Share

5. Mogok Makan

"Whattt? Lo gilaaa!!"

Ify meletakkan jarinya di depan mulut, meminta Via agar tak terlalu berisik karena semua pengunjung kafe kini menatap mereka dengan pandangan terganggu.

"Jangan teriak! Malu-maluin aja sih," bisik Ify sambil tersenyum dan mengucapkan maaf kepada semua pengunjung yang terganggu.

"Tapi kita-kita sudah menduga sih, soalnya pas Pak Riko turun tuh dia kaya kesakitan dan megangin selangkangan. Tapi gue nggak nyangka kalau si brengsek itu sampai mecat lo. Tapi syukurlah, lo lepas dari orang brengsek kaya dia," ucap Via dengan emosi menggebu.

"Syukur pala lo pitak, gue pengangguran anjir!" sungut Ify.

"Terus lo kenapa nggak ada kabar setelahnya? Gue hubungin nggak pernah lo angkat, gue ke kos nggak ada orang."

Ify menghela napas, sampai juga mereka ke cerita yang sebenarnya.

"Mama gue meninggal, Vi!"

Via terdiam, ia menatap sosok sahabatnya itu dengan mata yang mulai memburam. Ikut merasakan sakit yang menyayat, melihat sang sahabat yang mencoba tetap tegar ditengah gempuran cobaan. Lalu tanpa kata, Via beranjak ke kursi di sebelah Ify, merengkuh gadis itu dalam pelukannya yang langsung meledakkan tangis. Tangisan kedua setelah di depan jasad sang mama. Tangis yang ia tahan karena tak ingin membuat sang adik lebih bersedih karenanya.

"Maaf, maaf karena nggak ada di sebelah lo saat itu. Gue kira lo butuh waktu sendiri soalnya lo nggak ada di kos pas kemarin gue ke sana. Gue nggak tahu kalau lo dapat musibah segini beratnya," air mata Sivia menetes mendengar tangis pilu dari sang sahabat. Mereka sama sekali tidak peduli dengan respon pengunjung yang heran dan juga penasaran.

*

"POKOKNYA ATAN NGGAK MAU!"

Rio mengurut hidungnya lelah. Ini sudah lewat empat hari sejak ia menjemput Natham di tempat wanita yang Rio ketahui namanya sebagai Ify.

Hari pertama dan kedua, Rio masih bisa membujuk sang anak untuk makan dengan iming-iming. Tapi hari ketiga mulai susah karena Atan ingin makan masakan 'mama'. Puncaknya hari keempat, Atan sama sekali tidak mau makan dari pagi, membuat semua orang di rumah panik, terutama Rio. Bahkan ayah dan ibu Rio sendiri sudah tak tahu harus bagaimana untuk membujuk cucu kesayangannya agar mau makan.

"Ini gimana, Yo? Siapa yang Atan panggil mama sejak kemarin?" tanya Ibu Rio tak mengerti. Sejak kemarin dirinya bertanya, tak juga mendapat jawaban memuaskan kecuali 'wanita yang menolong Atan'.

"Kan Rio sudah bilang, Ma! Namanya Ify, dia wanita yang nolong Atan," jawab Rio sama dengan jawaban yang ia berikan sejak kemarin.

"Terus kenapa Atan tiba-tiba manggil mama? Kamu berhubungan sama dia?"

Rio berdecak. "Bagaimana aku bisa berhubungan sama dia kalau ketemu aja baru kemarin?"

"Terus gimana bisa Atan manggil dia mama? Kamu tau sendiri anakmu kalau sama orang asing gimana? Sama wanitamu kemarin aja butuh waktu berbulan-bulan, sekalinya mau diajak keluar malah dihilangin." Ibu Rio masih merasa kesal dengan insiden hilangnya cucu kesayangan.

"Shilla itu temen Rio, Ma! Bukan wanita Rio."

"Sama aja, dia gatel kan sama kamu, nempel terus kaya lem," sungut Ibu Rio yang membuat Rio hanya menggelengkan kepala. Entah kenapa sejak awal ibunya itu tidak menyukai kehadiran Shilla.

"Terserah mama, deh!" Pasrah Rio akhirnya.

"Cucu Oma yang paling ganteng, makan dulu, yuk! Nanti sore kita jalan-jalan ke timezone mau nggak?" Nyonya Wirasena itu kembali membujuk sang cucu.

