MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (40)"Hentikan! Jangan main kekerasan di sini! Atau Ibu akan dipidanakan!" tandas petugas tersebut dengan nada marah saat Bu Rahmi dan Selvi berhasil dipisahkan.Namun, bukannya terima, wanita paruh baya itu justru makin meradang."Silahkan saja, Pak kalau saya mau dipenjara asalkan perempuan tak tahu malu ini juga dipenjara! Saya nggak rela dia mempermainkan anak saya. Apalagi hendak menipunya seperti sekarang ini!""Dia yang punya toko perhiasan! Dia yang mengelola. Dia yang nipu pembeli! Tapi anak saya yang disalahkan! Enak sekali dia!" ujar Bu Rahmi lagi dengan nada kasar.Mendengar hal itu, petugas tersebut meminta Bu Rahmi untuk duduk dan menahan emosinya."Ibu duduk dulu. Jelaskan semuanya dengan baik baik. Jangan dengan kekerasan seperti ini, karena ini kantor polisi, Bu! Bukan pasar! Hargai petugas! Jangan main hakim sendiri! Percaya lah, yang benar pasti akan selamat, dan yang salah pasti akan mendapat hukumannya. Jadi nggak perlu Ibu ngamuk
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (41)Aira tersenyum puas melihat tokonya yang hari ini Alhamdulillah sudah mulai buka.Meskipun barang barang yang dijual belum begitu banyak, sebab sebagian barang pesanannya yang hendak dijual kembali itu belum sampai, tapi melihat toko busana muslimah miliknya sudah mulai bisa beroperasi, Aira pun tersenyum bahagia.Selama satu bulan ini, dibantu Maya, dia sibuk mengurus pembukaan toko miliknya itu. Mulai dari mengurus tempat, sewa ruko, hingga agen tempat ia berbelanja.Syukurlah, setelah usaha keras demi bisa punya usaha di dunia nyata, toko miliknya itu pun akhirnya launching juga."Selamat ya, Ra. Akhirnya toko kamu buka juga. Semoga laris manis penjualannya ya dan makin sukses ke depannya,," ujar Maya sambil tersenyum."Makasih ya, May. Berkat bantuan kamu, akhirnya aku bisa juga punya toko. Kalau nggak ada kamu belum tentu jadi deh toko ini," jawab Aira sambil tertawa kecil.Maya pun balas tertawa."Udah rezeki kamu, Ra bisa punya toko. Juga b
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (42)"Mama? Dahlia?" Bibir Aira terasa beku saat mengucapkan nama itu.Meski dia tahu Bu Rahmi dan putrinya itu punya lisan yang sangat sulit untuk dijaga dan tampaknya belum berubah sama sekali hingga detik ini, tapi dia tidak menyangka kalau mantan ibu mertua dan adik iparnya itu akan datang ke tokonya ini dan marah marah serta bersikap kasar di toko tempat ia buka usaha untuk pertama kali ini.Di dalam tadi, dia sempat merasa sedih dan gundah. Baru dua hari buka toko tapi sudah dicaci maki pembeli, membuat dia merasa lara.Namun, saat tahu kalau pembeli tadi adalah mantan ibu mertuanya dan mantan adik iparnya, rasa sedih itu langsung hilang.Dia tahu, di mana pun tempat dan toko yang dimasuki, kemungkinan besar dua perempuan itu pasti juga akan melakukan hal yang sama sebab marah marah dan kasar memang sudah jadi watak keduanya yang tampaknya sulit untuk diubah."Aira? Ap-apa ini toko pakaian milik kamu?" Lidah Bu Rahmi terasa kelu saat mengajukan p
"Oh, jadi Mama nggak punya uang ... Maaf ... Nggak bawa uang maksudnya. Hmm ... Kalau gitu nggak papa deh, Ma kalau Mama mau kredit. Atau ... kalau enggak, bawa aja deh, Ma ... hitung hitung buat hadiah untuk Mama.""Alhamdulillah, sekarang Allah sudah berikan rezeki lebih buat Aira. Bisa bikin rumah dan bikin usaha seperti ini. Aira harus banyak banyak bersyukur dan berbagi, Ma. Jadi, kalau Mama memang betul betul suka dan menginginkan gaun ini, ambil aja buat Mama," ucap Aira yang akhirnya menjadi iba pada mantan ibu mertuanya itu.Meski dulu dia sering dihina dan direndahkan oleh mantan ibu mertuanya itu, tapi karena dasarnya Aira perempuan yang berhati baik dan mudah tersentuh hatinya, maka dia pun akhirnya memberikan cuma cuma saja gaun mahal itu pada Bu Rahmi.Perempuan itu berharap, semoga hal ini bisa menjadi tamparan dan pelajaran bagi mantan ibu mertua dan keluarganya kalau kesombongan itu hanya akan mengakibatkan kesengsaraan bagi pelakunya saja.Betapa mudah Allah membolak
