Share

6. Tirai Pelindung

Sebuah pohon yang besar terlihat oleh Nathan. Hatinya berkata, mereka bisa beristirahat di pohon itu dan mengisi perutnya yang sudah mulai keroncongan.

"Tahan dek, sebentar lagi kita sampai," Nathan memapah adiknya dan berjalan perlahan menuju arah pohon yang ditujunya.

Suhu pada malam hari sangat dingin, lalu terdengar suara fauna, burung hantu babi hutan dan masih banyak lagi. Suara-suara itu terdengar sangat menyeramkan, namun Nathan membisikkan kata-kata menghibur agar adiknya tidak ketakutan.

Kedua kakak beradik itu akhirnya mencapai pohon besar lalu menyandarkan tubuhnya disana. Nela berbaring dipaha kakaknya, dia sangat lelah bahkan nyaris pingsan. Nathan mengangkat kepala Nela dan meminumkan air seteguk demi seteguk.

Nyaris terlelap, sayup-sayup terdengar suara warga dari kejauhan. Nathan tersentak, nyala obor dan senter terlihat dari kejauhan. Laki-laki berusia remaja ini ketakutan, bagaimana jika Ningsih menemukan mereka ? Dia tak terlalu mengkhawatirkan dirinya, namun adiknyalah yang sangat dikhawatirkannya. Jika saat ini mereka tertangkap dan kembali ke rumah, maka sudah pasti Nela yang akan menjadi bulan-bulanan sang ibu sambung.

Kepalanya terasa sakit, sebuah bayangan berkelebat. Dia merinding, dilihatnya Nela sudah tertidur lelap di pangkuannya.

Sesaat Nathan memejamkan mata. "Siapapun penghuni di hutan ini, lakukan sesuatu untuk melindungi kami. Aku berjanji akan melakukan apapun untuk membalas kebaikan kalian."

Tanpa membuka mata sekalipun, Nathan tau jika belasan warga dan ibu sambungnya sesaat lagi akan menemukan mereka, dia terus berucap.

"Aku akan mengabdi pada kalian hai penghuni hutan ini, harimau, singa ular dan apapun itu, atau jika ada mahluk planet yang tersesat seperti kami berdua, tolong lakukan sesuatu," suara Nathan terdengar sangat putus asa.

"Itu mereka!"

Suara warga yang berbondong-bondong datang bagaikan pedang yang akan menghujam ulu hati Nathan saat ini. Matanya dibukanya perlahan.

"Nathan, Nela ayo kembali sayang, ibu tidak marah pada kalian, ayo kita pulang, ibu janji akan menuruti semua permintaan kalian"

Suara Ningsih yang terdengar dibuat-buat membuat Nathan semakin geram, andai saja dia punya kekuatan super, dia akan membuat ibu sambungnya yang dulu sangat dihormatinya ini menderita.

Sebuah tirai tiba-tiba terbentang saat Ningsih dan beberapa warga sejengkal lagi menggapai lengan Nathan.

"Hah ? hilang...mereka hilang..!" terdengar seruan beberapa warga.

"Apa ? tidak mungkin, tanganku baru saja hendak menggapai kedua anak itu," ucap salah satu warga.

Mereka saling berpandangan satu sama lain. Tanpa dikomando mereka berucap, " Ada hantu..." Warga lari terbirit-birit disusul Ningsih yang juga penasaran dan panik.

Beberapa warga yang sedang menunggu mereka di garis polisi dibuat terheran-heran saat melihat beberapa dari mereka berlari bahkan ada yang sampai jatuh.

"Apa yang terjadi ?" tanya pak RT yang dari tadi hanya menunggu dan tak berani masuk ke hutan.

"Hutan ini benar ada penghuninya...hiiii," ucap warga yang tadi terlihat jatuh. Setelah mengucapkan itu dia segera berlari menuju kampung.

Tak ada yang berani mengambil resiko, apa yang mereka alami menjadi buah bibir di kalangan masyarakat. Ada yang mengatakan jika Nathan dan Nela sudah menjadi tumbal penunggu hutan itu.

Ningsih menahan geram, dia nyaris saja menyentuh lengan Nathan bersama seorang warga, dia bahkan merasa telah menyentuh kemeja yang dikenakan Nathan, namun yang membuatnya tak mengerti tiba-tiba kedua anaknya itu menghilang. Dia terus berpikir, seakan ada sesuatu yang menghalangi pandangan mereka, namun dia tak tau apa itu. Berulang kali dia membolak balik telapak tangannya, lalu terlihatlah sesuatu yang sangat lengket di lengannya.

