari hidup kamu, hubungan kita bisa go public dan nantinya gak akan ada lagi seseorang yang bisa menghalangi hubungan kita ini," ujar Sinta dengan nada serius.

"Dan aku gak mau tahu, kami harus menikahi aku, Mas. Secepatnya. Aku gak mau kalau aku hanya sebagai simpanan kamu!" Sinta berucap tegas. Menatap mata Wisnu dengan sendu.

"Aku capek, Mas. Terus dikatakan perebut laki orang, padahal pada kenyataannya, kamu sendiri yang datang ke aku. Meminta aku supaya menjadi selingkuhan kamu," tambah Sinta.

"Oke, fine but kamu harus sabar. Karena gak semudah itu melakukan pernikahan, Sinta." Wisnu mencoba membuat Sinta paham.

Ya, memang di sini dirinyalah yang bersalah. Dulu, dirinya yang mengajak Sinta untuk menjalin hubungan dengan dirinya. Lalu, jika seperti ini jadinya Wisnu pun bingung harus berbuat seperti apa. Di rumah, istrinya terlihat begitu kecewa dan di sini Sinta meminta dirinya untuk segera menikahinya. Kepala Wisnu rasanya ingin pecah. Dirinya tidak bisa berpikir, pikirannya buntu. Apa ia harus menikahi Sinta, siapa tahu ia cepat mendapatkan seorang anak dan membuat ibunya senang.

Sementara itu, Sinta pun merasakan hal yang sama. Itu semua bukan salah Wisnu sepenuhnya. Namun, juga ada andil dirinya. Jika saja waktu itu dirinya tidak jatuh pada pesona Wisnu maka semua ini tidak akan terjadi.

Namun, siapa wanita yang akan menolak pesona seorang Wisnu? Seorang laki-laki yang gagah, keren dan juga mapan. Semua ada di dalam dirinya, lalu apakah Sinta, seorang wanita biasa bisa menolak pesona itu? Dan untuk menjadi bahan perbincangan para tetangga. Itu bukan bualan semata, melainkan memang benar adanya. Para tetangga selalu membicarakan dirinya yang tak kunjung menikah, tapi seseorang yang menjadi pacarnya selalu datang ke rumahnya bahkan hampir setiap hari.

"Mas, kamu berhak untuk menikah lagi. Kamu pasti tahu 'kan jika seorang laki-laki bisa menikahi empat orang wanita. Lalu, apa lagi yang kamu pikirkan, Mas?" tanya Sinta.

Akhirnya dengan segala bujuk rayu Sinta, Wisnu mau menikah dengan Sinta. Dia segera meminta bawahannya untuk mengurus semua surat-surat serta dokumen yang dibutuhkan untuk proses pernikahannya itu. Tanpa memikirkan bagaimana sakitnya hati istrinya nanti. Wisnu sudah termakan bujuk rayu setan, dirinya bahkan menghalalkan segala cara untuk bisa bersanding dengan wanita yang memikat hatinya.

"Oke, Minggu depan kita menikah siri dulu, bagaimana?" 

"Iya, Mas. Aku mau."

Sinta terlihat senang dengan apa yang di ucapkan sang kekasih. Hal itu yang sudah sangat ia tunggu lama. Menikah dan menguasai harta Wisnu.

***

Suasana rumah saat dirinya pulang dari kantor tetap sama. Anisa sama sekali tidak menegurnya, bahkan untuk membuka suara di hadapannya pun enggan. Wisnu tidak ambil pusing dengan itu, dirinya tidak terlalu memedulikan hal itu, karena yang menjadi fokusnya saat ini adalah dirinya yang harus menyiapkan diri untuk acara pernikahannya Minggu depan.

Wisnu segera membersihkan dirinya, lalu kembali menyibukkan diri dengan laptopnya. Wisnu tak hanya fokus pada laporan yang tenagh dibacanya tapi juga fokus pada pesan yang dikirimkan Sinta padanya.

Kini, rasa gelisah serta takut yang Wisnu rasakan saat Anisa mengetahui hubungan gelapnya tak lagi ada. Yang ada hannyalah rasa bahagia serta gugup karena Minggu depan adalah hari yang bersejarah untuknya. Dia akan menikahi Sinta dan nantinya mereka akan hidup bahagia berdua. Menghabiskan waktu bersama tanpa ada gangguan dari pihak mana pun.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Wisnu beranjak dari duduknya dan melangkah menuju dapur untuk mengambil air minum. Di dapur, Wisnu bertemu dengan Anisa yang sedang sibuk membuat makanan dengan wajah yang begitu serius dan itu membuat kecantikan Anisa bertambah berkali-kali lipat. Wisnu tidak memungkiri jika dalam segi kecantikan, Anisa memang bahkan jauh berada di atas Sinta. Namun, untuk urusan pakaian yang digunakan, Anisa kalah dengan Sinta. Meski begitu, Wisnu tahu, Anisa selalu berusaha memberikan yang terbaik untuknya.

"Kamu masih marah?" tanya Wisnu.

"Kamu pikir saja sendiri, Mas." 

Hanya kalimat itu yang terlontar dari bibirnya. lalu ia melangkah ke kamar.

***

Seminggu kemudian.

Cahaya bulan kini telah berganti dengan cahaya matahari. Sinar mentari kali ini terlihat begitu cerah. Sama seperti wajah Wisnu yang begitu cerah. Begitu pula dengan hatinya, begitu berbunga-bunga.

Pagi ini, Wisnu akan melaksanakan akad nikahnya dengan Sinta. Tidak ada pesta mewah, hanya sederhana saja. Bukan tak mampu, tapi apa kata orang nanti jika Wisnu menikah lagi? Bahkan tanpa persetujuan dari istrinya. Bisa-bisa dirinya akan dicap jelek oleh para tetangga dan Wisnu tidak ingin utu terjadi. Wisnu lebih memilih untuk melakukan akad di rumah Sinta. Tidak banyak tamu yang diundang, hanya tetangga dan kerabat dekat saja yang mereka undang.

Wisnu pun belum memberitahu ibunya mengenai pernikahan ini. Bukannya apa, tapi dirinya takut Anisa tahu nantinya. Wisnu berencana untuk mengenalkan Sinta pada ibunya nanti saat keduanya sudah sah menjadi sepasang suami-istri. Karena dengan  begitu, Wisnu sedikit yakin Anisa pasti mau menerima keputusannya karena tidak bisa menolak.

Wisnu sudah rapi dengan kemeja putihnya serta jam hitamnya. Dirinya nanti akan di dampingi oleh seseorang yang menjadi tangan kanannya. Sesampainya Wisnu di rumah Sinta, acara segera dimulai. Wisnu mengucapkan qabul dengan satu kali tarikan napas.

Sorakan kata 'sah' memenuhi ruangan. Wisnu tersenyum lega. Kini, dirinya dan Sinta sudah sah menjadi sepasang suami-istri. 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status