Mas Parto dan warga lainnya ke rumah sakit. Aku tidak mengenali lelaki itu, tetapi ada beberapa warga yang kenal dengannya. Mereka bilang kalau lelaki itu berasal dari kampung sebelah. Kejadian itu membuat kami semua bergidik ngeri, aku juga merasa khawatir kalau orang itu akan mengalami nasib seperti suamiku yang tak tertolong nyawanya, kalaupun ia bisa selamat, lalu bagaimana kelanjutan hidupnya tanpa burung.
Entahlah, aku merasa bingung dengan penghuni rumah kosong itu yang masih misterius. Mengapa ia harus sampai menghilangkan burung-burung lelaki yang mencoba masuk ke rumah itu, tetapi Mas Eko dan Mas Parto tidak ia ganggu sama sekali.Keesokan harinya terdengar kabar bahwa lelaki yang bernama Parman itu bisa selamat, tetapi harus menjalani operasi yang biayanya tak sedikit. Kasihan sekali karena ternyata operasi itu tak bisa mengembalikan burungnya, entahlah bagaimana kelanjutan hidupnya tanpa burung.Malam itu, terdengar suara pintu rumahku diketuk hingga membuatku ketakutan. Saat itu suasana begitu sunyi dan senyap karena tak ada lagi warga yang mau meronda walaupun Pak RT telah memberi himbauan kepada mereka dengan tegas, tetapi mereka lebih memilih untuk berdiam di rumah masing-masing daripada harus kehilangan barang pusaka yang paling penting bagi setiap lelaki.Tok---tok---tok! Pintu rumahku kembali diketuk dengan sangat keras. Aku sangat ketakutan dan bingung harus berbuat apa.Tiba-tiba anak bungsuku menangis tanpa sebab. Ia tampak ketakutan dengan mata yang membelalak keatas."Astagfirullah, apa yang harus kulakukan," gumamku sambil mendekapnya dengan erat.Bersamaan dengan itu suara ketukan pintu terdengar lebih nyaring, tampaknya orang diluar bersikeras untuk dibukakan pintu.Dengan segenap keberanian yang ada aku memberanikan diri untuk berjalan ke arah pintu sambil menggendong anakku yang terus menangis."Bolehkah saya minta air panas." Seketika aku ingin melompat saat melihat sesosok wanita misterius yang telah menghilangkan burung Suamiku juga Parman."Ka--kamu yang telah menghilangkan nyawa suami saya!" Seketika dia langsung menatapku dengan tatapan tajam. Sorot matanya begitu menyeramkan hingga membuatku ketakutan.Secepat kilat aku langsung berlari menuju kamar lalu menguncinya dengan rapat. Selain itu aku juga menutup pintu dengan lemari. Terdengar suara langkah wanita itu yang membuatku ketakutan. Suara langkahnya terdengar menuju dapur. Aku langsung menelpon Surti dan Mas Parto, tetapi sayangnya nomor mereka masih saja tak aktif dari kemarin. Mungkinkah mereka ganti nomor, tetapi mengapa Surti tak memberi tahuku nomor barunya itu.Buuuuugh-- Terdengar suara pintu depan yang dibanting dengan keras.Tampaknya wanita itu telah keluar dari rumahku. Kemunculannya sangat misterius, sehingga membuatku bingung untuk menyimpulkan apakah dia hantu atau manusia, karena tadi aku melihatnya menapak di lantai. Aku langsung meraih ponsel dan baru terpikir untuk menelpon polisi, karena walau bagaimanapun wanita itu telah menghilangkan nyawa suamiku juga telah mencelakai Parman.Keesokan harinya Polisi datang, tetapi mereka tetap tak menemukan siapapun di rumah itu."Semalam wanita itu masuk rumah saya dan mencuri makanan di dapur," ucapku."Kenapa Anda tidak menangkapnya?" tanya polisi."Saya tak berani, Pak, tadi malam saya langsung masuk kamar dan bersembunyi. Wanita itu tidak mencelakai saya, dia hanya mengambil makanan di dapur.""Bukankah Anda bilang kalau wanita itu meneror Anda dengan beberapa kali melempar kaca jendela rumah Anda?" tanyanya."I---iya, tapi tadi malam tampaknya ia hanya menginginkan makanan di dapur."Para polisi itu tampak kebingungan, karena di rumah kosong itu tak ditemukan jejak keberadaannya, bahkan para polisi tak menemukan piring kotor atau sisa-sisa makanan yang menunjukan bahwa wanita itu tak tinggal di rumah kosong itu.""Tapi