Share

Teror

____

Aku langsung membawa suamiku ke rumah sakit dibantu Surti dan Mas Parto. Sepanjang perjalanan darahnya terus mengalir hingga membuatku ngeri. Walaupun ia bukanlah suami yang baik, karena akhir-akhir ini sikapnya banyak berubah padaku, tetapi aku tak tega melihat keadaannya yang tragis.

Tiba-tiba suamiku mengerang kesakitan, matanya terbelalak seolah menahan rasa sakit yang teramat dalam, lalu tiba-tiba ia kembali lemas dan tak sadarkan diri.

"Bang Indra, sadar, Bang!" Aku menjerit histeris hingga membuat Surti dan Mas Parto terkejut.

"Sabar, Mir, sabar, doakan suamimu selamat." Mas Parto yang tengah menyetir mencoba menenangkanku yang tengah gelisah.

Setibanya di rumah sakit, suamiku langsung dibawa ke UGD. Namun, tiba-tiba Dokter keluar dengan wajah lesu.

"Disini apakah ada pihak keluarga korban?" tanya Dokter.

"Saya istrinya," jawabku.

"Suami Anda telah meninggal," jawabnya hingga membuatku terkejut.

Aku tak menyangka semua ini bisa terjadi, padahal tadi dia masih ada dihadapanku. Mengapa tiba-tiba ia pergi begitu saja dengan cara yang tragis.

Tiba-tiba polisi datang setelah Mas Parto menelponnya sebelum kami berangkat ke rumah sakit. Mereka memintaku menceritakan semuanya secara detail. Keesokan harinya para polisi mendatangi rumah kosong itu untuk menyelidiki semuanya. Namun, mereka tiba-tiba mengungkapkan bahwa di rumah itu tak ada tanda-tanda keberadaan manusia. Semua itu membuatku bingung, karena aku yakin betul, bahwa ada seorang perempuan yang mengaku tinggal di rumah itu bahkan meminta air panas padaku.

"Kami sudah menggeledah semua isi ruangan, tak ada siapapun disana, bahkan tak ada pakaian atau tanda-tanda apapun yang menunjukan keberadaan seseorang di rumah itu."

Semuanya menjadi misteri yang ingin kuungkap. Aku penasaran bagaimana ceritanya suamiku tiba-tiba berada di rumah itu dengan keadaan tanpa busana dan kondisi yang sangat mengerikan.

kejadian hilangnya burung Suamiku beserta nyawanya yang hilang secara tiba-tiba membuat kampung tempat tinggalku geger. Banyak orang yang menduga bahwa burung Suamiku dimakan Kuntilanak penghuni rumah kosong itu, tetapi ada pula yang menduga bahwa wanita itu bisa saja manusia yang berjiwa psikopat.

Hantu ataupun manusia, dua-duanya sangat mengerikan bagiku. Karena keduanya sama-sama bisa menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang tragis.

Setelah suamiku dikuburkan, aku hanya termenung seorang diri sambil menatap wajah keempat anakku yang baru saja kehilangan sosok ayahnya. Tiba-tiba aku menyesali diriku sendiri yang tak mau berKB hingga melahirkan empat orang anak yang hanya selisih tiga tahun.

Yudha 12 tahun, Yoga 9 tahun, Yuna 6 tahun dan Yura, 3 tahun. Mereka semua kini menjadi beban pikiranku, bagaimana caranya aku melanjutkan hidup dan menghidupi mereka tanpa seorang suami. Kedua orangtuaku telah meninggal, sedangkan keempat saudaraku tinggal di provinsi yang berbeda dan sangat jauh, selain itu aku juga tak yakin mereka akan menerima keberadaanku jika aku berniat tinggal di rumah mereka.

Malam itu, suasana begitu hening. Sepertinya tak ada orang yang berani meronda sejak kejadian yang menimpa mendiang suamiku. Kejadian tragis itu membuat semua orang bergidik ngeri bahkan untuk sekedar membayangkannya saja.

Tepat di pertengahan malam, tiba-tiba terdengar suara tawa wanita yang terdengar begitu nyaring dari arah rumah kosong itu. Semua itu membuatku ketakutan dan tak karuan. Aku langsung berlari sambil membawa anak bungsuku ke kamar anak-anakku yang lain lalu berbaring disamping mereka.

Tiba-tiba terdengar suara derit lantai seolah seseorang menyeret pisau di lantai teras rumahku. Semua itu membuatku ketakutan dan bingung harus berbuat apa.

Aku bergegas ke kamar untuk mengambil ponsel. Seseorang yang bisa kumintai tolong saat aku terdesak adalah Surti dan Mas Parto. Dua tetangga yang paling peduli padaku.

Aku tersentak kaget saat sebuah suara benturan di kaca jendela, sepertinya seseorang melempar batu ke kaca jendela rumah. Aku menahan diriku untuk berteriak histeris, lalu segera masuk ke kamar anak-anak dan mengunci pintu rapat-rapat. Tak hanya itu, aku juga mendorong lemari hingga menghalangi pintu, berjaga-jaga dari bahaya yang bisa saja menerobos ke rumah.

