"Gimana, Nis? Aman?" tanya bapak saat aku dan Aris kembali pulang ke rumah.Aku menganggukkan kepala, sementara Aris tertawa cengengesan."Bapak nggak usah khawatir, Pak. Bukan aman lagi, tapi Mbak Nisa udah bikin Mas Donny mati kutu malah!""Tapi bener juga sih. Siapa suruh Mas Donny selingkuh? Giliran mau dilaporin ke atasan aja, ketakutan," ucap Aris sambil tertawa.Bapak pun ikut tertawa kecil."Ya, syukurlah kalau begitu. Jangan sampai Donny leluasa berbuat sewenang-wenang. Sudah menyakiti perasaan istri, eh masih berbuat egois.""Kamu dampingi terus Mbak Nisa sampai urusannya selesai ya, Ris. Besok katanya mbakmu mau ke bidang kepegawaian. Kamu temani ya. Jangan sampai Donny berbuat yang tidak-tidak ke kakakmu. Siapa tahu Donny khilaf. Namanya juga orang lagi bingung dan stress, bisa aja berbuat yang tidak-tidak," sahut Bapak lagi."Siap, Pak! Beres! Besok pagi biar Aris izin dari pekerjaan supaya bisa menemani Mbak Nisa ke B*D. Aris juga nggak mau Mbak Nisa kenapa-kenapa. Jadi
"Nisa! Jadi, kamu masih bersikeras juga mau ngelaporin mas ke bagian disiplin pegaw*i? Benar-benar keterlaluan kamu ya! Nggak punya perasaan kamu! Tega kamu berbuat begini sama mas! Orang yang selama dua tahun ini mendampingi hidup kamu. Memberi kamu makan, pakaian dan segalanya yang kamu inginkan! Bukannya berterima kasih, malah tega kamu balas seperti ini!" ujar Mas Donny sambil menatapku tajam.Aku menghela nafas lalu menyahut dengan suara tenang."Mas, aku kan udah bilang dari kemarin kalau perkara ini nggak akan bisa selesai begitu saja sebelum kamu juga merasakan apa yang aku rasakan? Satu tahun lebih kamu membohongiku, Mas. Apa kamu berharap aku lupa dan memaafkan begitu saja?" tanyaku sinis."Kenapa tidak? Tuhan saja maha pemaaf, kenapa kamu yang hanya manusia biasa tidak bisa memaafkan?" sahut Mas Donny sambil menaikkan sebelah alis matanya ke arahku. Menatapku tajam."Ya, beda dong, Mas. Jangan samakan aku dengan Tuhan. Tuhan itu maha segalanya, sementara aku hanya manusia b
"Gimana, Pak? Saya melanggar disiplin pegaw*i?" Mas Donny terlihat tak percaya. Wajahnya tampak pias.Ferdy menganggukkan kepalanya. Tampak sedikit prihatin."Ya. Itu laporan yang saya terima beberapa hari lalu yang sekarang sedang akan ditindaklanjuti.""Jadi kalau sekarang Pak Donny lolos dari aturan tentang poligami, Pak Donny tetap akan sulit untuk lolos dari perkara disiplin pegawa* karena ini masalah serius. Tidak mungkin, maaf negara dan daerah akan membayar terus gaji pegaw*i yang tidak serius dalam bekerja dan tidak punya dedikasi yang baik dalam bekerja.""Kami selaku petugas badan kepegawai*n, selama ini terus berupaya meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja pegaw*i. Kalau pegawai, maaf seperti Pak Donny yang terus mangkir dari waktu kerjanya kami biarkan saja, lantas bagaimana kami bisa mengembalikan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kita?""Jadi saya mohon, Pak Donny ikuti aturan yang akan kami tetapkan nanti. Kami bukan menzalimi hak-hak p
POV DONNY"Gimana, Mas? Kamu jadi gagalin Nisa ngelaporin kamu ke bagian kepegawaian?!Kamu nggak jadi dipecat 'kan dari pekerjaan?" tanya Nina saat aku sampai di rumah.Tak menjawab, kuhempaskan tubuh di atas sofa. Aku lalu menggelengkan kepala."Nggak bisa, Nin. Mas ternyata bukan hanya terancam dipecat dari pekerjaan karena sudah nikahin kamu tanpa izin saja, tapi juga karena sudah lama mangkir dari pekerjaan," keluhku."Mangkir dari pekerjaan? Maksudnya? Nina membulatkan bola matanya."Ya, nggak masuk kerja! Kamu ingat kan? Waktu hamil kemarin, kamu itu manja banget. Maunya ditemani terus, dilayani terus. Apa-apa maunya mas! Makanya mas sering nggak bisa absen tepat waktu 'kan?""Dan ... beginilah akhirnya resikonya! Mas dipecat dari pekerjaan dengan tidak hormat! Meskipun misalnya Nisa nggak jadi melaporkan mas ke bagian kepegawai*n, mas juga tetap akan dipecat karena melanggar disiplin waktu kerja," sahutku penuh sesal. Menyesali kebodohan dan keteledoran yang selama ini kulakuka
