Share

Sang Terpilih

Kini suara tangis bayi memecah keheningan malam di sebuah bangunan besar yang berdiri tegak di atas lereng pegunungan hijau, dengan lapisan es abadi yang mengelilinginya. Jalan masuk ke arah pegunungan tertutup hutan yang hanya menyisakan jalan setapak untuk dilalui kereta kuda dan pejalan kaki. Jalanan yang cukup terjal dan berbahaya untuk dilalui agar bisa sampai ke bangunan ini.

Bangunan ini sangat besar tinggi menjulang dan dibangun tepat di atas lereng pegunungan. Rumah ini menghadap ke arah Lembah Serigala Putih sedangkan belakang rumah adalah jurang tak berdasar yang tertutup awan putih. Malam yang gelap menambah sulitnya jalan masuk ke bangunan ini.

Hutan yang terhampar di bawah pegunungan juga bukan hutan sembarangan karena hutan ini dapat berubah-ubah susunannya tiap musim tertentu, sehingga tidak semua orang bisa memasuki jalan ke rumah ini jika tidak bersama penghuninya. Konon menurut cerita yang beredar hutan-hutan ini akan hidup di malam hari untuk menelan siapa saja yang mencoba melewatinya.

Hutan juga berbahaya karena menurut cerita yang beredar kalau hutan dihuni makhluk-makhluk mitos terutama Serigala Putih besar yang bisa sebesar beruang.

Serigala raksasa ini dipercaya penduduk setempat sebagai dewa yang mengawasi manusia, namun kenyataannya serigala ini merupakan penghuni asli pegunungan ini yang memegang peranan penting untuk menjaga kedamaian di Lembah Serigala Putih.

Hujan yang turun deras disertai suara halilintar tidak membuat suara tangisan bayi ini lenyap malahan membuat suasana makin mencekam. Lolongan Serigala yang saling bersahut-sahutan menandakan adanya peristiwa istimewa yang akan terjadi malam ini.

Bangunan ini milik Bangsawan kaya raya bernama Chandika Kalandra yang menguasai hampir keseluruhan wilayah Lembah Serigala Putih, Selain kaya raya, Chandika terkenal sebagai pembela kaum lemah. Tidak ada satu penjahat pun berani mengusik kediamannya termasuk juga mengusik keluarganya.

"Wuaaaaa ... wuaaahhh ..."

Tangis bayi masih memecah keheningan malam, sementara di luar bangunan ini tampak beberapa serigala putih berkerumun seakan menunggu dan menjaga Sang Terpilih yang baru lahir ke bumi. Anehnya serigala putih ini hanya melolong dan diam menunggu, tidak berusaha memaksa masuk ke dalam rumah besar ini.

Sementara itu, di dalam rumah besar ini, tampak beberapa orang mengerumuni tempat bersalin yang merupakan asal suara bayi yang kencang. Ada pria tampan yang kelihatan gelisah tapi tidak menyembunyikan jiwa pendekarnya, wanita berpakaian putih dan berambut panjang yang kelihatan sedang membaca mantera, bidan yang membantu persalinan, serta terkulai lemas di atas tempat tidur adalah Ardiyanti Cahyaningrum, ibunda bayi yang baru lahir sekaligus nyonya besar di rumah itu.

Ardiyanti  juga bukan wanita sembarangan. Dia terkenal di dunia persilatan sebagai Pendekar Pedang Naga Api karena kemahirannya menggunakan pedang yang sangat hebat. Pedang  milik Ardiyanti sangat lentur sehingga bisa dijadikan cambuk yang jika digunakan bertarung akan diselimuti api abadi yang bisa membakar habis tubuh seseorang menjadi debu hanya dengan sekali sabetan saja.

Sedangkan di sana, pria tampan yang terlihat gelisah adalah Chandika Kalandra, bangsawan sekaligus Pendekar Serigala Putih. Julukan itu didapatnya dari leluhurnya karena setiap pertarungan yang ia lakukan selalu bersama serigala putihnya yang disebut Sirhaan, yang besar sekali.

Wanita berpakaian putih adalah peramal dan penyihir yang selalu mendampingi keluarga bangsawan ini. Parasnya sangat cantik bagai bidadari, tapi penampilannya dingin laksana es. Dengan hanya mengayunkan sebelah tangannya saja ia bisa membekukan siapapun di depannya kemudian dihancurkannya.

Walaupun mereka tahu namanya Syakia Menur, tetapi tidak ada yang tahu asal-usul wanita peramal ini. Ada yang menyebutnya terlahir dari es abadi, ada juga yang menyebutnya berasal dari dimensi lain, bahkan banyak juga yang menduga ia jatuh dari langit. Konon wanita ini sudah berumur beribu-ribu tahun dan tidak pernah bisa menua. Semua keluarga Kalandra merasa cemas dan khawatir dengan lahirnya bayi ini. Tapi semuanya merasa lega saat mengetahui bayi ini lahir dengan selamat.

