Keesokan harinya kulihat Mas Parto berjalan celingukan sambil bersiul. Matanya terus melihat ke atas sambil sesekali celingukan kanan kiri.
"Cari apa, Mas?" tanyaku."Burung saya menghilang," jawabnya hingga membuatku terkejut dan langsung menoleh ke arah celana bagian depannya."Itu masih ada," tunjukku. "Eh Astagfirullah, ngapain saya." Seketika aku langsung menutup mata karena malu."Oalah, bukan ini toh Mir, burung kakaktua jambul hitam itu loh, harganya mahal, Mir, sayang banget kalau hilang," ucap Mas Parto.Tiba-tiba terdengar suara kicauan burung dari dalam rumah kosong depan rumahku yang membuat Mas Parto seketika berlari ke arahnya."Hati-hati, Mas, nanti burung yang lain yang hilang," ucapku sambil tetap berdiri dari kejauhan.Rasanya masih mengerikan saat mengingat suara cekikikan semalam yang masih terngiang-ngiang di telinga."Sini, Mir, temani saya!" teriaknya.Aku langsung mengangguk, mengingat dia yang selalu sigap membantu setiap aku membutuhkan pertolongan. Selama ini dia seperti kakak laki-laki bagiku.Mas Parto langsung mencoba membuka pintu itu, tetapi ternyata pintu itu tampaknya terkunci dengan rapat. Semuanya terasa aneh, padahal setelah Mas Parto mendobrak pintu rumah ini beberapa waktu lalu saat mencari suamiku, harusnya kini pintu ini bisa dengan mudah dibuka. Lalu semalam, aku juga melihat Mas Eko bisa dengan mudah keluar masuk rumah ini. Apakah Kuntilanak itu bisa mengendalikan pintu ini hingga bisa terkunci dan terbuka sesuai keinginannya?Rumah ini dulu dihuni oleh sepasang suami istri, Kang Dedi dan Teh Euis. Namun, saat Teh Euis meninggal, Kang Dedi langsung pergi bekerja ke Kalimantan. Kabarnya kini ia telah menikah lagi, makanya rumah ini kosong dan terbengkalai. Semua perabotannya telah diangkut dan dibawa ke rumah orangtua Kang Dedi yang terletak di desa sebelah. "Kamu punya nomor Dedi, gak? Masa saya terus-terusan mendobrak rumah ini," ucapnya."Masa dia mau mengantar kunci dari Kalimantan," sahutku.Kami pun tak mengenal orangtua Kang Dedi, karena berasal dari desa berbeda yang lumayan jauh dari rumah tempat tinggalku."Ah dobrak saja," ucapnya sambil mendorong pintu itu dengan sekuat tenaganya.Bruuug, pintu itu akhirnya bisa terbuka dengan dorongan dari badan Mas Parto yang kekar dan berotot.Kami memasuki rumah itu sambil mengendap-endap, aku juga tak lupa membawa batu dan balok kayu, siapa tau bisa digunakan jika ada bahaya.Tiba-tiba Mas Parto bersiul memanggil burung yang tengah terbang kesana kemari di rumah itu. Sementara aku hanya celingukan mengamati sekitar, takutnya Kuntilanak pemakan burung itu muncul.Greeep--- Mas Parto berhasil menangkap burungnya lalu segera mengajakku keluar dari rumah itu. Syukurlah kami bisa keluar dari rumah itu dengan selamat, sepertinya Kuntilanak itu tak mengganggu jika siang hari.Bluug-- Terdengar suara pintu yang dibanting dengan keras hingga membuatku terkejut.Aku dan Mas Parto langsung saling memandang lalu melangkah mundur secara perlahan."Ngapain kalian disana?" tanya Surti yang tiba-tiba muncul hingga membuatku terkejut."Anu, tadi burung Mas hilang, lalu ternyata burungnya ada di rumah ini," sahut Mas Parto."Jangan sering-sering kesini Mas, nanti burung Mas dimakan Kuntilanak," ucap Surti sambil melirik ke arahku dengan sinis.Aku merasa aneh dengan tatapan itu, karena selama ini ia tak pernah menatapku seperti itu."Surti, Mas Parto gak mungkin macam-macam dia itu sangat mencintaimu." Aku mencoba mencairkan suasana yang tengah terasa tegang."Mas Parto sih setia, tapi Kuntilanaknya ngintilin terus Mas Parto," ucapnya ketus."Sur, kamu tak sedang mencemburuiku, kan? Aku ini temanmu sejak SD, loh.""Memangnya kamu merasa kalau kamu Kuntilanak?" Wajahnya masih saja masam, aku sangat yakin kalau dia cemburu padaku."Sur, aku menganggap Mas Parto sama sepertimu. Kalian itu sahabatku.""Hahahhahaha Mir, wajahmu tegang banget, tadi aku lagi ngisengin kalian berdua, kok." Ia tampak tertawa terpingkal-pingkal