menurut keterangan Mas Eko, dia sempat menemui wanita itu dan memberinya sate," ucapku.Setelah itu para polisi meminta kesaksian dari Mas Eko juga Parman yang kini telah siuman. Mereka bersaksi bahwa ada seorang wanita cantik yang tinggal di rumah itu, tetapi anehnya para polisi tak bisa menemukan wanita itu walaupun setiap sudut ruangan telah di geledah.Keesokan malamnya kembali terdengar suara derit pisau yang diseret di lantai teras rumah. Aku kembali ketakutan, tetapi tiba-tiba muncul niat dalam hatiku untuk menemui wanita itu. Biarlah dia membunuhku, tetapi aku harus tahu apa alasan dia terus menerorku. Dengan segenap keberanian aku berjalan keluar dari kamar menuju pintu depan. Namun, tiba-tiba listrik mati hingga membuatku terkejut. Aku langsung mengambil senter yang telah kusiapkan, lalu berjalan keluar rumah. Tak ada siapapun disana, selain itu kulihat semua lampu tetangga yang tampak menyala, hanya rumahku saja yang gelap. Aku langsung berjalan menuju meteran listrik dan langsung menyalakannya.Tiba-tiba terlihat sebuah corat-coret di lantai teras menggunakan warna merah seperti darah."Jangan ganggu suamiku." Lagi-lagi ancaman yang melarangku menggangu suaminya.Semua itu membuatku sakit kepala, sebenarnya suami siapa yang kuganggu, aku tak merasa telah mengganggu siapapun.Keesokan harinya aku kembali menelpon polisi dan melaporkan tulisan ancaman itu. Pak Polisi juga melihat goresan memanjang di lantai yang tampaknya bekas benda tajam yang diseret. Aku juga melaporkan suara derit yang tampaknya orang misterius itu menyeret pisau di lantai hingga menimbulkan goresan itu.Aku juga tak melibatkan Mas Parto atau lelaki manapun, aku mulai menjauhi siapapun yang berjenis kelamin lelaki, rasanya aku mulai lelah dengan karangan untuk menjauhi suami orang, padahal kenyataannya aku tak mendekati siapapun.Hari itu Surti datang ke rumah untuk mengantar lauk, ia bilang masak terlalu banyak makanya ia mengantar sebagian untuk aku makan bersama anak-anak."Tumben beberapa hari ini kamu gak menelpon atau main ke rumah?" tanyanya."Nomor kamu selalu tak aktif," ucapku."Aktif, kok, jawabnya lalu mencoba menelponku.Rupanya nomornya masih nomor lama, tetapi entah mengapa setiap kali aku menelponnya nomornya tak pernah aktif, baik itu siang maupun malam."Surti, aku tak pernah mengganggu suami siapapun." Tiba-tiba aku angkat suara karena mulai merasa lelah dengan teror itu."Aku tahu, Mir, aku sangat yakin kalau kamu wanita baik-baik," ucapnya sambil menepuk-nepuk pundakku dengan lembut."Lalu kenapa peneror itu terus menggangguku?""Namanya juga hantu, dia akan mengganggu siapa saja yang rumahnya dekat dengan tempat tinggalnya." Wajah Surti terlihat santai, aku merasa kalau Surti sangat menginginkan aku untuk meninggalkan rumahku.Mengapa dia harus begitu? Padahal dia tau betul pesan kedua orangtuaku untuk tidak meninggalkan ataupun menjual rumah ini.Setelah Surti pulang, tiba-tiba aku melihat sosok Ibu dan Ayah yang melambaikan tangannya menuju kamar yang biasa kutempati. Kamar itu dulu ditinggali Ayah dan Ibu, sebelum mereka meninggal, mereka sempat berwasiat agar rumah ini menjadi milikku. Sedangkan keempat kakakku tidak mendapat apa-apa, mungkin karena mereka telah hidup berkecukupan di kota, makanya rumah ini diberikan kepadaku yang belum punya rumah.Kulihat ayah dan Ibu menunjuk ke kolong ranjang yang biasa kutiduri. Mereka terus tersenyum sambil menunjuk ke kolong ranjang, seolah memberi isyarat bahwa disana ada sesuatu yang ingin mereka tunjukan padaku.BersambungAku tersentak kaget saat mendengar suara tangis anakku yang berusia tiga tahun. Aku merasa bingung saat kusadari bahwa diriku tengah terbaring di depan televisi bersama anak-anak. Rupanya tadi aku ketiduran setelah Surti pulang, lalu memimpikan ayah dan Ibu."Mama tadi ngorok kenceng banget," ucap Yudha yang