"I..ini apa ? Getah ? "Ningsih bergidik, dia segera membasuh lengan kanannya namun getah itu tak juga hilang. Akhirnya dia mengambil minyak tanah lalu menggosoknya perlahan sampai getah itu hilang, dan terlihatlah bekas berwarna merah di lengan kanannya.

Nathan yang merasa jantungnya segera copot saat tangan Ningsih menyentuh kemejanya, melihat sebuah tirai yang tiba-tiba terbentang, bahkan dia masih sempat melihat tangan Ningsih dan salah seorang warga ditarik dengan keras dari tirai itu. Dari lubang bekas tangan Ningsih dan seorang warga, ia melihat bagaimana mereka kebingungan dan lari tunggang langgang keluar dari hutan itu.

Nathan sangat bersyukur, sesaat dia memejamkan mata. Merasa sudah aman, dia membangunkan Nela untuk makan malam. Tapi sepertinya Nela jatuh pingsan. Dia tak sadarkan diri.

Nathan tak tau apa yang harus dia lakukan sampai ketika seseorang berdiri di hadapannya.

"Siapa kau ?" Nathan waspada. Seorang gadis cantik seusianya berdiri tak jauh dari mereka berdua.

"Namaku Dewi, aku berasal dari bangsa Goro, jangan takut. Ikutlah denganku, kau akan tau semuanya."

Nathan terdiam, dia sangsi, bagaimana bisa ada gadis secantik itu di hutan ini ? Terlintas olehnya cerita ibunya. Benarkah ada sebuah kerajaan di hutan ini ? Sesaat Nathan menimbang-nimbang, jika dia masih terus disini maka adiknya dalam bahaya. Akhirnya dia mengikuti langkah Dewi dengan menggendong Nela di pundaknya.

Hanya butuh tiga tarikan nafas tiba-tiba di hadapan Nathan terlihatlah sebuah istana yang sangat megah, dikelilingi benteng yang sangat tinggi, dari kejauhan terlihat para prajurit bersenjata lengkap yang lalu lalang. Nathan tertegun, apakah dia sedang bermimpi ? Belum habis keherananannya, tiba-tiba selusin pasukan mengelilinginya.

"Maaf tuan puteri, kami diperintahkan permaisuri untuk menjemputmu," salah seorang pasukan dengan pakaian lengkap layaknya panglima perang bersujud memberi hormat.

"Tolong bawa mereka ke Istana Timur, dan layani mereka sebagaimana kalian melayani puteri," Dewi segera naik ke punggung kuda yang telah disediakan untuk menjemputnya.

Nathan dengan ketidak mengertiannya ikut naik ke atas kuda yang di gunakan salah satu pasukan kerajaan. Hanya dalam beberapa menit mereka tiba di istana yang megah itu. Di atas pintu utama terdapat sebuah mahkota yang bersusun tiga. Apakah kerajaan ini dipimpin oleh seorang wanita ?

Nathan yang masih terus menggendong Nela, dituntun menuju Istana Timur, mereka melewati balairung yang berwarna keemasan di setiap sudut dindingnya, nampak para pelayan istana dengan pakaian kebaya berjalan menunduk memberi hormat, dan menunjukkan sebuah kamar set mewah lengkap dengan furniture klasik ukiran jepara.

Walau masih terheran-heran Nathan membaringkan Nela di atas kasur empuk itu dengan tak lupa melepas sandal jepit yang dikenakan adiknya. Dia ingin bertanya namun para pelayan telah menghilang dari kamar, dia membaringkan tubuh lelahnya di samping Nela. Nathan sedang berpikir keras, mungkinkah dia dan Nela sudah mati atau barangkali tirai itu adalah pintu menuju ke waktu lampau pada masa kerajaan majapahit, tapi melihat wajah-wajah punggawa dan pelayan apalagi Dewi, sepertinya mereka bukan berasal dari Indonesia. Hidung mereka semuanya mancung. Nathan terus berpikir, bisa saja mereka terdampar di kerajaan Timur Tengah atau India mengingat wajah mereka mirip orang Arab-India . Karena terlalu lelah memikirkan hal-hal yang tidak masuk akal, Nathan memutuskan untuk tidur, dia berharap saat dia bangun nanti ini hanyalah mimpi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Gondrong Reywok
ceritanya menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status