Atan menggeleng. Ia sudah hampir menangis karena matanya berkaca-kaca.

"Atan mau masakan mama, kata mama kalau Atan jadi anak baik, mama bakal nyusul, kenapa mama belum datang, Yah?"

Rio meringis, ia tak tega membohongi anaknya sendiri, tapi ia juga tak mungkin kembali merepotkan orang lain. Apalagi orang itu tidak mau menerima hadiahnya yang membuatnya semakin merasa sungkan.

"Rio, mama minta alamat wanita itu, biar mama yang jemput. Mama tidak tega lihat Atan yang tidak mau makan," ucap sang ibu yang membuat Rio melotot.

"Jangan, Ma! Rio tidak mau merepotkan dia lagi. Apalagi kemarin dia juga menolak ucapan terima kasih dari Rio. Terlihat tidak tahu diri kalau kita merepotkan dia lagi."

"Terus kamu mau melihat anakmu mati kelaparan, hah?"

Rio menggeleng.

"Kamu sendiri tahu bagaimana watak anakmu, Rio! Dia persis seperti kamu, dia akan melakukan apapun sampai keinginannya terwujud termasuk mogok makan. Memangnya kamu mau Atan masuk rumah sakit?"

Rio kembali menggeleng.

"Sini alamatnya, mama yang akan kesana kalau kamu tidak mau. Mama tidak tega liatnya."

"Biar Rio aja, Ma! Sekalian Rio ajak Atan ke sana. Takutnya Ify tidak nyaman kalau tiba-tiba dijemput ke sini," ucap Rio pada akhirnya. Mengalah pada perang batin dan rasa tidak enak demi sang buah hati.

"Kenapa? Sekalian kan mama bisa kenalan sama dia. Wanita seperti apa yang bisa membuat anakmu sampai seperti ini."

"Dia cantik, Ma!" Namun ucapan itu hanya tertahan di tenggorokan Rio. Hanya seluas senyum tipis sebelum kemudian menghampiri Atan.

"Atan mau ke tempat mama nggak?" tanya Rio yang tanpa sadar ikut memanggil Ify dengan sebutan mama.

Atan menatap sang ayah dengan mata berbinar. Tangan kecilnya menyeka air mata yang sempat turun.

"Boleh? Atan boleh ke tempat mama? Ayah mau anter Atan ke tempat mama?" tanyanya antusias.

Rio terkekeh gemas. "Tapi Atan harus janji kalau nanti ketemu mama, harus makan yang banyak, ya? Dari pagi Atan nggak mau makan loh, apa tidak lapar?"

Atan mengangguk. "Atan lapar, tapi Atan mau masakan mama."

"Haah, oke Kids! Ayo, Ayah anter ke tempat mama!" Tangannya terulur disambut dengan antusias oleh balita itu. Dalam hitungan detik, ia sudah ada dalam gendongan Rio.

"Rio sama Atan pergi dulu, Ma! Mumpung masih jam dua, biar nggak kemaleman di jalan," pamit Rio yang dibalas dengan hati-hati oleh sang ibu.

*

"Kaya gini?" Ify membetulkan letak kue yang akan difoto oleh Ray demi promosi di sosial media.

"Lebih kanan dikit, itu daunnya jangan sampai tidur, tegakin lagi!" Meski kesal, Ify hanya menuruti apa yang dikatakan Ray.

"Nah, perfect! Minggir dulu, Kak!"

Ray memotret kue itu dengan serius. Meski hanya memakai ponsel, tetapi Ray adalah anak fotografi saat di SMA. Maka, tak heran foto yang dihasilkan juga bagus. Berbanding terbalik dengan Ify yang sama sekali tak mengerti tentang dunia perfotoa-an.

"Nah tinggal edit dikit, abis itu siap diposting di i*******m," ucap Ray puas dengan hasil tangannya. "Udah bikin akun i*******mnya kan?"

Ify hanya mengangguk, lalu memperlihatkan layar laptop yang sudah terbuka dengan akun i*******m baru yang belum ada pengikutnya.

Ify baru saja berniat membereskan meja yang digunakan untuk foto saat mendengar suara mobil yang berhenti di depan pintu kosan.

"Ah, palingan juga tetangga," Ify mengurungkan niat untuk kepo dan lanjut beres-beres sebelum kemudian terdengar pekikan anak kecil.

"MAMAAAA!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status