Share

Curiga Dengan Keluarga Menantu Baru

Pov Ibu Mertua

Namaku Tuminah. Orang di kampungku kebanyakan memanggil aku Situm. Aku seorang janda beranak dua yang ditinggal menikah lagi oleh suamiku sejak anak Pertamaku 'Putra' masih berumur 10tahun.

Menjadi Janda tak punya rumah dan tak punya penghasilan tetap, membuatku sangat tersiksa saat itu. Aku selalu hidup berpindah-pindah tempat, numpang rumah dan numpang makan mengharap belas kasihan saudara-sauadaraku. Tak jarang aku akan berkelahi dengan pemilik rumah karena mereka cerewet sekali yang protes bajuku numpuk belum dicucilah, kamar yang aku tempati berantakanlah. Beginilah nasib orang yang numpang, selalu disalahkan dan tidak bisa hidup bebas. Aku benci kehidupan yang seperti ini.

Saat Putra mulai dewasa ku paksa dia kerja. Namun susah sekali membujuknya merantau. Aku sudah sangat risih melihatnya menganggur, pergi ngluyur tidak jelas bersama teman-temannya. Bahkan dia sering pulang dalam keadaan mabuk.

Karena ulah Putra yang sering pulang mabuk, kami diusir oleh keluarga kakak kandungku. Mereka bilang cukup sudah memberi kami tumpangan bertahun-tahun. Mereka juga bilang kami nggak pantas dikasihani karena sebenarnya kami masih muda dan masih bisa bekerja. Karena tak terima diusir aku sempat menjambak rambut kakak iparku, kami yang sesama perempuan ini bergelut hebat saat itu hingga harus dilerai tetangga karena tak ada yang mau mengalah diantara kami.

Sejak kejadian itu aku bersumpah akan menjadi orang kaya raya agar bisa membalas penghinaan kakak kandungku beserta istrinya itu.

Setelah terusir, aku menyuruh Putra pergi kerumah bapaknya untuk meminta uang. Beruntung Putra berhasil membawa uang yang saat itu kami gunakan untuk pergi ke kota.

Di kota aku menjadi buruh cuci dari rumah ke rumah. Sedangkan anakku Putra masih saja menjadi pemalas. Tak ada yang bisa diharapkan dari anak laki-lakiku satu-satunya itu. Sangat Pemalas.

Waktu berlalu, tak ada kemajuan pada hidup keluargaku. Malah hal buruk sering kami alami, misalnya diusir dari kontrakan karena tak membayar sewa dan kami terpaksa menjadi gelandangan tinggal di bawah kolong jembatan. Aku drop, aku sempat sakit parah saat itu. Dan ada hikmahnya juga aku sakit waktu itu. Putra jadi mau bekerja menjadi OB disalah satu perusahaan besar di kota ini. Disitulah dia mulai mengenal Abel. Sejak pernikahan Putra dan Abel hidupku berangsur lebih baik meskipun Putra kembali memilih jadi pengangguran tapi hidupnya terjamin oleh istrinya. Bahkan dia bisa memberiku uang secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan Abel istrinya.

Enam bulan pernikahan mereka, aku memutuskan ikut pindah kerumah menantuku itu. Rumahnya cukup luas aku betah tinggal disana. Namun belum genap sebulan aku tinggal disana, Abel kabur dari rumah dan meminta cerai dari anakku.

Alasan dia meminta cerai karena tak sanggup memberi kami sekeluarga makan. Padahal dia kerja di kantor besar, mana mungkin gajinya tak cukup. Dasarnya mungkin dia pelit tak mau membagikan uang gajinya buat keluarga suami.

Alasan lainnya karena dia bilang cape mengurus rumah. Dia harus mencuci bajuku dan anak perempuanku. Bukankah itu sudah jadi kewajibannya jadi menantu. Mau jadi menantu durhaka dia! Aku mertua dia, masa disuruh cuci piringlah, nyapulah. Ogah! Untung saat itu dia hamil, jadi Putra tak perlu bercerai dengannya. Aku lega karena gagal menjadi gelandangan lagi. Dan aku kembali bisa hidup tenang dirumah menantuku ini.