hingga membuatku merasa lega. Aku sangat takut jika ada kesalah pahaman diantara kami yang membuat Surti menjauh, karena selain Surti dan Mas Parto, aku tak memiliki siapapun di dunia ini, bahkan aku tak akur dengan keempat saudaraku sekalipun."Sebenarnya semalam kaca jendela rumahku ada yang melempar dengan botol, boleh gak aku minta tolong Mas Parto untuk gantiin kaca jendelaku."Mas Parto tampak terkejut hingga kening mengkerut."Bahaya loh, Mir, kalau tiap malam orang itu merusak jendela kaca rumahmu, kalau kena anakmu gimana." Mas Parto terlihat cemas, tetapi aku juga bingung harus bagaimana menyikapi peneror itu.Hingga kini para polisi masih belum bisa mengungkap siapa pelakunya, hingga aku pun merasa tak nyaman dan sering ketakutan."Dia mengirim surat botol yang berisi ancaman bahwa aku tak boleh mendekati suami si peneror. Namun, aku sangat bingung suami siapa yang kuganggu, karena aku merasa tidak mengganggu siapapun.""Bahaya, Mir, kamu harus segera pindah, kalau kamu bertahan disini nyawamu bisa terancam," ucap Surti sambil mengusap pundakku."Aku bingung, Sur, mau pindah kemana, lagipula aku gak mau jauh darimu.""Aku dan Mas Parto gak bisa terus melindungimu, Mir, ada baiknya kamu tinggal bersama salah satu saudaramu."Aku termenung mendengar ucapan Surti, entah mengapa aku merasa sikapnya sangat berbeda dari biasanya.Saat malam kembali datang, suasana sekitar kembali mencekam. Biasanya setelah isya ada anak-anak yang pulang dari mesjid melewati rumahku, tetapi akhir-akhir ini mereka tak pernah terdengar lagi, tampaknya mereka memilih melewati jalan lain agar tidak melewati rumah kosong yang kini banyak dibicarakan orang tentang kehororannya.Jam menunjukan pukul 11 malam, semua anakku telah terlelap, tinggalah aku seorang diri sambil menatap langit-langit rumah."Aaaaaaaaaaaaaaak!" Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah rumah kosong itu hingga membuatku terkesiap.Aku hanya bisa mengintip dari balik jendela yang tadi siang kacanya telah diganti oleh Mas Parto untuk kedua kalinya."Tolooooooong!" seorang lelaki keluar dari rumah kosong itu tanpa mengenakan celana."Astagfirullah." Aku langsung membuka pintu, kulihat lelaki itu jatuh tersungkur di halaman rumah kosong itu sambil memegangi celananya.Mataku terbelalak saat melihat darah yang mengalir deras dari balik kemaluannya yang telah raib. Kondisi lelaki itu sama persis dengan apa yang terjadi pada mendiang suamiku."Tolooooooong!" teriakku sekuat tenaga.Aku langsung menelpon Surti, tetapi ternyata nomornya tak aktif. Aku juga mencoba menelpon Mas Parto, tetapi nomornya sama-sama tak aktif. Aku langsung berlari sambil berteriak minta tolong berharap ada seseorang yang keluar dari rumahnya.Aku langsung berlari ke rumah Surti karena rumahnya yang paling dekat denganku, sebenarnya ada satu rumah lagi, tetapi aku tak kenal dengan penghuninya karena mereka jarang bergaul dengan warga sekitar.Tok--tok--tok-- Aku mengetuk pintu rumahnya dengan keras.Tiba-tiba Surti keluar rumah sambil mengucek matanya."Ada apa, Mir?" tanyanya sambil sesekali menguap."Ada orang yang burungnya dimakan Kuntilanak penghuni rumah kosong," ucapku sambil ngos-ngosan.Tiba-tiba Mas Parto datang mendekatiku, tampaknya ia terkejut saat mendengar penuturanku."Dimana orangnya?" tanya lelaki bertubuh tinggi besar itu."Di halaman rumah kosong," jawabku.Setelah itu kami semua langsung berlari kesana, Mas Parto juga tak lupa memukul kentongan agar para warga keluar dari rumahnya. Tidak berapa lama kemudian beberapa orang keluar dari rumahnya lalu mendatangi kami yang masih berdiri memandangi lelaki yang tengah terbaring bergelimang darah itu."Itu kan si Parman, kenapa dia bisa disana?" tanya beberapa warga."Kita semua harus segera membawa dia ke rumah sakit," ucap Mas Parto lalu berlari ke rumahnya untuk mengeluarkan mobil.Bersambung.Mas Parto dan warga lainnya ke rumah sakit. Aku tidak mengenali lelaki itu, tetapi ada beberapa