"Hai, Bu Donny. Tumben hari ini bisa ikut arisan? Ke mana aja selama ini? Kok nggak pernah kelihatan?" tanya seorang ibu menyapaku saat aku baru saja masuk ruangan pertemuan dinas di mana acara arisan para istri pegawai kantor di mana suamiku bekerja ini dilaksanakan. Kalau tidak salah namanya Bu Lina, istri Pak Anton, teman satu ruangan Mas Donny."Iya, Bu. Alhamdulillah hari ini bisa hadir," jawabku basa basi. Enggan rasanya jujur mengatakan kalau selama ini aku tak bisa hadir karena tak pernah diberitahu suamiku kalau acara arisan ibu-ibu istri pegawai ini ternyata masih rutin dilakukan setiap bulannya. Apa kata mereka kalau tahu Mas Donny sengaja tak memberitahuku supaya aku tak bisa ikut hadir di acara pertemuan bulanan para istri pegawai ini?"Eh ada Mbak Nisa. Syukurlah Mbak bisa hadir. Nanti jangan lupa isi daftar hadir ya, Mbak soalnya Bu Kadis udah nanyain terus lho dari bulan kemarin," celetuk Mbak Irma yang tiba-tiba datang dari arah pintu ruang aula tempat di mana kegiata
"Mbak Lina, maaf ... saya bisa minta informasi soal perempuan yang katanya sering pergi dengan suami saya nggak? Kata Mbak Irma, Mbak kenal?" tanyaku pada Mbak Irma setelah meminta izin mengajaknya menjauh dari kerumunan ibu-ibu peserta arisan.Aku tak peduli apa yang akan Mbak Lina pikirkan soal aku saat ini. Yang jelas rasa tak sabar dan penasaran yang menggunung tinggi soal siapa perempuan yang kata Mbak Irma tadi ada di mobil Mas Donny, sudah saatnya dituntaskan. Aku tak mau lama-lama menahan rasa ingin tahu yang membuatku makin bingung dan tak tenang."Oh, Mbak Irma ngomong apa emangnya, Mbak? Saya juga takut fitnah soalnya, tapi kabarnya sih cukup santer kalau Pak Donny sering pergi berduaan dengan stafnya yang masih honorer bernama Nina. Saya sih tau ini juga dari suami. Kan suami satu ruangan dengan suami Mbak. Tapi sekarang Nina sudah nggak kerja lagi sih. Sejak orang-orang ramai-ramai bergosip, Nina mengundurkan diri. Tapi ada yang bilang juga kalau Nina berhenti kerja karen
Pulang dari acara arisan, dengan mengendarai roda dua aku bergegas menuju alamat yang tertera dalam secarik kertas yang diberikan Mbak Lina padaku.Alamat itu tidak begitu jauh dari sini. Paling-paling hanya sekitar setengah jam perjalanan. Namun, karena hati sudah ingin segera bertemu dan sampai di kediaman perempuan itu, perjalanan sejauh itu terasa sangat lama.Apalagi sampai saat ini ponsel Mas Donny pun belum bisa dihubungi. Itu membuatku makin didera rasa penasaran dan tak sabar ingin cepat-cepat sampai di kediaman Nina.Aku membelokkan roda dua begitu sampai di sebuah persimpangan yang sesuai keterangan dari Mbak Lina adalah persimpangan menuju ke tempat kediaman Nina.Aku curiga saat ini suamiku itu masih berada di rumah perempuan itu. Buktinya sampai acara arisan tadi selesai dan aku pulang, sosok Mas Donny belum juga tiba di kantor.Menurut keterangan Mbak Lina, yang mana ia juga mendapat kabar ini dari suaminya yang merupakan teman satu ruangan suamiku, sudah satu bulan ini
"Saya cuma mau tanya, apa benar kamu ada hubungan dengan suami saya? Kalau memang iya, saya mohon hentikan sekarang juga karena sebagai istri sah Mas Donny, saya nggak rela suami saya punya simpanan atau istri lain selain saya! Kita sama-sama perempuan Nina. Apa kamu nggak malu dan nggak punya hati sampai tega mengambil suami orang seperti ini?" ucapku dengan menahan nada suara supaya tak terdengar emosi dan marah. Aku tak mau gegabah karena aku ingin menyelesaikan persoalan ini dengan cara yang cerdas dan bermartabat.Kalau masih bisa dibicarakan baik-baik, aku memang ingin semuanya selesai dengan baik-baik saja, tanpa perlu ada keributan atau pertikaian meski pun di sini posisiku berada di pihak yang benar. Sementara Nina berada di posisi yang salah karena sudah berani mengganggu rumah tangga orang."Kalau memang saya ada hubungan dengan suami Mbak, emangnya kenapa ya? Coba Mbak tanya aja dengan mas Donny sendiri kenapa dia mau menjalin hubungan dengan saya? Malahan kami juga sudah
