Share

Peluru Misterius

Pundak Zerikyu merosot dalam helaan napas berat. Kedua tangannya menekan wajah, sementara ada air mata yang memaksa terjun bebas. Keraguan Milky benar adanya. Zerikyu benar-benar tidak berpikir untuk beristirahat apalagi berhenti.

"Yang buruk-buruk mulu yang dateng, sialan!" Zerikyu meracau. Kepalan tangannya meninju-ninju paha.

Ada mimpi sang mama, yang harus dia wujudkan. Ada janji pada mamanya, yang harus dia tepati. Namun, tidak banyak waktu yang tersisa untuk keduanya. Tanpa sepengetahuan Reanna, Zerikyu diberitahu dokter bahwa tingkat keberhasilan operasi mamanya minim.

Menutupi luka dalam diam. Zerikyu mempersiapkan diri untuk menerima yang terburuk. Mini konser kemungkinan besar adalah hadiah terakhirnya untuk mama. Selepas itu, Zerikyu akan melapangkan hati dan melepaskan mamanya pada takdir.

Meski nyatanya, kita tidak akan pernah siap akan perpisahan.

Namun sekarang, dunia seolah memberikannya pilihan terburuk dari rentetan takdir buruk. Zerikyu menegakkan punggung. Menarik kembali air matanya yang tumpah. Sudah cukup. Dia puas dengan tangis singkat yang tak membuahkan jawaban.

Zerikyu mengernyitkan dahi. Jarum jam tangannya menunjukkan pukul 11.45 CET1. Apa dirinya pergi ketika malam sudah sangat larut? Padahal Rikyu kira, dia pergi sekitar jam sembilanan. Langit malam yang cerah rupanya pandai mengelabui.

Astaga, itu tidak penting. Milky pasti bakal mencarinya sampai fajar dan melewatkan tidur. Zerikyu segera merogoh ponsel di saku baju dan berniat menenangkan pacarnya itu.

Benar saja. Panel notifikasi membludak kala ponselnya bunyi. 119 panggilan tak terjawab dari Milky. 90 dari Skyder. 42 dari Elizabeth. Dosen panitia dan teman-teman sejurusannya pun banyak yang menghubungi.

"Kakak! Jawab! Di mana!"

"Kakak mau liat aku bunuh diri di pohon toge, hah!"

"Kak Rikyu! U R SUCH A JERK! BALES JELEK!"

"Jawab telepon atau aku kawin lari sama Skyder!"

Spam chat dari Milky tak terelakkan lagi membludak. Namun, Zerikyu justru kelepasan terbahak, kemudian buru-buru menutup mulutnya sendiri. Ia menengok kanan-kiri, memastikan tak ada orang yang menganggapnya gila. Sebenarnya, Zerikyu memang merasa gila.

Baru beberapa detik yang lalu Zerikyu menangis layaknya bayi, sekarang tertawa tanpa beban. Milky benar-benar memberi efek yang aneh di hidupnya. Ia selalu berhasil membuat Zerikyu melupakan beban dunia yang kejam. Tak ayal, kenapa Zerikyu begitu menyayangi gadis itu.

Kenginan Zerikyu adalah mendekap keberadaan Milky dalam dunianya, hingga akhir hayat.

Tangan Zerikyu tiba-tiba bergetar. "Waduh!"

Panggilan susulan dari gadis yang memenuhi pikirannya datang lagi. Zerikyu menelan ludah, bersikap setenang mungkin.

"Iya, halo, Sayangku. Aku baik-baik aja, cuma pengen waktu sendiri. Kamu tidur duluan ya, maaf bikin kamu cemas," ujar Zerikyu. Desahan lega Milky sampai ke telinga pria itu.

"Gimana bisa aku tidur duluan, sementara kakak kayak gembel!"

Zerikyu langsung mengendarkan pandangan ke sekitar. Dan, di sanalah Milky. Tubuh kecilnya berada di tengah-tengah area tertutupi kegelapan. Kemudian perlahan muncul saat secerca cahaya lampu halaman mendapatinya berjalan mendekat.

Sambil menenteng jaket tebal, Milky menaiki anak tangga dan bergeming sesaat di depan Zerikyu. Tanpa kata, Milky menautkan jaket itu ke tubuh Zerikyu, lalu berlutut di hadapannya. Sekaan lembut sebuah tisu menyapu kulit pipi Zerikyu. Milky tak membiarkan adanya sisa air mata.