warga yang kenal dengannya. Mereka bilang kalau lelaki itu berasal dari kampung sebelah. Kejadian itu membuat kami semua bergidik ngeri, aku juga merasa khawatir kalau orang itu akan mengalami nasib seperti suamiku yang tak tertolong nyawanya, kalaupun ia bisa selamat, lalu bagaimana kelanjutan hidupnya tanpa burung.Entahlah, aku merasa bingung dengan penghuni rumah kosong itu yang masih misterius. Mengapa ia harus sampai menghilangkan burung-burung lelaki yang mencoba masuk ke rumah itu, tetapi Mas Eko dan Mas Parto tidak ia ganggu sama sekali.Keesokan harinya terdengar kabar bahwa lelaki yang bernama Parman itu bisa selamat, tetapi harus menjalani operasi yang biayanya tak sedikit. Kasihan sekali karena ternyata operasi itu tak bisa mengembalikan burungnya, entahlah bagaimana kelanjutan hidupnya tanpa burung.Malam itu, terdengar suara pintu rumahku diketuk hingga membuatku ketakutan. S
Aku tersentak kaget saat mendengar suara tangis anakku yang berusia tiga tahun. Aku merasa bingung saat kusadari bahwa diriku tengah terbaring di depan televisi bersama anak-anak. Rupanya tadi aku ketiduran setelah Surti pulang, lalu memimpikan ayah dan Ibu."Mama tadi ngorok kenceng banget," ucap Yudha yang tengah mengerjakan PR, sementara adik-adiknya asyik menonton televisi.Aku hanya menggaruk-garuk kepala lalu tersenyum malu. Setelah itu beranjak ke kamar dan melihat kolong ranjang. Mimpi tadi membuatku penasaran, seolah itu pertanda dari kedua orangtuaku. Aku segera menggeser ranjang berbahan kayu jati peninggalan kedua orangtuaku lalu kulihat ada beberapa keramik yang tampak ditandai dengan cat berwarna hitam. Karena penasaran, aku langsung mencongkelnya menggunakan pisau scrab.Keramik itu akhirnya bisa terbuka, lalu tiba-tiba aku melihat seperti kayu yang ditutupi pasir. Aku segera menyibak pasir itu, lalu kulihat sebuah peti kayu berbentuk persegi. Gegas kuangkat peti kayu i
Aku terus kepikiran ucapan Kang Dedi tentang wanita gemuk tetapi bisa berlari dengan cepat. Ada seseorang dengan ciri-ciri seperti itu, tubuhnya gemuk, tetapi gerakannya sangat lincah. Namun, aku harus memergokinya dengan mataku sendiri, agar aku tak salah menduga.Malam itu aku sengaja tidur di ruang depan untuk bisa memergoki wanita yang selalu menerorku itu. Aku sengaja memadamkan lampu agar si peneror tak melihat bayanganku."Mama sedang apa disini gelap-gelapan?" tanya Yudha sambil mengucek-ngucek kedua bola matanya."Yudha kenapa bangun?" tanyaku lirih."Aku haus," jawabnya.Aku membiarkannya ke dapur lalu tiba-tiba ia kembali sambil berbisik bahwa ia melihat bayangan seorang perempuan dari kaca jendela dapur. Aku dan Yudha mengendap-endap ke dapur, tampaknya si peneror sengaja lewat belakang agar tak melewati rumah Kang Dedi. Semua itu membuatku yakin bahwa si peneror adalah orang yang berbeda dengan wanita misterius yang mengaku tinggal di rumah Kang Dedi.Aku dan Yudha mengen
Keesokan harinya kulihat Kang Dedi yang tengah menyiangi rumput. Tiba-tiba ia menoleh kearahku saat menyadari keberadaanku yang tengah memperhatikannya sejak tadi. Ia tersenyum lalu menyapaku dengan wajah santai, seolah tak tahu apa yang telah terjadi semalam padaku."Hallo, Mir, pagi-pagi ngelamun aja?" sapanya.Aku langsung berjalan mendekati lelaki berkulit sawo matang yang kini memangkas dahan pohon jambu kristal."Kang Dedi, semalam saya dikejar Kuntilanak." Aku memberanikan untuk bercerita walaupun mungkin tanggapannya akan menertawakanku."Hahahahahahahhaha." Benar saja, ia tertawa terpingkal-pingkal saat mendengar ceritaku."Dimana?" tanyanya setelah tertawa begitu lama sambil keluar air mata."Kuntilanak penghuni rumah Kang Dedi," sahutku."Kok Kuntilanak itu gak pernah nemuin saya, padahal lumayan buat nemenin selama saya tinggal disini," sahutnya santai.Aku hanya menggeleng, benar juga, mengapa Kuntilanak itu tidak mengganggunya."Semalam Kang Dedi ngobrol sama siapa?" tan