Sayangnya, harapan semua orang untuk melihat kelahiran bayi laki-laki yang meneruskan marga Kalandra harus sirna. Mereka justru menemukan bayi perempuan lucu yang baru terlahir menyapa mereka. Tidak ada yang istimewa dari bayi ini dan mirip dengan bayi-bayi pada umumnya. Hanya saja, bayi ini bertubuh mungil. Tubuh bayi ini sangat kurus seperti kekurangan gizi saat dalam kandungan.

“Tuan Chandika, istri Tuan telah terpilih untuk melahirkan Sang Terpilih yang nantinya akan menyelamatkan dunia dari kehancuran," tutur Syakia.

“Harusnya anak laki-laki, kenapa terlahir perempuan?” kata Chandika yang merasa kecewa tidak mendapatkan penerus keluarga Kalandra.

Syakia terdiam sejenak mendengar ucapan Chandika. Memang, harusnya menurut ramalan yang terlahir adalah anak laki-laki penerus generasi Kalandra yang terkenal.

“Itu sudah suratan takdir ... Tuan harus rela melepaskannya untuk diasuh serigala putih yang sudah menunggu di halaman rumah,” ujar Syakia.

Chandika dan Ardiyanti terkejut bukan kepalang mendengar permintaan yang tidak masuk akal dari Syakia.

“Tidak! Aku tidak rela melepaskan anakku!” tangis Ardiyanti.

“Ini demi kebaikan anak Nyonya, karena jika tidak dirawat serigala putih maka anak Nyonya tidak akan bisa bertahan melewati malam ini," bujuk Syakia.

“Tubuh bayi ini lemah dan memerlukan susu serigala putih untuk kelangsungan hidupnya. Kebetulan induk serigala putih juga bersamaan melahirkan anak-anaknya,” lanjut Syakia.

“Hanya butuh lima tahun saja untuk memperkuat tubuh bayi ini, setelah itu Tuan dan Nyonya bisa merawatnya kembali. Ini sudah takdir kalau bayi ini kelak akan menyelamatkan kita semua," lanjut peramal ini.

“Bagaimana kamu yakin induk serigala tidak akan memakan anak kami satu-satunya?" tanya Ardiyanti.

“Aku tidak yakin Nyonya, tapi jika memang bayi ini Sang Terpilih maka dia akan baik-baik saja,"  jawab Syakia penuh keyakinan.

Chandika penuh kebimbangan dengan keputusan yang akan dibuatnya. Ia tahu Sirhaan, induk Serigala Putih di luar pasti akan menjaga anaknya karena dia dan Serigala Putih itu sudah seperti saudara tapi menyerahkannya dengan kondisi cuaca sekarang membuatnya bimbang,  apakah anaknya bisa bertahan di tengah cuaca dingin ini.

Tapi dia tahu menahan anaknya lebih lama lagi hanya akan membuat tubuh anaknya menjadi semakin lemah dan bisa berujung fatal menuju kematian.

Chandika kemudian menggendong bayinya dan diserahkan ke Syakia.

“Kirana Sasmaya, kamu harus bertahan ya! Lima tahun lagi ayah akan datang menjemputmu," pesan Chandika.

Sementara itu Ardiyanti pasrah dengan keadaan yang menimpa keluarganya. Tidak ada lagi yang bisa dilakukannya. Hanya berharap Kirana bisa bertahan di luar sana sampai dijemput lagi oleh mereka.

Chandika sebenarnya sudah mengetahui rahasia keluarganya tapi dia selalu menyembunyikan tradisi yang berlaku di keluarganya itu. Saat bayipun Chandika juga diasuh oleh serigala putih di bawah pengawasan penyihir putih. Itulah kenapa dia sangat akrab dengan Sirhaan karena umur serigala putih ini sama dengan umurnya.

Hanya bedanya Chandika tidak langsung diserahkan untuk dirawat serigala putih. Dia diserahkan saat berumur 2 tahun karena kondisi tubuhnya sangat lemah pada saat itu. Hanya susu serigala putih yang berasal dari indukan serigala putih yang bisa memulihkan kondisi tubuhnya.

Sirhaan sebenarnya adalah serigala putih betina tapi kelincahan dan kegesitan bertarungnya tidak kalah dengan serigala putih jantan pada umumnya. Umur serigala putih sangat lama dan bisa melebihi umur manusia normal, karena konon menurut cerita serigala putih ini adalah jelmaan dewa yang ditugaskan mengawasi manusia agar tetap hidup harmonis dan jauh dari tindak kekerasan.

“Seharusnya Tuan Besar bangga karena Sang Terpilih baru muncul tiap lima ratus tahun sekali untuk membersihkan semua kejahatan yang telah timbul selama lima ratus tahun ini. Jangan khawatir Tuan, karena dewa-dewa pasti akan melindunginya," bujuk penyihir putih ini.