Aku langsung menelpon Surti dan Mas Parto, tetapi naasnya tiba-tiba ponselku mati. Aku langsung menggerutu, menyalahkan diriku sendiri yang tak mengecamnya seharian. Saat aku berusaha meraih charger, tiba-tiba listrik mati sehingga membuatku tak kuasa menahan diri untuk berteriak histeris.

Tak ada yang bisa kulakukan selain berbaring di tempat tidur anakku dengan degup jantung yang berdegup sangat kencang. Aku hanya bisa pasrah sambil terus berdoa memohon perlindungan kepada Allah.

Suara adzan subuh terdengar nyaring di telinga hingga membuatku tersentak dari tidurku. Untunglah aku masih bernyawa, selain itu tak terjadi hal buruk pada anak-anakku. Kulihat listrik telah kembali menyala jadi aku bisa bernapas dengan lega. Aku keluar dari kamar untuk mengambil air wudhu, lalu mendirikan shalat subuh dan memohon perlindungan kepada Allah.

Setelah selesai shalat, aku berjalan menuju jendela depan. Rupanya semalam itu bukan mimpi, karena kaca jendela rumahku benar-benar pecah berantakan.

Setelah matahari terbit, aku berniat ke rumah Surti untuk menceritakan semua yang terjadi padaku semalam. Tiba-tiba langkahku terhenti saat ekor mataku melihat sosok wanita yang tengah berdiri di balik gorden rumah kosong itu. Aku langsung menoleh dan memperhatikan dengan seksama. Tiba-tiba sosok tadi menghilang begitu saja, rasanya tadi aku melihat jelas ada sesosok wanita disana, aku sangat yakin dengan penglihatanku.

"Mirna, kamu sedang apa berdiri disana?" tanya Mas Parto yang tiba-tiba muncul hingga membuatku tersentak kaget.

"Tadi aku mau ke rumah Mas Parto, mau minta tolong benerin jendela kaca yang pecah."

Ia mengangguk, tetapi sebelumnya ia minta izin dulu pada Surti agar istrinya yang pencemburu itu tidak salah paham.

"Kaca rumahmu kenapa, Mir?" tanya Surti.

Aku langsung menceritakan apa yang terjadi padaku semalam hingga membuat Mas Parto dan Surti tercengang.

"Kita harus lapor polisi," ucap Mas Parto.

Aku mengangguk pertanda setuju, lalu setelah kaca jendelaku selesai diganti, Mas Parto langsung menelpon polisi kenalannya.

Sekitar dua jam kemudian, para polisi datang untuk menanyaiku semua yang telah terjadi. Aku langsung menceritakan semuanya termasuk suara derit pisau yang diseret ke lantai. Polisi langsung memulai penyelidikan di sekitar rumahku beserta rumah kosong itu.

"Apa Anda memiliki musuh atau seseorang yang memiliki masalah dengan Anda atau mendiang suami Anda?" tanya polisi.

Aku menggeleng, karena selama ini aku tak pernah memiliki masalah dengan siapapun.

"Sebaiknya kamu pindah dari kampung ini, bahaya," ucap Surti setelah polisi pergi.

Aku termenung mendengar saran Surti, sarannya ada benarnya juga tetapi rumah yang kutinggali ini adalah peninggalan kedua orangtuaku yang menyimpan banyak kenangan tentang mereka. Aku masih ingat saat kedua orangtuaku meregang nyawa, mereka berpesan agar rumah ini tak dijual kepada siapapun. Mereka juga berpesan agar aku yang menempati rumah ini karena kakak-kakakku bisa bisa menjualnya jika rumah ini dipasrahkan pada mereka.

Malam itu terdengar suara orang yang tengah mengobrol sambil berjalan di depan rumah, tampaknya warga kembali melakukan siskamling sesuai komando dari Pak RT setelah polisi menghimbau agar Pak RT mengerahkan warga untuk kembali menjaga keamanan kampung, terutama rumahku.

Keesokan harinya, aku membuat kue, lalu kuantar ke rumah Surti dan Mas Parto.

"Tumben kamu membuat kue, bukankah kamu tipe orang yang tidak menyukai makanan yang manis?" tanya Surti dengan wajah heran.

"Sebenarnya ini sebagai ucapan terima kasih untuk Mas Parto karena telah mengganti kaca jendela rumahku, selain itu berkat polisi kenalannya Pak RT menghimbau para warga untuk kembali meronda sehingga aku bisa kembali bernapas dengan lega."

Tiba-tiba raut wajah Surti sedikit masam hingga membuatku bingung, aku bertanya-tanya apakah aku salah jika berterima kasih pada suaminya. Mungkinkah ia cemburu? Padahal selama ini aku menganggap Mas Parto sebagai sahabat sama seperti perasaanku pada Surti yang telah bersahabat denganku sejak SD.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status