Keesokan harinya kulihat Kang Dedi telah bersiap kembali ke Kalimantan, terlihat ia telah memakai pakaian rapi juga menenteng sebuah koper. Tidak berapa lama kemudian tiba-tiba sebuah mobil travel berhenti tepat di depan rumahnya."Pamit dulu, Mir!" teriaknya sambil menoleh kearahku yang tengah berdiri mematung sambil memegangi sapu."Iya, Kang, hati-hati di jalan," sahutku.Setelah itu Kang Dedi melambaikan tangan lalu masuk mobil. Tiba-tiba terlihat sesosok wanita dari balik gorden rumah Kang Dedi yang sedikit terbuka, ia tampak melambaikan tangannya ke arah mobil travel itu. Lalu tiba-tiba ia kembali menutup gorden itu setelah mobil travel yang dinaiki Kang Dedi telah meluncur jauh.Deegh-- Jantungku terasa berdegup lebih kencang. Wanita misterius itu ternyata benar-benar menempati rumah itu. Rupanya Kang Dedi selama ini berbohong dengan keberadaannya. Namun, bagaimana caranya ia bersembunyi disaat para polisi menggeledah semua sudut ruangan bahkan sempat mengepung sekeliling rumah
Kami semua terus berjaga di semua pintu juga jendela saat para polisi tengah menggeledah setiap sudut ruangan. Namun, hasilnya masih tetap nihil. Wanita misterius itu tak ada di setiap ruangan manapun yang telah digeledah polisi, entah ilmu apa yang ia pakai sehingga ia begitu licin seperti belut. Polisi menemukan stok makanan beku, sayuran, makanan instan bahkan bahan makanan lengkap dalam kulkas . Ini menunjukan bahwa di rumah ini ada seseorang yang menghuni, karena tak mungkin Kang Dedi menyetok makanan begitu banyak juga sengaja memenuhi rumah ini dengan perabotan lengkap, jika tak ada orang lain selain dirinya.Dalam kebingungan kami, tiba-tiba terdengar suara sepeda motor yang berhenti tepat di depan rumah ini. Para polisi langsung keluar dari rumah lalu menemui siapa yang datang."Kalian semua sedang apa di rumah anak saya?" tanya seorang wanita renta yang rambutnya telah memutih semua."Di rumah ini pernah terjadi penganiayaan, makanya rumah ini masih kami pantau karena kami
Keesokan harinya setelah shalat magrib, kulihat ibunya Kang Dedi berjalan menuju sebuah rumah tetangga yang terletak tidak jauh dari rumahku sambil membawa sepiring makanan. Sebenarnya aku ingin mengingatkannya bahwa sepasang suami istri itu jarang bergaul dengan tetangga lainnya, tapi ya sudahlah, ibunya Kang Dedi terlanjur masuk ke area halaman rumahnya.Setelah itu aku buru-buru masuk rumah lalu memanaskan makan malam untuk anak-anak. Setelah semua selesai makan malam, Yudha memintaku untuk membantunya mengerjakan tugas dari sekolah. Sekitar pukul setengah sepuluh, semua tugasnya sudah selesai lalu kuantar mereka ke kamar untuk segera tidur."Mah, jambu kristal di depan rumah kosong itu sudah matang-matang, Yura mau," ucap anak bungsuku sebelum tidur."Rumah itu kini ada pemiliknya, besok deh Mama coba minta sama ibu pemilik rumah itu," sahutku.Setelah itu Yura memejamkan mata, lalu aku juga mulai memejamkan mata setelah banyak yang kulakukan tadi siang hingga membuatku lelah.Ter
Bagaikan habis jatuh tertimpa tangga, Yuli harus mendekam di dalam penjara setelah polisi menemukan sidik jarinya di tubuh Rendra. Padahal aku yakin kalau pelakunya bukan dia, tetapi wanita misterius itu, karena cara ia membunuh sama persis dengan yang ia lakukan pada suamiku dan Parman. Aku harus mencari tahu mengapa ia sampai mencelakai Rendra hingga menghilangkan nyawanya bahkan menyebabkan Yuli harus menanggung akibat dari yang ia lakukan."Saya yakin pelakunya bukan Yuli, Pak, tapi wanita misterius itu.""Semua yang kami lakukan bedasarkan bukti dari sidik jari," ucap polisi hingga membuatku kecewa.Yuli memang pendiam dan jarang bergaul, tetapi aku yakin ia tak sejahat yang orang pikir.Aku bisa merasakan betapa beratnya jadi Yuli, harus kehilangan suami yang sangat ia cintai, lalu harus mendapat hukuman dari perbuatan yang tidak ia lakukan.***Keesokan harinya, kulihat tukang sayur sudah berani mangkal di depan rumahku, padahal biasanya ia takut dekat-dekat dengan rumah kosong