Aku tersentak kaget saat mendengar suara tangis anakku yang berusia tiga tahun. Aku merasa bingung saat kusadari bahwa diriku tengah terbaring di depan televisi bersama anak-anak. Rupanya tadi aku ketiduran setelah Surti pulang, lalu memimpikan ayah dan Ibu.
"Mama tadi ngorok kenceng banget," ucap Yudha yang tengah mengerjakan PR, sementara adik-adiknya asyik menonton televisi.Aku hanya menggaruk-garuk kepala lalu tersenyum malu. Setelah itu beranjak ke kamar dan melihat kolong ranjang. Mimpi tadi membuatku penasaran, seolah itu pertanda dari kedua orangtuaku. Aku segera menggeser ranjang berbahan kayu jati peninggalan kedua orangtuaku lalu kulihat ada beberapa keramik yang tampak ditandai dengan cat berwarna hitam. Karena penasaran, aku langsung mencongkelnya menggunakan pisau scrab.Keramik itu akhirnya bisa terbuka, lalu tiba-tiba aku melihat seperti kayu yang ditutupi pasir. Aku segera menyibak pasir itu, lalu kulihat sebuah peti kayu berbentuk persegi. Gegas kuangkat peti kayu itu lalu kukeluarkan. Sayangnya peti itu digembok dengan rapat, tetapi tiba-tiba aku teringat sebuah kalung perak dengan liontin kunci yang diberikan Ibu saat usiaku masih belasan tahun. Ibu pernah mewanti-wanti untuk menjaga kalung itu dengan nyawaku, walaupun aku tak tahu kunci apakah yang menggantung di kalung itu.Aku mencoba membuka gembok di peti itu dengan kunci di kalungku. Lalu tiba-tiba peti itu bisa terbuka. Isi dari peti itu membuat mataku terbelalak. Rupanya di dalam peti itu ada beberapa perhiasan emas juga uang kuno juga sebuah surat. Aku segera meraih isi surat itu lalu membacanya."Mirna, Sayang, Putri kandung Ayah dan Ibu satu-satunya, pergunakanlah semua harta yang sengaja kami kumpulkan ini. Jualah perhiasan emas juga uang kuno peninggalan nenek buyutmu, kami sengaja menyimpannya untuk masa depanmu." Tertanda ayah dan Ibu yang sangat menyayangi mu.Aku sangat terkejut saat membaca tulisan yang mengatakan bahwa aku adalah anak kandung mereka satu-satunya. Lalu bagaimana dengan keempat kakakku yang kini telah tinggal jauh di perantauan? Mungkinkah mereka bukan anak kandung Ayah dan Ibu? Jika memang iya, pantas saja Ayah dan Ibu mewariskan rumah ini untukku hingga mereka semua cemburu padaku padahal kehidupan mereka telah berkecukupan dan memiliki rumah yang jauh lebih besar dari rumah ini.Setelah itu aku langsung berniat pergi ke pasar untuk menjual salah satu perhiasan emas itu untuk biaya hidup kami sehari-hari, sedangkan uang kuno juga Perhiasan lainnya aku langsung kutaruh di tempat semula."Yudha, tolong jaga Yoga dan Yuna, mama mau ke pasar bersama Yuna," ucapku.Anak sulungku itu mengangguk, lalu setelah itu aku langsung siap-siap dan berangkat membawa anak bungsuku yang mungkin saja akan menangis jika kutinggalkan.Alhamdulillah perhiasan emas itu bisa dijual berkali-kali lipat dari harga emas pada umumnya karena rupanya perhiasan emas itu lumayan antik karena keluaran lama selain itu memiliki kadar emas 24 karat.Setelah mendapat uang dengan nominal lumayan banyak, aku langsung belanja berbagai kebutuhan rumah tangga lalu setelahnya langsung pulang."Mah, tadi ada Kakak-kakak masuk