tengah mengerjakan PR, sementara adik-adiknya asyik menonton televisi.Aku hanya menggaruk-garuk kepala lalu tersenyum malu. Setelah itu beranjak ke kamar dan melihat kolong ranjang. Mimpi tadi membuatku penasaran, seolah itu pertanda dari kedua orangtuaku. Aku segera menggeser ranjang berbahan kayu jati peninggalan kedua orangtuaku lalu kulihat ada beberapa keramik yang tampak ditandai dengan cat berwarna hitam. Karena penasaran, aku langsung mencongkelnya menggunakan pisau scrab.Keramik itu akhirnya bisa terbuka, lalu tiba-tiba aku melihat seperti kayu yang ditutupi pasir. Aku segera menyibak pasir itu, lalu kulihat sebuah peti kayu berbentuk persegi. Gegas kuangkat peti kayu i
Aku terus kepikiran ucapan Kang Dedi tentang wanita gemuk tetapi bisa berlari dengan cepat. Ada seseorang dengan ciri-ciri seperti itu, tubuhnya gemuk, tetapi gerakannya sangat lincah. Namun, aku harus memergokinya dengan mataku sendiri, agar aku tak salah menduga.Malam itu aku sengaja tidur di ruang depan untuk bisa memergoki wanita yang selalu menerorku itu. Aku sengaja memadamkan lampu agar si peneror tak melihat bayanganku."Mama sedang apa disini gelap-gelapan?" tanya Yudha sambil mengucek-ngucek kedua bola matanya."Yudha kenapa bangun?" tanyaku lirih."Aku haus," jawabnya.Aku membiarkannya ke dapur lalu tiba-tiba ia kembali sambil berbisik bahwa ia melihat bayangan seorang perempuan dari kaca jendela dapur. Aku dan Yudha mengendap-endap ke dapur, tampaknya si peneror sengaja lewat belakang agar tak melewati rumah Kang Dedi. Semua itu membuatku yakin bahwa si peneror adalah orang yang berbeda dengan wanita misterius yang mengaku tinggal di rumah Kang Dedi.Aku dan Yudha mengen
Keesokan harinya kulihat Kang Dedi yang tengah menyiangi rumput. Tiba-tiba ia menoleh kearahku saat menyadari keberadaanku yang tengah memperhatikannya sejak tadi. Ia tersenyum lalu menyapaku dengan wajah santai, seolah tak tahu apa yang telah terjadi semalam padaku."Hallo, Mir, pagi-pagi ngelamun aja?" sapanya.Aku langsung berjalan mendekati lelaki berkulit sawo matang yang kini memangkas dahan pohon jambu kristal."Kang Dedi, semalam saya dikejar Kuntilanak." Aku memberanikan untuk bercerita walaupun mungkin tanggapannya akan menertawakanku."Hahahahahahahhaha." Benar saja, ia tertawa terpingkal-pingkal saat mendengar ceritaku."Dimana?" tanyanya setelah tertawa begitu lama sambil keluar air mata."Kuntilanak penghuni rumah Kang Dedi," sahutku."Kok Kuntilanak itu gak pernah nemuin saya, padahal lumayan buat nemenin selama saya tinggal disini," sahutnya santai.Aku hanya menggeleng, benar juga, mengapa Kuntilanak itu tidak mengganggunya."Semalam Kang Dedi ngobrol sama siapa?" tan
Keesokan harinya kulihat Kang Dedi telah bersiap kembali ke Kalimantan, terlihat ia telah memakai pakaian rapi juga menenteng sebuah koper. Tidak berapa lama kemudian tiba-tiba sebuah mobil travel berhenti tepat di depan rumahnya."Pamit dulu, Mir!" teriaknya sambil menoleh kearahku yang tengah berdiri mematung sambil memegangi sapu."Iya, Kang, hati-hati di jalan," sahutku.Setelah itu Kang Dedi melambaikan tangan lalu masuk mobil. Tiba-tiba terlihat sesosok wanita dari balik gorden rumah Kang Dedi yang sedikit terbuka, ia tampak melambaikan tangannya ke arah mobil travel itu. Lalu tiba-tiba ia kembali menutup gorden itu setelah mobil travel yang dinaiki Kang Dedi telah meluncur jauh.Deegh-- Jantungku terasa berdegup lebih kencang. Wanita misterius itu ternyata benar-benar menempati rumah itu. Rupanya Kang Dedi selama ini berbohong dengan keberadaannya. Namun, bagaimana caranya ia bersembunyi disaat para polisi menggeledah semua sudut ruangan bahkan sempat mengepung sekeliling rumah
