Share

Bab 8

Reza berjalan menghampiriku dan menyerahkan dua benda tipis dan sebuah kunci ke tanganku. Aku menelan saliva dengan sangat susah. Aku terus memandangi kedua jenis benda di tanganku.

‘Kenapa ini ada pada Reza?’ batinku.

“Aletta, ada apa?” Aku tersadar saat Kak Rasyid memanggilku. Dia turun kembali dari mobil dan menghampiriku yang mematung.

“Itu milik siapa, punya Mirza? Kenapa ada padamu?” tanya Kak Rasyid pada Reza.

“Seminggu yang lalu dia mengirimnya lewat ekspedisi. Aku tidak tahu kalau akhirnya dia akan meninggalkan Aletta,” ucap Reza.

“Kenapa dikembalikan? Bukankah ini akan sangat berguna untuk menghidupi wanita simpanannya?” Aku bertanya dengan sinis.

“Oh, simpanan ya? Ok, karena simpanan Mirza jauh lebih tajir darimu. So, dia sudah tidak membutuhkan itu lagi. Bawalah, dan jangan pernah terus mencari Kakakku. Aku harap, kamu segera mengurus perceraianmu ke pengadilan. Agar Kakakku bisa menikahi simpanannya secara negara.” Reza menekankan kata ‘simpanan’ pada setiap ucapannya.

Bugh!

“Kak!” jeritku saat Kak Rasyid memukul wajah Reza, hingga dia terhuyung.

“Katakan pada Kakakmu itu. Jangan terus bersembunyi jika dia masih laki-laki. Temui aku jika dia masih memiliki muka!”

“Ok, akan aku sampaikan.” Reza masuk ke dalam mobilnya dan pergi mendahului kami.

“Ayo Aletta, sebaiknya kita juga pergi dari sini.” Kak Rasyid menggiringku masuk ke dalam mobil. Aku melihat ke atas, dan menghembuskan napas kasar. Mobil membawaku menjauh dari rumah Mama, tapi serasa ada yang tertinggal di sana.

Aku masih menggenggam kedua kartu yang sering digunakan Mas Mirza. Satu kartu ATM, satunya lagi kartu kredit yang dia pakai untuk keperluan kantor. Dan, kunci vila yang berada di dekat kantor cabang.

“Itu kartu atas nama siapa? Kamu apa Mirza?” tanya Kak Rasyid.

“ATM atas nama Mas Mirza, untuk kartu kredit itu milikku. ATM ini, dia bikin waktu pertama bekerja sebagai direktur, lima tahun yang lalu.”

Kak Rasyid manggut-manggut mendengar penjelasanku. Pandangannya lurus ke depan memperhatikan jalan.

“Kamu tahu, berapa saldo terakhir ATM itu?” tanya Kak Rasyid lagi.

Aku mengingat-ngingat kapan Mas Mirza menggunakan kartu itu. Setahu aku, Mas Mirza hanya menggunakan kartu itu untuk menyimpan sebagian gajinya. Dan untuk laba perusahaan, semuanya memang masuk ke dalam rekeningku.

“Aku tidak tahu, mungkin tidak terlalu banyak karena Mas Mirza hanya menyimpan sebagian gajinya di kartu ini. Dan sebagiannya lagi, dia berikan padaku.”

“Mau mengeceknya?” tawar Kakakku.

“Tidak usahlah, Kak. Mau ada ataupun tidak ada isinya, tidak penting bagiku. Toh, itu haknya dia, upahnya dia dalam bekerja,” kataku menolak.

Namun, untuk kartu kredit, Kak Rasyid menyarankan agar aku memeriksanya. Kak Rasyid bilang, takutnya Mas Mirza menggunakan uang kantor untuk keperluan pribadinya. Aku pun mengiyakan, tapi tidak sekarang. Aku merasa sangat lelah harus terus berinteraksi dengan orang. Bukan tubuhku, melainkan hati dan pikiranku.

Setelah sampai di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar setelah menyapa Kakak ipar dan keponakanku. Thalita tidak ada, kata Kak Melati, sedang pergi ke sekolah dengan Niar. Beruntung, sekolah Thalita tidak jauh dari rumah, jadi aku tidak terlalu khawatir.

Aku merebahkan tubuhku di atas pembaringan, menutup kepala dengan bantal.

“Aletta, bangun dan siapkan ini semua.”

Baru saja tubuhku merasa rileks, kini dibuat kembali tegang dengan permintaan Kak Rasyid.

“Apa ini, Kak?” tanyaku. Aku bangun dan mengambil ponsel dari Kakakku.

Aku menyugar rambutku, dan menggaruknya.

“Kumpulkan persyaratan ini dan segera ajukan gugatan ceraimu ke pengadilan. Akan Kakak kirimkan ini ke ponselmu,” ujarnya. Setelah beberapa saat, ponselku berbunyi menandakan ada pesan baru yang masuk. Tidak perlu aku lihat, itu pasti pesan dari Kak Rasyid tadi.

Di sana ada beberapa berkas yang harus aku siapkan agar bisa menggugat cerai Mas Mirza. Aku berdecak malas, karena ini pasti akan membuatku harus bolak-balik ke pengadilan nantinya.

Setelah menyiapkan yang dibutuhkan, aku menyerahkan berkas itu pada Kak Rasyid. Kak Rasyid bilang, biar pengacara yang akan mengurus itu semua. Meskipun nantinya aku akan tetap datang untuk mempercepat jalannya persidangan.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Asrinda 24
sepertinya Mirza sakit keras
goodnovel comment avatar
Fitta Kristiana
ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
Adriana Lim
aku rasa mirza sakit keras
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status