sini, dia ngambil nasi dan lauk dari dapur," ucap Yudha."Kakak-kakak siapa?" tanyaku dengan wajah penasaran."Orangnya tinggi, putih dan kurus, dia masuk ke rumah kosong itu lewat kebun disampingnya." Jawaban Yudha membuatku semakin penasaran, sebenarnya siapakah sosok perempuan itu, mengapa ia berkali-kali menampakan diri tetapi keberadaannya tak bisa ditemukan oleh polisi.Apa mungkin dia memiliki pintu tembus ke dinding hingga bisa menghilang ketika polisi menggeledah rumah itu? Ah, aku terlalu banyak nonton film kartun hingga bisa berpikir seperti itu.Gegas ku berjalan ke dapur, benar saja sepiring lauk yang kutinggalkan telah hilang bersama piringnya. Namun, anehnya mengapa di rumah itu polisi tak menemukan piring atau gelas kotor, padahal ia beberapa kali membawa perabotan makan dari rumahku.Keesokan harinya aku melihat sebuah mobil travel berhenti tepat di rumah kosong itu. Aku langsung keluar untuk melihat siapa yang datang."Kang Dedi," sapaku saat melihat seorang lelaki yang keluar dari mobil travel itu."Hai, Mirna, apa kabar? Lama tak bertemu," sapanya, ramah."Alhamdulillah, baik," jawabku."Aku mendengar dari orang-orang katanya suamimu meninggal? Aku turut berbela sungkawa.""Suamiku dibunuh oleh penghuni rumahmu," sahutku sambil menatapnya."Kamu boleh masuk, Mir, carilah dia jika memang dia ada di rumah ini," ucapnya sambil membukakan pintu untukku.Ada yang aneh, mengapa pintu itu bisa dibuka dengan mudah, padahal biasanya pintu itu terkunci dengan rapat hingga Mas Parto harus mendobraknya terlebih dahulu untuk bisa masuk ke rumah ini. Aku segera melupakan soal pintu, lalu segera masuk untuk melihat-lihat sekeliling.Rumah itu tampak sangat kosong, tak ada satu perabotan apapun, karena waktu itu aku melihat ibunya Kang Dedi mengangkut semua perabotan di rumah ini."Tak ada siapa-siapa, kan?" tanya Kang Dedi sambil membuka semua pintu kamar, dapur, kamar mandi bahkan gudang.Aku mengangguk walaupun sebenarnya aku masih merasa bingung dengan wanita misterius yang beberapa kali kutemui."Kang Dedi mau kembali menempati rumah ini?" tanyaku tiba-tiba saat kutahu bahwa wanita misterius itu tak bisa kutemukan."Iya, tapi paling cuma seminggu," jawabnya."Rumah ini gak jadi dijual?"Dulu Kang Dedi juga ibunya pernah menawar-nawarkan rumah ini, tetapi rumah ini belum juga laku karena harga yang diberikan Kang Dedi terlalu tinggi, ditambah lagi istrinya meninggal di rumah itu hingga membuat banyak orang berpikir seratus kali untuk membeli rumah itu."Saya gak jadi jual, sayang banget, mending buat tabungan masa tua aja," sahutnya."Dengar-dengar Kang Dedi sudah menikah lagi, kok istrinya gak dibawa?" tanyaku."Lain kali dibawa, kalau sekarang dia sedang banyak kesibukan," jawabnya.Setelah itu aku langsung pamit pulang, tak enak juga berduaan dengan lelaki bukan muhrim, apalagi statusku sekarang adalah janda yang banyak dicurigai Ibu-ibu di kampung ini.Saat sore, kulihat sebuah truk menurunkan alat-alat elektronik juga truk yang memuat tempat tidur baru. Seolah ia akan tinggal lama di rumah itu.Sejak kedatangan Kang Dedi, suasana sekitar tak lagi mencekam, aku pun bisa kembali tidur dengan nyaman