Tulang pipi Zerikyu dibuat naik. Ia jadi semakin bisa menatap dalam Milky. Gemas. Sangat menyenangkan.

"Jangan pernah keluyuran sendirian lagi." Milky mulai bicara. Selesai mengelapi, Milky memasukkan bekas tisu itu ke dalam saku jaketnya.

"Kakak cuma takut gak bisa kontrol diri," ungkap Zerikyu.

"Tapi, aku gak takut apa pun, termasuk kakak. Aku juga gak bakal biarin kakak sakitin aku," tegas Milky.

"Hm ... Milky-ku keren mulu." Zerikyu melipat bibirnya. " ... So, I'll try my best to control my self."

Senyum Milky merekah. Kalimat sederhana itu membuatnya bangga.

"Kamu kok tau aku di sini?" tanya Zerikyu. Ia memutar pundak Milky, mendorongnya pelan supaya terduduk. Kedua tangannya mengalungi leher gadis itu dari belakang, sementara tubuhnya sedikit maju dan menjelma jadi sandaran yang hangat.

"Kakak suka tempat yang sepi kayak kuburan. Karena aku gak tau di mana kuburan di Ljubljana, udah pasti kakak di sini," beber Milky.

"Bohong," Zerikyu menerka. "Pasti kamu ngelakuin hal yang lebih dari itu."

"Haha, bener. Aku ngecek CCTV kota. Emang dasar kakak kurang ajar!" omel Milky.

Sejenak, mereka tertawa bersama. Sayangnya, Zerikyu tak bisa menghindar lagi pada desakan dari pikirannya sendiri. Masa depan tampak begitu kosong. Bagai sebuah ruang kubus yang bisu dan tuli. Di mana di sekitarnya hanya tembok tanpa pintu.

"Aku harus gimana ya, Yang?" Zerikyu menghela napas berat.

Pun Milky sama teririsnya mendengar pertanyaan putus asa. Namun, Zerikyu butuh wadah yang kokoh. Tempatnya dapat berbagi beban, tanpa saling membebani. Memilih bukan perihal yang mudah, tapi satu yang Milky percaya. Kita senantiasa yang jadi membuat pilihan.

"Kak?" Milky memainkan jari-jemari Zerikyu yang lebih lentik darinya. Ia tersenyum simpul, menyadari betapa berharganya pemberian Tuhan. Bahkan, Tuhan Maha Baik sekali menaburkan serbuk-serbuk keajaiban dan membuat Zerikyu bisa menyentuh hati banyak orang lewat melodi yang dialunkan jari-jari elok ini. Milky merasa terhormat karena jadi saah satu di antara mereka. Dan jujur, ia tidak ingin dunia kehilangan Zerikyu.

"Hm?" Kepala Zerikyu sedikit mengintip dari samping, penasaran suara gadisnya tak terdengar lagi. "Kok diem?"

"Kakak yakin, mama bakal bahagia kalau tau mini konser itu beresiko tinggi?"

Zerikyu menengadah. "Enggak," Dadanya naik dengan berat. "Kalau pun mini konser harus batal, kakak gak tau gimana caranya. Apa yang mesti kakak omongin ke mama? Ngasih tau kondisi buruk kakak? Itu sama aja nganterin mama ke langit lebih cepet." Zerikyu menimpali.

"Sulit ya, kak? Tapi, kakak punya aku. Dan, seorang Milky punya banyak jalan keluar," Milky bersemangat.

Saking gemasnya, Zerikyu menarik kedua sisi pipi Milky. "Emangnya kamu punya cara apa, sih?"

"Tenang aja, aku gak bakal nyuruh kakak adain kakak main piano bohongan. Dosa bohongin orangtua, nanti kena azab, brrrr!" Milky bergidik sendiri membuat Zerikyu langsung tertawa lepas.

"Gini-gini, kita ubah durasi sama jalan cerita mini konsernya. Daripada kakak mainin belasan lagu berjam-jam, kakak bisa main sekitar lima menit aja kayaknya gak masalah, deh. Abis itu, lanjut ke pertunjukkan musikal dan kakak tetap jadi maincharacter-nya. Kakak kalau nyanyi gak ada obat!" cetus Milky.