Meninggalkan kantor badan kepegawaian daerah, aku meminta Aris untuk langsung mengantarku ke kantor pengadilan agama.Tak lama kami pun sampai dan dengan tanpa sedikit pun keragu-raguan lagi, kumasukkan berkas gugatan cerai pada Mas Donny ke sana.Selesai sudah semua kisahku bersama Mas Donny. Tak akan ada lagi maaf atau pun kesempatan kedua. Tidak.Petugas memintaku bersabar menunggu panggilan sidang yang biasanya akan diproses dan diantarkan ke alamat pihak yang berperkara dalam waktu empat belas hari kerja. Dan selama itu aku diminta untuk sabar menunggu. Aku pun hanya mengiyakan dengan patuh saja. Tak apa kalau memang sudah prosedurnya begitu. Aku akan sabar menunggu dan melalui setiap proses yang sudah ditetapkan asalkan gugatan perceraian ini bisa dikabulkan."Gimana, Mbak? Diterima?" tanya Aris saat aku masuk kembali ke dalam mobil.Aku menganggukkan kepala."Alhamdulillah, Ris. Tapi mbak disuruh nunggu selama empat belas hari kerja. Nanti panggilan sidang akan disampaikan ke
POV DONNYUsai mengabadikan momen makan bersama Nisa dan Pak Ferdy, serta mengawasi mereka hingga ketiga sosok itu keluar dari rumah makan dan berpisah di parkiran, aku pun kembali menuju motor dan melanjutkan perjalanan mencari warung ampera di pinggir jalan.Kupesan makanan lalu duduk membuka-buka gawaiku. Kuamati lagi foto-foto Nisa dan Pak Ferdy saat mereka tengah makan siang bersama tadi.Tak salah lagi perkiraanku. Memang di antara kedua manusia berlainan jenis ini terlihat tengah menjalin hubungan yang lebih dari sekedar teman atau pun kenalan. Tampak sekali jika Nisa dan Pak Ferdy saling suka. Pak Ferdy kerap kali diam-diam mencuri pandang pada wanita yang masih berstatus sebagai istriku itu. Sementara Nisa pun diam-diam tertunduk malu saat ditatap seperti itu.Menyebalkan!Kalau tidak ingat saat itu aku sedang memata-matai gerak-gerik mereka, ingin rasanya aku mendekat dan menggebrak meja mereka agar mereka tahu ada aku di antara hubungan mereka berdua.Aku tak akan diam saj
POV DONNY"Mana sih, Don foto-foto istri kamu lagi sama Pak Ferdy? Istri kamu cantik ya, kok cowok sekelas Pak Ferdy bisa jatuh hati?" tanya Ilham setengah tak percaya saat aku membuka gawai dan hendak memilih beberapa gambar yang sekiranya paling cocok kugunakan untuk menteror Pak Ferdy.Mendengar pertanyaan sahabatku itu, aku mencibirkan bibir.Cowok sekelas Pak Ferdy? Emang setinggi apa sih level laki-laki itu?Hmm, bisa jadi sekarang memang tinggi. Kepala badan kepegaw**an! Tapi lihat saja nanti, kalau aku sudah mulai beraksi, dia pasti bisa kutumbangkan!"Ini, Ham. Foto-foto yang kudapatkan waktu mereka makan bareng siang tadi. Kelihatan kan mereka saling suka? Lihat tatapan mata Pak Ferdy ke Nisa, kelihatan banget kan kalau dia suka sama istriku itu?" ucapku sambil menyodorkan ponsel dan mengomentari foto-foto Pak Ferdy dan Nisa saat sedang makan bersama.Ilham manggut-manggut. Terlihat setuju pada ucapanku."Kamu benar, Don. Pak Ferdy memang kelihatan suka sama NIsa. Tapi apa i
POV DONNYAku tersenyum penuh kemenangan saat melihat tanda centang dua pada pesan wa yang kukirimkan.Kutunggu beberapa menit, karena sepertinya Pak Ferdy masib belum online juga dan belum melihat pesan masuk itu di akun wa-nya.Namun, saat tak lama kemudian terlihat tanda ia mulai online, aku pun menjadi tak sabar lagi untuk menunggu.Satu detik, dua detik, tiga detik. Hingga tanpa sadar sudah berdetik-detik ia online, namun tanda centang dua itu tak juga berubah warna.Sial*n! Aku pun mengumpat kesal. Apa maksudnya ini? Apa Pak Ferdy memang tak mau membuka pesan dari orang yang tak ia kenal atau memang akun whatsapp-nya sengaja disetel supaya pesan masuk tetap terlihat tidak berubah warna meski sudah dibuka dan dibaca?Ya, bisa jadi akun wa nya disetel seperti itu. Tapi meskipun demikian, kalau memang benar pesan yang aku kirimkan itu sudah ia buka dan baca serta ia merasa bersalah dan membenarkan perkataanku, kenapa tak ada respon apa-apa darinya ya?Bukannya kalau sudah dibaca