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (44)"Mama? Dahlia? Ngapain? Kok pulang pulang senyum senyum terus?" sambut Indra saat keduanya masuk ke dalam rumah.Bu Rahmi dan Dahlia makin melebarkan senyumnya mendengar pertanyaan dari anak lelakinya itu."Siapa yang nggak seneng, Ndra. Punya calon menantu orang kaya? Ya, jelas seneng lah," jawab Bu Rahmi penuh rahasia sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Indra.Mendengar perkataan ibunya, Indra mengernyitkan dahinya."Calon menantu? Maksud Mama siapa? Calon menantu yang mana? Dahlia mau menikah?" tanya Indra tak mengerti.Bu Rahmi mengibaskan tangannya."Kok Dahlia sih? Ya kamulah! Kamu yang Mama maksud. Dan calon menantu itu ya Aira. Siapa lagi memangnya?" ucap Bu Rahmi balik bertanya.Mendengar itu, Indra makin tak mengerti."Kok Aira sih, Ma? Memangnya Aira orang kaya? Dan mau gitu jadi menantu Mama lagi?""Ya, iyalah Aira orang kaya. Lihat aja, habis bikin rumah baru, sekarang dia buka usaha toko pakaian baru. Apa nggak kaya namanya? N
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (45)Dahlia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut gedung sekolah dasar yang berada di hadapannya.Matanya menyusuri satu demi satu bocah berseragam merah putih yang sedang berkeliaran di depan kelasnya masing masing.Sekarang waktunya istirahat belajar. Dia berharap bisa bertemu dengan kepala sekolah Dino dan Dini dengan pura pura menemui dua keponakannya yang bersekolah di sana."Dino ... ! Dini ... ! Ini Tante Lia, Sayang ... !" ucap Dahlia saat matanya tertumbuk pada dua sosok keponakannya yang sedang bermain di taman sekolah.Dengar namanya dipanggil, Dino dan Dini pun sontak menoleh dan terkejut saat mendapati Tante mereka sedang berjalan menuju arah mereka berada.Dua bocah itu sontak saling berpandangan. Dino menghembuskan nafas. Perasaan bocah laki laki itu menjadi tak nyaman melihat adik papanya itu datang menemui mereka sekarang.Dia khawatir, kali ini papa dan neneknya mengutus Dahlia untuk menjemput mereka ke sekolah ini.Sontak Dino pu
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (46)Mendengar perkataan Pak Bima, Dahlia mengerucutkan bibirnya, merasa keki karena laki laki itu terang terangan menolak memberikan nomor telepon miliknya ke padanya.Tapi dia tak putus asa atau lebih tepatnya tak merasa malu untuk terus berusaha mendapatkan nomor telepon dari laki laki di depannya itu.Hasrat ingin punya suami seorang PNS apalagi punya jabatan cukup mentereng, seorang kepala sekolah dasar negeri, membuat gadis itu menafikan rasa malu dan harga diri yang harusnya dia miliki."Tapi, Pak ... kalau kita saling bertukar nomor telepon, kan lebih aman. Kalau Mbak Aira lagi nggak online atau lagi nggak bisa dihubungi, Bapak kan bisa menghubungi saya. Jadi urusan anak anak ini nggak terganggu nantinya, Pak," jawab Dahlia lagi kekeh menawarkan nomor telepon nya untuk dimiliki oleh Pak Bima.Namun, Pak Bima juga kekeh menggelengkan kepalanya."Nggak usah Dik, selama ini nggak pernah ada urusan yang urgen dan mendesak kok soal lomba lomba di se
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (47)"Sudah ... ! Sudah, Pak ... ! Saya permisi aja kalau begitu! Kalau Bapak memang tidak mau memberikan nomor telepon Bapak kepada saya, ya sudah. Nggak apa apa!""Tapi tolong jangan sebut sebut soal wanita murahan segala sebab saya nggak merasa seperti itu, Pak!""Ya namanya juga usaha apa salahnya? Sekarang kan zaman emansipasi wanita. Kedudukan pria dan wanita itu sama dan sejajar, Pak. Kalau laki laki boleh melamar perempuan, perempuan pun harusnya juga boleh melamar laki laki dong, Pak.""Jadi saya nggak setuju kalau Bapak bilang perempuan yang mendekati laki laki lebih dulu itu adalah perempuan murahan.""Tapi ya sudah. Kalau menurut pendapat Bapak seperti itu, ya nggak masalah. Tapi artinya kita nggak sependapat soal ini. Dan sangat disayangkan sekali seorang yang berkecimpung di dunia pendidikan, mindsetnya masih kuno dan tradisional sekali seperti Bapak ini. Bapak ini berarti masih berpikiran konvensional. Nggak maju! Nggak modern!""Saya ju