"Wah ...."

"Gimana?"

"Problem solved." Zerikyu langsung mengeratkan dekapannya, lalu mengecup puncak kepala Milky.

"Argh! Gak mau kehilangan kamu pokoknya!" lontar Zerikyu sambil berasik ria mengayunkan tubuh bersama.

"Hehe, udah ayo pulang! Merinding aku tengah malem di sini." Milky melepaskan diri dan berdiri, disusul Zerikyu.

Genggaman Zerikyu dan Milky bertaut mesra ketika hendak turun. Baru satu anak tangga terlewati, Skyder dan Elz berlari ke arah mereka.

"Abang!" teriak Skyder. Belum juga bocah itu sampai, Zerikyu mendadak memelesat lebih dulu ke Skyder. Kerah Skyder ditarik kencang, sementara Milky dan Elz terbelalak. Hanya tatapan Zerikyu saja yang menyalang.

Skyder kaget setengah mati seperti maling yang kepergok warga. "Bang ...?"

"Janji gak kawin lari?" ucap Zerikyu. Bicaranya mengancam dengan bibir kerucut. Maksudnya biar kelihatan sangar, sayang sekali wajah bayinya tak mendukung.

"Berengsek lu, Bang!" Skyder meninju pelan dada Zerikyu dan cengkeraman di kerah Skyder pun mudah terlepas.

"Ahahaha!" Semua yang berada di sana terbahak-bahak, melebur dalam candaan singkat. Namun, tawa berhenti tepat di detik ketiga.

Dentuman keras mengguncang malam, disusul reruntuhan kaca yang membawa sesuatu yang bernyawa.

"Aaaa!" Para gadis menjerit. Zerikyu langsung menarik lengan Milky ke belakang punggungnya.

Semua membeku di bawah sinar purnama tepat saat sesuatu terjadi di dekat mereka. Pelupuk mata setiap orang menangkap apa yang terjauh dari ketinggian. Tubuh manusia. Cairan merah kental merembes keluar dari tubuh pria dewasa itu, kemudian lambat laun menuruni anak tangga.

"B-bang?"

"Sssst!" Zerikyu mengarahkan telapak tangannya ke Skyder. Sebuah aba-aba untuk bersabar sebelum memastikan bahwa mereka benar-benar tidak sedang berada dalam mimpi buruk.

Elz sudah menghambur ke Milky. Keduanya mengamati sembari saling menggenggam.

Sebelum darah mencapai ujung kaki Zerikyu, ia lantas menghampiri pria yang dilihatnya pagi hari tadi, si Penjaga Museum. Zerikyu setengah berjongkok, memindai sekujur tubuh bapak bertanda nama William Maddison. Pecahnya tengkorak kepala William bukan satu-satunya penyebab kematian. Zerikyu menemukan pendarahan juga mencuat dari luka tembak berdiameter 22 kaliber di dada.

"Me-me-meninggal?" tanya Elz lirih. Wajahnya terbenam ketakutan di bahu Milky. Skyder mendengus emosional. Ia menyambar jaket Zerikyu yang asal tertaut, kemudian digunakannya untuk menutupi jasad William. Ini akan menimbulkan trauma panjang bagi Elz, dan Skyder membenci itu. Sampai di mana kekacauan ini berhenti? Sahabatnya sakit, orang asing meregang nyawa di hadapannya, lalu apa setelah ini?

"Telepon polisi dan tunggu di sini sampai mereka dateng," kata Zerikyu. Ia melempar pandangan berburu ke Skyder. "Pelakunya belum jauh, ayo!"

"Gue lewat kiri, lo ke kanan. Kita cegat di pintu emergency, dia pasti lewat sana." instruksi Zerikyu.

"Hati-hati!" Bibir Milky sebenarnya kelu mengucapkan permohonan mendadak itu sebab ada perlawanan di benaknya. Ia ingin Zerikyu tetap di sini, bersamanya, dengan aman. Namun di sisi lain, Milky tak bisa begitu saja menganggap remeh naluri laki-laki.

Zerikyu tersenyum. Lagi dan lagi ... sorot mata yang meneduhkan.

"Aku bakal balik." Zerikyu menandaskan. Ia dan kawannya lantas berlari di jalan yang terpisah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status