Share

4. Bertemu

"Gimana, Vin? Ini udah ganti hari tapi kenapa belum ada juga kabar tentang putraku?" tanya Rio begitu Alvin, sang asisten masuk ke ruangannya.

"Karena itu saya ke sini, Pak! Tadi siang saya sudah bertemu dengan pihak pengelola taman tempat pertama kali Atan hilang. Dan dari kamera CCTV, kita bisa melihat kalau Bu Shilla meninggalkan Atan cukup lama sehingga Atan berjalan sendirian keluar taman."

Belum selesai penjelasan Alvin, rasanya darah Rio mendidih karena emosi. "Lanjutkan!" titahnya.

"Melalui rekaman CCTV di traffic control system, dari taman kota, Atan berjalan menyusuri Jl. Kangean hingga berhenti di sebuah halte dekat restoran kita. Atan di sana sampai malam karena tak ada seorang pun yang berhasil membujuknya. Ada beberapa polisi juga yang datang tapi tak berhasil membuat Atan angkat bicara. Sekitar pukul sepuluh malam kemudian, ada seorang wanita yang tiba-tiba saja membuat Atan bereaksi. Atan langsung menghambur ke pelukan wanita itu dan mereka kemudian pergi."

"Cepat lacak siapa perempuan itu dan temukan tempat tinggalnya. Saya beri waktu tiga puluh menit, setelah itu siapkan mobil, kita ke rumah wanita itu sekarang!"

Alvin hanya mengangguk lalu menjalankan tugasnya. Tak sampai tiga puluh menit, informasi pribadi perempuan itu kini sudah ada di tangan Rio.

*

Ify baru saja selesai memanggang cookie percobaannya yang pertama dan sedang asyik memakannya dengan Atan serta Ray saat beberapa iringan mobil berhenti di depan kos-kosan yang membuat beberapa tetangga kos keluar dari kamar dengan wajah heran.

Ify sebenarnya malas kepo, tapi karena mobil itu berhenti tepat di depan pintu kamarnya, mau tak mu ia pun keluar kamar diikuti oleh Ray yang menggendong Atan.

Seorang laki-laki gagah berusia akhir dia puluhan, keluar dari sebuah mobil paling mewah. Atan yang ada di gendongan Ray memberontak meminta turun dan langsung berlari sembari berteriak.

"Ayaaahhhhh!"

Ify dan Ray melongo. Keduanya terpaku tanpa sepatah kata yang terucap sampai Atan dan sang ayah berasa di depan Ify dan Ray.

"Terima kasih karena sudah menampung Atan. Sebagai ucapan terima kasih, katakan apa yang kalian inginkan," ucap Rio sambil mengusap-usap punggung Atan yang ada di gendongannya. Tak terperi betapa bahagia Rio karena sudah menemukan sang buah hati.

"Om ini ngomongnya kaya jin botol ya, Kak!" bisik Ray kepada Ify yang membuat gadis itu kemudian menggeplak Ray dan melotot untuk memintanya diam.

"Bukan masalah besar. Sa-saya melihat Atan yang tidak mau bicara atau disentuh siapapun, dan tiba-tiba memeluk saya. Saya jadi tidak tega untuk mengantarkan ke kantor polisi atau meninggalkan di sana," ucap Ify sedikit tergagap. Bagaimana pun, aura orang kaya dan berkuasa dari Rio sungguh membuat jiwa miskinnya tergencet.

"Ayah, ayah tau nggak, masakan mama enak banget, loh!" Atan yang tadi diam, tiba-tiba saja menyeletuk membuat Ify melotot horor dan Rio memandang sang anak bingung.

"Mama?" tanyanya.

Atan mengangguk. Ia kemudian meminta turun dari gendongan Rio, berlari ke arah Ify dan meminta gendong gadis itu.

"Mama Fy masakannya enak banget loh," ucapnya bangga sambil melingkarkan tangannya di leher Ify yang kini terasa kesusahan mengeluarkan suara.

"Mama...mama, nanti mama ikut pulang sama Atan kan? Tadi kue Atan juga belum abis."

Rio total mengernyit tak mengerti. Ia memandang Ify tajam yang membuat gadis itu tergagap. Ray yang melihat sang kakak kesusahan untuk menjelaskan pun maju, ia tak mau sang kakak disalahpahami.

"Begini, Om! Sejak pertama bertemu entah kenapa Atan memanggil kakak saya dengan sebutan Mama. Berkali-kali kita mengoreksi dan panggilan Atan tak berubah. Sekiranya Om mau menjelaskan kepada anak Om, tapi saya dan kakak saya sama sekali tidak ada maksud apa-apa. Kalau Om khawatir mungkin Atan kami cuci otaknya, Om bisa menggunakan saya sebagai jaminan asal Om tidak berbuat apapun kepada kakak saya."

Ify terperangah, tak mengira jika sang adik yang dulu sangat kekanakan kini bisa bersikap begitu dewasa dan pasang badan untuknya.

"Ah, tidak tidak!" Rio menggeleng tergagap. "Saya hanya merasa bingung. Atan susah berbaur dengan orang lain. Tetapi ada seseorang yang dia panggil Mama dan itu membuat saya bingung."