tanpa merasa was-was.Tiba-tiba aku kembali mendengar suara derit pisau yang diseret ke lantai hingga membuatku kembali ketakutan. Selain itu listrik pun kembali padam hingga membuatku berteriak histeris karena takut.Bruuuk-- Kaca jendela rumahku kembali pecah, lalu tiba-tiba kulihat sebuah botol menggelinding."Woiii siapa itu?" terdengar suara teriakan Kang Dedi.Aku segera keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi. Kulihat Kang Dedi kembali dengan napas terengah-engah."Tadi saya sempat melihat wanita yang melempar botol ke keca jendelamu, tetapi ia bisa berlari dengan cepat padahal tubuhnya gemuk."Dahiku mengkerut saat mendengar ucapan Kang Dedi, bagaimana bisa ia menyebut bahwa pelakunya berbadan gemuk, padahal wanita misterius yang kutemui beberapa kali itu tubuhnya tinggi semampai seperti model."Badannya gemuk?" tanyaku sambil mengerutkan dahi."Iya, gemuk sepertimu," jawabnya.Aku langsung menceritakan wanita misterius berwajah cantik dan bertubuh langsing yang mengaku sebagai penghuni rumah Kang Dedi. Wanita itulah yang kuduga menghilangkan nyawa suamiku bahkan mencelakai Parman."Tidak, wanita tadi berasal dari arah sana, lalu masuk ke kebun itu," ucapnya hingga membuatku semakin bingung.Kukira peneror itu akan berhenti setelah rumah Kang Dedi ditempati pemiliknya, tetapi rupanya ia masih tak berhenti dengan aksinya. Aku meraih botol itu dan mengeluarkan isi surat yang menyuruhku meninggalkan rumahku.BersambungAku terus kepikiran ucapan Kang Dedi tentang wanita gemuk tetapi bisa berlari dengan cepat. Ada seseorang dengan ciri-ciri seperti itu, tubuhnya gemuk, tetapi gerakannya sangat lincah. Namun, aku harus memergokinya dengan mataku sendiri, agar aku tak salah menduga.Malam itu aku sengaja tidur di ruang depan untuk bisa memergoki wanita yang selalu menerorku itu. Aku sengaja memadamkan lampu agar si peneror tak melihat bayanganku."Mama sedang apa disini gelap-gelapan?" tanya Yudha sambil mengucek-ngucek kedua bola matanya."Yudha kenapa bangun?" tanyaku lirih."Aku haus," jawabnya.Aku membiarkannya ke dapur lalu tiba-tiba ia kembali sambil berbisik bahwa ia melihat bayangan seorang perempuan dari kaca jendela dapur. Aku dan Yudha mengendap-endap ke dapur, tampaknya si peneror sengaja lewat belakang agar tak melewati rumah Kang Dedi. Semua itu membuatku yakin bahwa si peneror adalah orang yang berbeda dengan wanita misterius yang mengaku tinggal di rumah Kang Dedi.Aku dan Yudha mengen
Keesokan harinya kulihat Kang Dedi yang tengah menyiangi rumput. Tiba-tiba ia menoleh kearahku saat menyadari keberadaanku yang tengah memperhatikannya sejak tadi. Ia tersenyum lalu menyapaku dengan wajah santai, seolah tak tahu apa yang telah terjadi semalam padaku."Hallo, Mir, pagi-pagi ngelamun aja?" sapanya.Aku langsung berjalan mendekati lelaki berkulit sawo matang yang kini memangkas dahan pohon jambu kristal."Kang Dedi, semalam saya dikejar Kuntilanak." Aku memberanikan untuk bercerita walaupun mungkin tanggapannya akan menertawakanku."Hahahahahahahhaha." Benar saja, ia tertawa terpingkal-pingkal saat mendengar ceritaku."Dimana?" tanyanya setelah tertawa begitu lama sambil keluar air mata."Kuntilanak penghuni rumah Kang Dedi," sahutku."Kok Kuntilanak itu gak pernah nemuin saya, padahal lumayan buat nemenin selama saya tinggal disini," sahutnya santai.Aku hanya menggeleng, benar juga, mengapa Kuntilanak itu tidak mengganggunya."Semalam Kang Dedi ngobrol sama siapa?" tan