“Aku juga akan memantau perkembangannya. Ijinkan aku pamit dulu dari mendampingi Tuan Besar. Mohon jangan melakukan apapun selama lima tahun ke depan. Percayakan Kirana sama aku Tuan Chandika!” ujar Syakia.

“Baiklah. Tolong kamu jaga anakku dan anak Sirhaan biar mereka bisa tumbuh bersama. Aku mau mengundurkan diri dahulu dari dunia persilatan dan memusatkan pikiran untuk memperbaiki stamina dan memperbaharui jurus silat yang akan aku ajarkan ke Kirana kelak," pinta Chandika.

Tiba-tiba terjadi keanehan pada diri Chandika, seperti sedang mendapatkan penglihatan masa depan.

“Jika nanti aku menulis Kitab Silat untuk Kirana, akan aku sebar di beberapa tempat. Tolong kamu mencarinya untuk dipelajari oleh Kirana, jika memang kamu tidak menemukan diriku atau aku sudah meninggal sebelum Kirana dibawa kembali ke rumah ini!" ujar Chandika.

“Bagaimana aku bisa menemukan Kitab Silat itu Tuan Chandika, jika tempat menyimpannya saja aku tidak tahu!"  tutur Syakia yang agak bingung dengan keputusan Chandika.

“Kamu hanya perlu ingat ini untuk menemukan Kitab Silat ini, yaitu Bunga Sakura, Lotus Putih, dan Meditasi. Jika saat kamu membawa Kirana ke sini lima tahun kemudian, tapi aku sudah tiada, kamu cari Bunga Sakura. Jika nantinya saat remaja aku baru tiada, kamu cari di Lotus Putih. Untuk meditasi saat dia mulai dewasa dan aku baru tiada, barulah kamu cari di Meditasi," lanjut Chandika yang mulai bersikap aneh.

“Aku tidak mengerti apa yang Tuan maksud barusan," kata Syakia dengan nada bingung. "Ada yang aneh dengan Tuan Chandika," pikirnya.

“Tidak apa-apa! Nanti kamu akan mengerti. Lagian kalau aku masih ada di rumah ini tidak akan jadi masalah. Sekarang kamu rawat anakku baik-baik ya!" kata Chandika sambil tersenyum.

"Satu hal lagi. Kalau kamu tidak menemukan diriku setelah lima tahun, segera bawa Kirana ke Pulau Es. Ada adikku, Abisatya yang menjadi pemimpin di sana. Dia pendekar terkenal, pasti bisa mengajari Kirana ilmu silat berdasarkan kitab yang aku tulis," kata Chandika lagi.

"Tapi jika kamu tidak menemukan Abisatya atau kamu ragu dengan dirinya, pergilah menuju Pulau Peri. Cobalah melatih ilmu silat Kirana di sana. Kirana tidak memiliki chi di dalam tubuhnya karena tubuhnya yang sangat kurus tapi akan ada keajaiban di Pulau Peri nanti," lanjut Chandika.

"Jalan terakhir ... jika kamu tidak menemukan seorang pun untuk melatih Kirana, pergilah ke Pulau Api. Pendekar Super Sakti yang tinggal di sana berhutang budi padaku. Bilang saja kalau Kirana adalah anak Chandika Kalandra yang telah menolongnya beberapa tahun yang lalu, pasti beliau akan menerima kalian untuk sementara. Mintalah pertolongan padanya untuk mengajari Kirana ilmu silat baik ilmu silatnya sendiri maupun ilmu silat Serigala Putih yang kutulis dalam kitab ini."

Syakia sangat kebingungan dengan pesan dari Chandika. Seakan-akan, Tuannya ini telah mengetahui masa depannya yang akan berpisah selama-lamanya dengan putrinya ini.

"Aku hanya merawat Kirana selama lima tahun, Tuan Chandika. Jangan khawatir, setelah lima tahun akan kukembalikan kepada Tuan. Pada masa itu, Tuan Chandika bisa mengajarkan sendiri ilmu silat Serigala Putih padanya," ujar Syakia.

Syakia berlalu membawa Kirana dan meninggalkan kediaman Chandika diiringi tatapan sedih Ardiyanti dan juga Chandika, seolah-olah ini merupakan terakhir mereka melihat Kirana.

Perlahan-lahan, bayangan putih Syakia menghilang di tengah hutan membawa Sang Terpilih.

Tapi benarkah gadis mungil, kurus, dan lemah ini adalah Sang Terpilih yang akan menghentikan sepak terjang Pendekar Iblis?

Sebenarnya, apa yang dilihat Chandika saat dia mendapat penglihatan masa depannya, sehingga pendekar ini sangat panik dan meninggalkan pesan untuk Syakia?

Apakah Kirana juga akan mendapatkan summon Ruh Api Foniks seperti leluhurnya Bhadrika? Dia bertanya-tanya, namun hanya mampu memendamnya dalam hati.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Naga Phoenix
seru habis ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status