Share

Lima puluh

Mas Danang merebut ponsel dari tanganku. "Buat apa pakai hubungi Asty segala? Sudah jelas kalau memang ini rumahnya."

Klik. Lalu Mas Danang memutus sambungan telepon yang tadi memang belum diangkat, baru berdering saja.

"Enggak, Mas, kita tetap harus telepon Asty dulu karena kenyataan yang tidak sesuai ekspetasi ini. Bagaimana kalau ternyata ini rumah orang lain? Bisa malu tujuh turunan nanti," ucapku.

Aku kembali merebut benda pipih dari tangannya dan menekan nomor Asty lagi. Panggilan pertama tidak diangkat dan baru diangkat panggilan yang kedua.

"Halo, As?" sapaku.

"Halo, Mbak. Assalamu'alaikum," sapa Asty dari seberang telepon.

"Aku jadi ke rumahmu, ya?"

"Iya, Mbak, dengan senang hati aku akan menunggu kedatangan Mbak di sini. Mas Ubay pasti senang kalau kalian datang. Apalagi ibu."

Aku tidak akan bilang pada Asty kalau kami sudah ada di depan rumahnya saat ini.

"Aku datang tidak sendirian, ada Mas Danang, Aruna, dan ibu serta bibiku. Kamu nggak keberatan?"

Terdengar tawa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status