Dua minggu lalu Putra membawa pulang perempuan, namanya Dita. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya dia membawa perempuan. Dia sering ganti-ganti perempuan yang berbeda dibawa ke rumah ini. Tentu saja tanpa sepengetahuan siapapun karena aku bilang mereka anak temanku jadi tetangga tak ada yang curiga. Hingga saat Putra membawa Dita, aku mengusulkan mereka berdua menikah saja. Dita sepertinya orang kaya, dia membawa mobil mewah datang ke rumah ini. Dan Ditapun bilang tak keberatan menjadi istri ke dua anakku. 

Dengan Dita aku berharap kehidupanku dan keluargaku berubah. Dia bisa menjadi jalan pintasku menjadi kayaraya. Gadis yang berumur 20tahun itu sempat membawa kami ke rumahnya. Rumahnya lantai tiga. Mobilnya bukan hanya satu tapi tiga. Kami disambut oleh orang tua Dita yang menurutku berpenampilan sangat aneh. Ayah Dita orang kaya dan memiliki perusahaan besar, tapi jas yang dipakainya saat menyambutku sangat lusuh. Dan istrinya pun sama saja, tidak terlihat aura orang kaya sama sekali. Wajah menornya malah terlihat sangat norak, tidak terlihat berkelas sama sekali.

Dipertemuan pertama kali keluarga kami saat itu, orang tua Dita langsung membahas pernikahan.Tentu saja membuatku sangat senang. Namun karena kami belum memegang uang sama sekali kami minta waktu.

Hingga saat perselingkuhan Putra dan Dita terbongkar. Kemudian Abel memilih keluar dari rumah ini, kami kembali datang ke rumah Dita dan menerima tawaran orangtua Dita untuk menikahkan mereka secepatnya. Aku dan Putra menjelaskan kalau kami tak punya uang sepeserpun untuk menikahkan mereka, tapi kata mereka uang tidak masalah bagi mereka. Mereka yang akan membayar semua biaya.

Impianku melihat Putra menikah di gedung mewah atau di rumah calon besan ku yang megah kandas. Orang tua Dita bilang mereka akan menikahkan Putra dan Dita dirumah yang ku tempati sekarang, rumah Abel. Alasannya karena mereka takut keluarga mereka tahu kalau Dita menikahi lelaki beristri, miskin lagi. Alasan yang membuat dadaku sesak dan darah tinggiku naik. Kembali aku mengalah karena masih berharap bisa menjadikan Dita mesin atm ku setelah kepergian Abel.

Tak ada pesta ataupun tamu undangan, orangtua Dita hanya memberiku uang dua juta untuk semua biaya pernikahan berlangsung. Pernikahan hanya disaksikan oleh keluarga dan beberapa orang tetangga saja. Makanan yang kami suguhkanpun sangat sederhana. Sangat berbeda jauh apa yang ada dalam bayanganku. Saat inilah aku mulai mencium bau tidak beres tentang keluarga Dita.

"Pak besan, kapan anda memboyong kami ke rumah anda? Kasian kan anak bapak tinggal di rumah sempit ini." ucapku selepas ijab kabul Putra dan Dita. Lelaki yang hari ini resmi jadi besanku tampak diam dan berpikir.

"Sementara biar Dita tinggal disini dulu. Aku mau, dia jadi istri yang baik, belajar sederhana hidup bersama suaminya."

Lututku gemetar mendengar ucapan besanku. Ini diluar perjanjian awal, bahwa ia akan langsung memboyong kami sekeluarga ke rumah mewahnya. Apa aku sudah tertipu janji manisnya?

"Tapi Pak besan sama Buk besan sendiri yang janji pada kami akan langsung memboyong kami kerumah kalian kalau kami cepat-cepat menikahkan Putra dan Dita." kembali aku menagih janji mereka dengan ekspresi kesal.

"Iya tahu. Kami enggak lupa janji kami kok. Tapi kan kami mau mengajari anak kami kesederhanaan. Selama ini dia hidup serba mewah dan manja. Dia sekarang sudah bersuami, kami ingin merubah anak itu. Disini tempat yang paling cocok untuk Dita belajar mandiri."

"Kok alasan kalian aneh banget ya. Dari kemarin muter-muter ngomongnya enggak jelas. Kalian orang kaya betulan apa orang kaya bohongan sih! masa ingkar janji terus, enggak bisa dipegang omongannya." geram ku tunjukan secara terang-terangan pada kedua besanku.