"Kalau itu coba tanyakan kepada Atan nanti. Oh iya, apakah Om mau duduk dulu?" tawar Ray sambil menunjuk kursi yang ada di belakangnya.

Rio hanya mengangguk dan berakhir duduk di kursi teras, sementara para bodyguard-nya tetap stay di sekitar mobil. Sungguh, Ify merasa menjadi artis dadakan karena banyak tetangga kos yang menonton mereka. Untung saja, hari ini termasuk hari kerja sehingga kebanyakan yang menonton mereka adalah para ibu-ibu yang tidak bekerja.

"Om mau minum apa?" tawar Ray.

"Rio, panggil saya Rio, dan tidak usah repot-repot, saya hanya ingin menjemput anak saya."

*

Butuh usaha extra untuk memisahkan Atan dan Ify. Bocah itu benar-benar serius untuk mengajak pulang Ify. Menangis meraung dan memohon kepada sang ayah untuk mengajak sang 'mama' ikut pulang ke rumah.

"Atan, sekarang Atan pulang dulu, ya? Nanti Atan bisa main lagi sama tante."

"Ndak mau, Mama ayo ikut Atan pulang," Atan menjawab dengan sesenggukan membuat Ify sedikit tidak tega. Rio dan Ify saling berpandangan, mereka sama sekali tidak punya ide.

"Atan pulang dulu, ya? Nanti kalau Atan mau ketemu tante, Ayah bakal anterin kapan pun Atan mau, ya?" Rio terus mencoba membujuk sang anak dengan berbagai cara, sampai menawarkan berbagai mainan mahal yang anehnya sama sekali tidak menggoyahkan keinginan Atan.

Atan kembali menggeleng. Ia memeluk Ify lebih erat dari biasanya.

"Atan, nanti tante nyusul aja gimana?" ucapan Ify membuat Atan mengangkat kepalanya dari ceruk leher Ify.

"Mama mau nyusul?"

"Iya, nanti tante nyusul kalau masak kue-nya udah selesai. Atan suka kue buatan tante kan? Nanti Atan bawa kuenya ke rumah. Kalau Atan jadi anak baik, nanti tante bakal nyusul pulang dan bawa kue banyak," Ify sedikit mengutuk dalam hati karena tak tega membohongi bocah polos ini.

"Janji?"

"Iya, sekarang Atan sama Ayah dulu, ya? Tante mau bungkusin kue buat dibawa Atan pulang," Ify tersenyum menenangkan, mencoba meyakinkan Atan.

Atan mengangguk, lalu meraih uluran tangan Rio, dan gendongan berpindah kepada sang ayah.

"Tunggu sebentar ya, Pak! Saya mau ngemas kuenya dulu biar dibawa Atan."

Rio hanya mengangguk, menunggu Ify yang tak berapa lama kemudian, kembali dengan satu toples kue yang diterima Atan dengan mata berbinar.

"Makasih, Mama! Atan bakalan jadi anak baik biar mama ikut pulang."

Sungguh, Ify tak tega melihat binar penuh harapan dari mata balita polos ini. Bagaimana kalau dia tahu ini adalah pertemuan terakhir mereka? Ify rasanya ingin menangis. Entah kenapa ia sudah merasakan ikatan yang kuat dengan balita ini meski baru satu hari bersama.

"Terima kasih sekali lagi. Tolong terima pemberian kecil dari saya sebagai ucapan terima kasih," melalui sudut mata, Rio memberi isyarat kepada Alvin yang sejak tadi hanya berdiri menonton.

"Ini cek kosong, kamu bisa isi berapapun yang kamu mau."

Ify melotot memandang cek kosong yang disodorkan kepadanya. Ia melirik Ray yang memberi isyarat dg mengedipkan matanya.

Memangnya siapa yang bisa menolak rejeki? Apalagi ini cek kosong dan kita bebas untuk mengisinya. Mungkin mereka bisa membeli rumah, membuat usaha kecil-kecilan dan kehidupan dirinya dan Ray akan sedikit membaik. Ya, hanya orang gila yang akan menolak itu.

"Maaf, tapi saya menolong Atan ikhlas kok, saya tidak meminta imbalan apa-apa." MULUT PENGKHIANAT!! Ify ingin menabok mulutnya sendiri karena mengatakan hal yang berbeda dengan pikirannya.

"Serius? Ini hanya ucapan terima kasih kecil dari saya."

Mau menerima, udah kepalang malu.

"Serius, Pak! Saya ikhlas, lagipula Atan lucu, saya suka."

Rio tersenyum kecil menanggapi jawaban Ify.

"Ya sudah, ini kartu nama saya, kalau kalian butuh bantuan, jangan ragu untuk menghubungi saya. Saya berhutang budi pada kalian."

Ify menerima kartu nama itu dengan berat, menatap cek kosong yang perlahan kembali masuk ke dalam tas.

"Kami pamit dulu!"

Ify mengangguk.

"Mama! Atan pergi dulu ya, dadaahhh! Sampai jumpa nanti ya, Ma!"

Ify membalas lambaian tangan Atan, hingga semua orang itu masuk ke mobil dan menghilang dari pandangan.

"Lo gila, Kak?" pekik Ray gemas.

"Gue kayaknya emang gila, Ray! Laknat bener emang mulut ini," ucapnya sambil menepuk mulutnya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status