Share

Diusir Ipar Setelah Suami Tiada
Diusir Ipar Setelah Suami Tiada
Penulis: Astika Buana

Bab 1. Kapan Kamu Pulang?

"Kapan kamu pulang ke rumahmu?"

'DEG!'

Spontan gerakan tanganku mengelap piring berhenti. Pertanyaannya langsung menorehkan luka di hati ini yang masih basah. Apa tidak bisa bersabar menunggu sedihku usai?

"Tadi malam sudah empat puluh harinya Ridwan. Kalau kamu membutuhkan uang untuk pulang, kasih tahu saya. Tidak usah dikembalikan.  Saya hanya bisa bantu kasih uang transport satu kali jalan saja," ucapnya memperjelas maksudnya. Dia Mbak Rini,  iparku yang juga tinggal di rumah mertuku ini. 

Aku hanya diam tidak menjawab,  hanya memalingkan wajah ke arahnya, dan kembali mengelap piring yang masih bertumpuk ini.  Awalnya aku dan Mas Ridwanlah yang menemani kedua mertuaku yang sudah lanjut usia.  Namun,  Mbak Rini kakak Mas Ridwan beberapa bulan yang lalu bercerai dan tinggal di rumah ini juga.  

"Lap piringnya yang cepat. Orang RT akan segera mengambilnya! Tidak enak membiarkan mereka menunggu!" perintahnya dengan nada berubah kasar,  sambil menaruh keranjang kosong di sebelahku. Kemudian, dia menghentakkan kaki,  dan keluar dari ruangan ini. 

Tak terasa air mata yang aku tahan sedari tadi lolos membasahi pipi ini. Mas Ridwan suamiku dinyatakan hilang saat berlayar. Jasad kedua temannya diketemukan dan sudah dikebumikan, tetapi jasad Mas Ridwan sampai batas waktu akhir pencarian belum diketemukan juga. Kemungkinan besar terseret arus atau dimakan ikan besar, itu kata mereka. Kemungkinan selamat sangat kecil dan itu mustahil. 

Hatiku ngilu membayangkan apa yang terjadi pada suamiku.  

"Sabar ya, Nduk. Ajal seseorang sudah ditentukan Gusti Allah. Kita hanya bisa menjalani saja. Doakan Ridwan ya,  Nduk," hibur Emak, mertuaku saat aku sadar dari pingsan setelah menerima kabar kalau pencarian dihentikan.

"Emak, Nisa selalu mendoakan Mas Ridwan, tetapi Nisa tidak bisa menerima kalau Mas Ridwan dinyatakan meninggal sebelum melihat jasadnya."

"Nisa! Kamu harus menerima kenyataan ini. Jangan keras kepala! Bagaimana diketemukan jasadnya, kalau sudah dimakan ikan!" celetuk Rini, kakak Mas Ridwan.

"Husss! Rini, kalau ngomong dijaga! Nisa ini masih berduka!" teriak Emak sambil mempererat tangannya yang sedang memelukku.

"Memang kenyataannya begitu, kok!" ucapnya sambil berlalu meninggalkan kami.

"Sabar ya, Nduk. Rini memang begitu sifatnya," hiburnya kembali. 

Aku melepaskan pelukannya, menegakkan tubuh supaya terlihat lebih kuat. Aku tidak mau terlihat berduka, suamiku belum meninggal, dia hanya belum pulang. 

Aku yakin itu.

"Ibuk ... adek Dwi nangis!" teriak Alif, anak pertamaku menyadarkan aku dari ingatan kejadian menyedihkan saat itu. Walaupun masih berumur delapan tahun, anakku itu bisa diandalkan menjaga adiknya. Dwi, anak perempuanku yang baru berusia enam bulan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status