Keesokan harinya kulihat Kang Dedi telah bersiap kembali ke Kalimantan, terlihat ia telah memakai pakaian rapi juga menenteng sebuah koper. Tidak berapa lama kemudian tiba-tiba sebuah mobil travel berhenti tepat di depan rumahnya."Pamit dulu, Mir!" teriaknya sambil menoleh kearahku yang tengah berdiri mematung sambil memegangi sapu."Iya, Kang, hati-hati di jalan," sahutku.Setelah itu Kang Dedi melambaikan tangan lalu masuk mobil. Tiba-tiba terlihat sesosok wanita dari balik gorden rumah Kang Dedi yang sedikit terbuka, ia tampak melambaikan tangannya ke arah mobil travel itu. Lalu tiba-tiba ia kembali menutup gorden itu setelah mobil travel yang dinaiki Kang Dedi telah meluncur jauh.Deegh-- Jantungku terasa berdegup lebih kencang. Wanita misterius itu ternyata benar-benar menempati rumah itu. Rupanya Kang Dedi selama ini berbohong dengan keberadaannya. Namun, bagaimana caranya ia bersembunyi disaat para polisi menggeledah semua sudut ruangan bahkan sempat mengepung sekeliling rumah
Kami semua terus berjaga di semua pintu juga jendela saat para polisi tengah menggeledah setiap sudut ruangan. Namun, hasilnya masih tetap nihil. Wanita misterius itu tak ada di setiap ruangan manapun yang telah digeledah polisi, entah ilmu apa yang ia pakai sehingga ia begitu licin seperti belut. Polisi menemukan stok makanan beku, sayuran, makanan instan bahkan bahan makanan lengkap dalam kulkas . Ini menunjukan bahwa di rumah ini ada seseorang yang menghuni, karena tak mungkin Kang Dedi menyetok makanan begitu banyak juga sengaja memenuhi rumah ini dengan perabotan lengkap, jika tak ada orang lain selain dirinya.Dalam kebingungan kami, tiba-tiba terdengar suara sepeda motor yang berhenti tepat di depan rumah ini. Para polisi langsung keluar dari rumah lalu menemui siapa yang datang."Kalian semua sedang apa di rumah anak saya?" tanya seorang wanita renta yang rambutnya telah memutih semua."Di rumah ini pernah terjadi penganiayaan, makanya rumah ini masih kami pantau karena kami
Keesokan harinya setelah shalat magrib, kulihat ibunya Kang Dedi berjalan menuju sebuah rumah tetangga yang terletak tidak jauh dari rumahku sambil membawa sepiring makanan. Sebenarnya aku ingin mengingatkannya bahwa sepasang suami istri itu jarang bergaul dengan tetangga lainnya, tapi ya sudahlah, ibunya Kang Dedi terlanjur masuk ke area halaman rumahnya.Setelah itu aku buru-buru masuk rumah lalu memanaskan makan malam untuk anak-anak. Setelah semua selesai makan malam, Yudha memintaku untuk membantunya mengerjakan tugas dari sekolah. Sekitar pukul setengah sepuluh, semua tugasnya sudah selesai lalu kuantar mereka ke kamar untuk segera tidur."Mah, jambu kristal di depan rumah kosong itu sudah matang-matang, Yura mau," ucap anak bungsuku sebelum tidur."Rumah itu kini ada pemiliknya, besok deh Mama coba minta sama ibu pemilik rumah itu," sahutku.Setelah itu Yura memejamkan mata, lalu aku juga mulai memejamkan mata setelah banyak yang kulakukan tadi siang hingga membuatku lelah.Ter