"Lah, kalian kan sudah datang ke rumah kami berulang-ulang, masa masih sangsi seberapa banyak harta kami!" ucap besan perempuanku.

"Makanya biar kami lebih percaya, cepat bawa kami kerumah itu. Jangan bohong terus dong!" cercaku penuh emosi.

"Tunggu sebulan lagi ya, kami sibuk mau keluar negeri selama sebulan. Nggak sopan kan ninggalin kalian sendirian dirumah sebesar itu."

Mataku berbinar mendengar alasan besanku. Bangga sekali ternyata punya besan kayaraya.

"Keluar negeri? negara mana? kenapa nggak ajak aku juga."

"Kami ke Swiss untuk perjalanan bisnis bukan untuk liburan. Kapan-kapan ya, kami janji akan bawa kalian sekeluarga liburan ke luar negeri."

"Sungguh, Pak besan? enggak bohong lagi kamu kan?" tanyaku penuh harap.

"Nggak dong! asal kamu jaga anakku baik-baik disini." ucapnya memberi syarat.

"Siap Pak besan. Pokoknya kami akan jaga Dita dengan baik disini."

Setelah kepergian besanku kembali ke rumahnya. Dita dibopong oleh Putra masuk kamar bekas Abel. Mereka berdua sepertinya tak sabar bermesraan di kamar. Dasar lelaki memang sama saja. Kemarin Putra nangis-nangis ditinggal Abel. Dan sekarang dengan cepat melupakan Abel saat bersama Dita. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku melihat kelakuan putra semata wayangku.

Sore harinya ku ketuk kamar pengantin baru itu. Aku dan putriku lapar, tak ada makanan sisa sedikitpun. Aku harus minta uang belanja pada menantu baruku.

"Iya, Bu. Ada apa?" suara lembut Dita menyejukan hatiku. Berbeda banget dengan cara Abel selalu memperlakukanku. Kasar sekali perlakuan Abel selama ini padaku.

"Ibu cuma mau minta uang. Stok makanan di dapur habis semua."

"Owh uang, ya? Aku jarang bawa uang cash, Bu. Soalnya orang kaya sepertiku selalu bawanya kredit card kemana-mana. Aku enggak suka bawa uang cash karena takut kerampokan." jawabannya terdengar sangat dibuat-buat.

"Masa uang 100ribu pun tak ada?" tanyaku tak percaya. Kalau tak ada uang cash berjuta-juta masih masuk akal. Tapi kalau hanya 100ribu, kok sepertinya ada yang ganjal dengan pernyataannya.

"Iya, Bu. Benar tak ada. Jangankan seratus ribu, sepuluh ribupun aku tak punya uang cash, Bu!"

"Kamu orang kaya betulan bukan sih! masa uang segitu tak ada!"  tanyaku to the ponit.

"Kok ibu bertanya kayak gitu. Ya betulanlah aku kaya, masa bohong sih! Masa gara-gara uang seratus ribu, ibu jadi sekasar ini padaku!"

"Bukan maksud ibu mau kasar. Tapi ibu sekarang ragu, kamu punya uang beneran nggak sih?"

"Uangku ratusan juta ada dalam atm ku, Bu. Jangan asal curiga gitu dong!" wanita itu mulai menunjukan wajah aslinya. Ternyata dugaanku selama ini salah. Dia bukan wanita lemah lembut, dia lebih jahat dari pada Abel. Menantu baik yang sudah ku sia-siakan itu.

"Kalau ada ratusan juta, buktikan sekarang. Ambil ke atm. Jangan cuma mamerin barang yang tak nampak wujudnya!" tantangku.

"Kenapa aku harus nuruti permintaan ibu. Suka-suka akulah mau nunjukin bukti atau enggak!"

"Kamu!" saat aku hendak menampar perempuan yang baru dinikahi anakku. Gerakanku terhenti. Kulihat wanita itu membungkam mulutnya dan berlari kekamar mandi. Dia tak  berhenti muntah di kamar mandi. Kenapa dia? nggak mungkin kan dia hamil padahal ketemu Putra saja baru dua minggu yang lalu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status