Kami semua terus berjaga di semua pintu juga jendela saat para polisi tengah menggeledah setiap sudut ruangan. Namun, hasilnya masih tetap nihil. Wanita misterius itu tak ada di setiap ruangan manapun yang telah digeledah polisi, entah ilmu apa yang ia pakai sehingga ia begitu licin seperti belut. Polisi menemukan stok makanan beku, sayuran, makanan instan bahkan bahan makanan lengkap dalam kulkas . Ini menunjukan bahwa di rumah ini ada seseorang yang menghuni, karena tak mungkin Kang Dedi menyetok makanan begitu banyak juga sengaja memenuhi rumah ini dengan perabotan lengkap, jika tak ada orang lain selain dirinya.Dalam kebingungan kami, tiba-tiba terdengar suara sepeda motor yang berhenti tepat di depan rumah ini. Para polisi langsung keluar dari rumah lalu menemui siapa yang datang."Kalian semua sedang apa di rumah anak saya?" tanya seorang wanita renta yang rambutnya telah memutih semua."Di rumah ini pernah terjadi penganiayaan, makanya rumah ini masih kami pantau karena kami
Keesokan harinya setelah shalat magrib, kulihat ibunya Kang Dedi berjalan menuju sebuah rumah tetangga yang terletak tidak jauh dari rumahku sambil membawa sepiring makanan. Sebenarnya aku ingin mengingatkannya bahwa sepasang suami istri itu jarang bergaul dengan tetangga lainnya, tapi ya sudahlah, ibunya Kang Dedi terlanjur masuk ke area halaman rumahnya.Setelah itu aku buru-buru masuk rumah lalu memanaskan makan malam untuk anak-anak. Setelah semua selesai makan malam, Yudha memintaku untuk membantunya mengerjakan tugas dari sekolah. Sekitar pukul setengah sepuluh, semua tugasnya sudah selesai lalu kuantar mereka ke kamar untuk segera tidur."Mah, jambu kristal di depan rumah kosong itu sudah matang-matang, Yura mau," ucap anak bungsuku sebelum tidur."Rumah itu kini ada pemiliknya, besok deh Mama coba minta sama ibu pemilik rumah itu," sahutku.Setelah itu Yura memejamkan mata, lalu aku juga mulai memejamkan mata setelah banyak yang kulakukan tadi siang hingga membuatku lelah.Ter
Bagaikan habis jatuh tertimpa tangga, Yuli harus mendekam di dalam penjara setelah polisi menemukan sidik jarinya di tubuh Rendra. Padahal aku yakin kalau pelakunya bukan dia, tetapi wanita misterius itu, karena cara ia membunuh sama persis dengan yang ia lakukan pada suamiku dan Parman. Aku harus mencari tahu mengapa ia sampai mencelakai Rendra hingga menghilangkan nyawanya bahkan menyebabkan Yuli harus menanggung akibat dari yang ia lakukan."Saya yakin pelakunya bukan Yuli, Pak, tapi wanita misterius itu.""Semua yang kami lakukan bedasarkan bukti dari sidik jari," ucap polisi hingga membuatku kecewa.Yuli memang pendiam dan jarang bergaul, tetapi aku yakin ia tak sejahat yang orang pikir.Aku bisa merasakan betapa beratnya jadi Yuli, harus kehilangan suami yang sangat ia cintai, lalu harus mendapat hukuman dari perbuatan yang tidak ia lakukan.***Keesokan harinya, kulihat tukang sayur sudah berani mangkal di depan rumahku, padahal biasanya ia takut dekat-dekat dengan rumah kosong
Mas Parto berjalan tergesa-gesa menuju pintu depan, ia terus menggedor-gedor rumah itu dengan sekuat tenaga."Bu Odahnya lagi pergi ke desa sebelah, Mas," ucapku saat melihat suaminya Surti yang tengah berapi-api mungkin karena tak rela burung mahalnya itu dicuri wanita misterius itu."Bu Odah? Bukannya nama ibu Kang Dedi Bu Sukma?" tanya Surti."Iya, nama lengkapnya Bu Sukma Saodah, ia pernah bercerita kalau ia biasa dipanggil Bu Odah kalau di kampungnya," ucapku."Bodo amat, saya mau dobrak pintu ini," ucapnya sambil terus mendorong pintu dengan sekuat tenaga."Jangan dong, Mas, aku malu sama Bu Sukma dan Kang Dedi," ucap Surti yang mencoba menahan suaminya yang telah beberapa kali merusak pintu rumah itu.Tiba-tiba Mas Parto meraih ponsel dari sakunya lalu menelpon seseorang. Dari percakapannya aku bisa menyimpulkan kalau ia menelpon polisi kenalannya.Setelah itu Mas Parto kembali membantingkan tubuh kekarnya ke pintu."Apa kamu tak malu terus merusak pintu rumah anak saya? Mentan