Bagaikan habis jatuh tertimpa tangga, Yuli harus mendekam di dalam penjara setelah polisi menemukan sidik jarinya di tubuh Rendra. Padahal aku yakin kalau pelakunya bukan dia, tetapi wanita misterius itu, karena cara ia membunuh sama persis dengan yang ia lakukan pada suamiku dan Parman. Aku harus mencari tahu mengapa ia sampai mencelakai Rendra hingga menghilangkan nyawanya bahkan menyebabkan Yuli harus menanggung akibat dari yang ia lakukan."Saya yakin pelakunya bukan Yuli, Pak, tapi wanita misterius itu.""Semua yang kami lakukan bedasarkan bukti dari sidik jari," ucap polisi hingga membuatku kecewa.Yuli memang pendiam dan jarang bergaul, tetapi aku yakin ia tak sejahat yang orang pikir.Aku bisa merasakan betapa beratnya jadi Yuli, harus kehilangan suami yang sangat ia cintai, lalu harus mendapat hukuman dari perbuatan yang tidak ia lakukan.***Keesokan harinya, kulihat tukang sayur sudah berani mangkal di depan rumahku, padahal biasanya ia takut dekat-dekat dengan rumah kosong
Mas Parto berjalan tergesa-gesa menuju pintu depan, ia terus menggedor-gedor rumah itu dengan sekuat tenaga."Bu Odahnya lagi pergi ke desa sebelah, Mas," ucapku saat melihat suaminya Surti yang tengah berapi-api mungkin karena tak rela burung mahalnya itu dicuri wanita misterius itu."Bu Odah? Bukannya nama ibu Kang Dedi Bu Sukma?" tanya Surti."Iya, nama lengkapnya Bu Sukma Saodah, ia pernah bercerita kalau ia biasa dipanggil Bu Odah kalau di kampungnya," ucapku."Bodo amat, saya mau dobrak pintu ini," ucapnya sambil terus mendorong pintu dengan sekuat tenaga."Jangan dong, Mas, aku malu sama Bu Sukma dan Kang Dedi," ucap Surti yang mencoba menahan suaminya yang telah beberapa kali merusak pintu rumah itu.Tiba-tiba Mas Parto meraih ponsel dari sakunya lalu menelpon seseorang. Dari percakapannya aku bisa menyimpulkan kalau ia menelpon polisi kenalannya.Setelah itu Mas Parto kembali membantingkan tubuh kekarnya ke pintu."Apa kamu tak malu terus merusak pintu rumah anak saya? Mentan
"Saudari Renata Ningrum, Anda mendapat hukuman 15 tahun penjara atas pembunuhan yang Anda lakukan pada saudara Indra, Rendra dan Burhan. Juga telah mencelakai saudara Parman hingga ia depresi. Lalu untuk Ibu Sukma Saodah dan Dedi Sudrajat, kalian juga ditahan beberapa bulan karena telah melindungi dan menyembunyikan saudari Renata Ningrum." Ucapan hakim terdengar menggema, sambil mengetuk palu di pengadilan.Saat aku kecil, Kang Dedi pernah berjanji untuk selalu menjagaku sampai kapanpun. Bagiku ia adalah Kakak sekaligus Ayah untukku. Karena Ayah kami meninggal sejak kami masih kecil. Sejak Ayah meninggal, Kang Dedi berjuang untukku juga Ibu. Menjadi Tukang bangunan, lalu pulang bekerja ia masih membantu Ibu membuat keripik singkong, dan paginya sebelum berangkat bekerja, ia mengantar keripik singkong itu ke warung-warung.Kata orang-orang, aku adalah Kembang Desa. Semua mata langsung menoleh kearahku jika aku tengah berjalan melewati mereka. Banyak lelaki yang datang untuk melamar, p