Share

Bab 66

"Tenang, tarik napas dulu. Tadi, kamarnya kamu kunci, nggak?" tanya Mas Haris.

Aku menggeleng, karena tadi aku ngantuk sekali, sehingga tak terpikirkan untuk mengunci pintu.

"Kenapa?"

"Lupa, Mas. Aku ngantuk tadi."

Mas Haris mengusap pundakku. Bukan apa-apa, perhiasan itu pemberian Bunda sewaktu aku hendak menikah, dan itu merupakan kalung warisan turun temurun dari almarhumah Nenek. Bagaimana aku menceritakannya pada Bunda nanti?

"Sudah, nanti kita pikirkan bagaimana caranya. Sekarang, kita keluar. Kamu belum makan, kan?"

Aku mengangguk, kemudian mengambil hijab dan berjalan keluar bersama Mas Haris. Meski sedang tak selera, namun Bunda sedari tadi memperhatikanku karena aku tak kunjung memakan sayur katuk yang sudah beliau buat.

"Jangan tampakkan kita ada masalah, Rum. Nanti kita cari sama-sama, siapa tahu nyelip," ucap Mas Haris.

"Iya, Mas. Jangan sampai hilang. Kata Bunda, itu kalung dari Nenek ketika Bunda menikah," ucapku.

"Hampir tiga puluh tahunan dong, ya?"

"Iya."

R
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status