"Itu nggak akan terjadi kalau kamu nggak melaporkan mas ke atasan, Nisa? Maafkan Mas. Tapi tolong jangan kamu laporkan mas ke atasan mas ya. Sekarang kamu tenang dulu. Mas bisa jelaskan semuanya tapi jangan di sini. Kita pulang yuk, kita bicara baik-baik di rumah. Nggak enak bicara di sini," ucap Mas Donny sambil mendekatiku. Berusaha meredakan kemarahan ku, tapi dengan cepat kutepis tangannya.Jijik rasanya disentuh laki-laki itu lagi. Bagaimana bisa ia memanggilku Sayang, sementara ada perempuan lain di dalam hatinya. Bahkan sudah memberinya keturunan! Dasar laki-laki tak punya perasaan dan tak tahu malu!"Nggak, Mas! Kita bicara di sini saja karena aku nggak akan pulang lagi ke rumah kita! Lebih baik aku pulang ke rumah ibu dari pada punya suami pengkhianat seperti kamu""Sebenarnya aku juga sudah nggak minat lagi mendengar penjelasan kamu soal Nina atau pun anak kalian karena bagiku sekarang sudah jelas, kamu dan Nina memang sudah menikah dan nggak ada gunanya aku menyelematkan ru
POV DonnyAku terhenyak saat mendapati kunci mobil yang sesaat tadi masih berada dalam genggamanku dalam sekejap telah berhasil Nisa rebut dari tanganku.Lalu sebelum aku mampu mencegah kepergiannya, perempuan itu sudah berlari menuju mobil dan melaju cepat meninggalkan halaman rumah Nina.Aku hanya mampu terbengong-bengong saat dalam sekejap mobil kesayangan itu sudah dibawa pergi oleh Nisa. Ah, kalah cepat rupanya aku dari wanita itu. Karena kurang prepare menghadapi situasi seperti ini, akhirnya aku kecolongan juga.Nasib. Setelah terancam Nisa melaporkan perkawinan keduaku dengan Nina, yang bisa saja berakibat aku diberhentikan tidak dengan hormat oleh pejabat yang berwenang, sekarang aku juga kehilangan roda empat yang selama ini setia menemani ke mana aku pergi.Sekarang ini di depan rumah tinggal ada motor yang kubeli secara kredit untuk Nisa dua bulan yang lalu yang ditinggalkan perempuan itu di halaman rumah ini.Masa angsurannya motor itu selama tiga tahun. Ini bulan kedua
"Nisa, kamu dari mana? Tumben bawa mobil Donny? Donny-nya mana? Masih di kantor?" tanya ibu begitu aku tiba di rumah orang tuaku.Bapak yang sedang bermain dengan burung beo kesayangannya juga sontak menoleh saat aku melangkah menuju teras."Iya, Donny-nya mana? Biasanya bareng ke sini?" timpal Bapak pula."Nisa dari kantor Mas Donny tadi, Bu, Pak. Ikut acara arisan ibu-ibu darma wanita. Pengen rebahan sebentar boleh ya? Oh ya, Aris mana?" sahutku lemah. Aku sengaja tak menjawab pertanyaan ibu dan bapak soal Mas Donny karena saat ini batinku masih merasa lelah.Tapi nanti aku pasti akan cerita semuanya kalau pikiranku sudah sedikit tenang. Meskipun belum punya anak dari Mas Donny tapi aku juga tak menginginkan perceraian terjadi. Sayang, tidak demikian halnya dengan laki-laki itu. Entah apa penyebabnya, baru juga dua tahun menikah Mas Donny sudah berpaling hati dan mendua.Ah, apa hanya karena belum diberikan keturunan lantas Mas Donny memutuskan untuk menikah lagi? Hmm, tapi kurasa
Sore hari setelah bicara terus terang pada ibu dan bapak soal perselingkuhan yang dilakukan oleh Mas Donny dan tentang pernikahan keduanya juga bayi perempuan yang saat ini telah lahir dari pernikahan mereka, aku pun pamit hendak minta ditemani Aris pulang ke rumah untuk mengambil pakaian dan barang-barang yang masih tertinggal di rumah yang selama ini kutempati bersama Mas Donny.Ibu dan Bapak begitu terkejut saat mendengar berita soal Mas Donny. Tak menyangka lelaki yang kelihatannya baik dan setia itu tega mengkhianati putrinya dan menikah diam-diam dengan wanita simpanannya.Namun, apa hendak dikata. Kalau semua memang sudah terjadi, ibu dan bapak hanya berpesan supaya aku kuat menghadapi permasalahan rumah tangga yang menimpaku dan tegar dalam memperjuangkan hak-hakku sebagai istri. Terutama saat aku bercerita kalau Mas Donny pernah meminjam uangku sebesar lima puluh juta rupiah untuk depe pembelian mobil dan hingga saat ini belum juga dikembalikan.Ibu dan bapak mendukung tekad