POV DaniaIstri Mas Galih yang sekarang sungguh sangat menyebalkan, wanita itu terus menempel pada mantan suamiku itu. Bahkan perkataannya membuatku sangat muak, apa lagi Mas Galih juga begitu mempercayainya. Bagaimana wanita itu bisa mengandung anak dari Mas Galih sedangkan aku dan Mbak Safa saja susah hamil bersamanya.Belum lagi dia menantangku untuk mencari lelaki yang lebih segalanya dari Mas Galih. Ah, dia tidak tahu saja jika sebenarnya aku memiliki hubungan istimewa dengan atasanku. Hanya saja, istri dari atasanku itu wanita yang galak dan konon katanya bar-bar. Karyawan yang berada di tempatku bekerja, beberapa kali memperingatkan diriku untuk berhati-hati dan tidak terlalu menampakkan kedekatan dengan atasanku, Pak Brata. Katanya, pernah beberapa kali karyawan yang dicurigai dekat dengan Pak Brata dipermalukan oleh istrinya tanpa ampun. Tidak peduli, mereka benar-benar dekat atau hanya rumor semata. Tapi aku tidak mempedulikan soal itu, yang aku lakukan adalah harus berhat
Kami pulang setelah memastikan kehamilanku sehat saja dan calon bayi dalam kandunganku tumbuh dengan baik. Kali ini pun, tujuan kami adalah rumah besar milik mereka berdua. Jika orang pengen hidup terpisah dengan madunya, beda dengan Kak Sofi yang ingin tinggal serumah denganku. Katanya agar bisa mengawasi dan menjagaku saat hamil, benar-benar diluar dugaan. Dirumah ini memang hanya ada Kak Sofi, aku, Mas Brata dan beberapa asisten rumah tangga yang memiliki pekerjaan dan tugas masing-masing. Kak Sofi belum memiliki keturunan meskipun sudah menikah dengan Mas Brata. Aku tidak berani bertanya kenapa, bukankah wanita selalu sensitif jika ditanya tentang usia, kapan menikah dan kenapa belum hamil. Daripada aku mendapat makian dan rasa benci dari istri pertama suamiku itu, mending aku diam-diam saja. Dirumah ini, aku diperlakukan dengan sangat baik disini, layaknya seperti orang yang sangat berharga . Pernikahan dan kehamilanku kali ini sangatlah istimewa, aku benar-benar tidak menyan
POV Dania"Apa maksud Kakak, bagaimana bisa bayi ini anakmu. Dia ada dalam rahimku, aku yang hamil, aku yang mengandungnya selama sembilan bulan. Bagiamana bisa dia menjadi anakmu?" Tiba-tiba rasa sesak mendera hatiku, selama sembilan bulan ini aku melewati saat-saat yang indah bersama dengan calon bayi ini. Aku merasakan gerakannya, tendangannya, aku mendengar detak jantungnya. Lalu tiba-tiba saja aku harus merelakan dirinya dimiliki oleh orang lain tanpa bisa aku memilikinya bahkan melihat setelahnya. Rasa sayangku sudah begitu dalam pada bayi ini karena berkatnya aku merasakan hidup yang begitu istimewa. "Apa perlu aku jelaskan?" tanyanya sembari duduk di sofa dan melipat kakinya.Kesombongan dan keangkuhan mulai tampak jelas diwajahnya saat ini. "Tentu saja aku harus tahu kenapa dia bisa jadi anakmu, bukan anakku, padahal aku yang mengandungnya.""Baiklah akan aku jelaskan, bayi itu memang ada di rahimmu, tapi dia tidak memiliki ikatan darah sama sekali dengan kamu. Dia hanya
POV DaniaDi ruangan yang serba putih ini, dengan aroma khasnya, aku terbaring sendirian. Tanpa orang tua, tanpa sahabat, tanpa suami. Seharusnya momen setelah melahirkan adalah momen yang paling membahagiakan bagi seorang wanita. Dia akan di kelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya dan ucapan selamat akan datang darimana saja padanya. Bahkan tidak ucapan terimakasih dan kecupan sayang dari suamiku tidak kudapatkan setelah melahirkan anak untuknya. Laki-laki itu tidak menampakkan diri saat aku berjuang antara hidup dan mati menghadirkan buah hati untuknya. Tentu saja, Kak Sofi pasti tidak memberitahunya maupun menyuruh pria itu datang. Situasi yang terjadi padaku benar-benar berbeda, aku tetap sendirian disini tanpa siapapun. Bahkan bayi yang aku lahirkan, sepertinya tidak akan pernah aku lihat lagi. Air mataku meleleh begitu saja tanpa bisa aku tahan, tidak ada pelipur lara atas rasa sakit yang kurasakan setelah melahirkan. Terdengar derap langkah kaki dari arah pintu, tak la
POV DaniaSetelah kepergian Mas Brata, supir pribadi keluarga mereka pun masuk dan membantuku untuk keluar dari ruang inap tersebut. Semua administrasi sudah diselesaikan oleh mantan suamiku itu, aku tinggal angkat kaki dari sini dan pergi ke tempat tujuanku. "Bagiamana keadaan bayi yang baru aku lahirkan pak?" tanyaku pada supir saat mobil yang kami tumpangi mulai berjalan meninggalkan gedung serba putih itu. "Baik, Bu. Mereka memperlakukannya dengan baik dan penuh kasih sayang. Bu Sofi dan Bapak memperlakukannya seperti putra mereka sendiri," sahutnya sambil menatapku lewat kaca spion yang ada didalam mobil. Pandangan kami sesaat bertemu lewat kaca berbentuk persegi panjang itu. Perkataannya mungkin untuk menghiburku, agar aku tidak memikirkan bayi itu lagi. Tapi mungkin juga tidak, bayi itu adalah darah daging Kak Sofi dan Mas Brata. Dia benar-benar milik mereka yang hanya tinggal sementara dalam diriku, tentu saja mereka akan menyayangi bayi itu dengan tulus dan sepenuh hati.
POV SafaLili datang bersama anaknya yang baru berusia enam bulan itu kerumahku, Bayi gembul berjenis kelamin laki-laki itu nampak anteng bermain bersama dengan Albi dan juga Qia. Kedua anakku nampak sangat senang dengan kedatangan bayi diantara mereka. Kadang kala, dihari libur, Lili memang suka mengajak putranya yang sudah mulai MPASI, datang dan bermain ke rumahku. Katanya biar anaknya akrab juga dengan kedua anakku. Aku tidak pernah keberatan, toh tidak setiap hari libur, paling sebulan sekali saja. "Mbak Safa pernah ketemu dengan Dania?" Lili bertanya padaku, saat anaknya sedang asyik bermain bersama Qia dan Albi di temani oleh pengasuh Albi. Aku menggeleng kepala untuk menjawab pertanyaan Lili, "Terakhir kali aku bertemu dengannya saat staycation dulu itu. Tapi terakhir kali aku mendengar kabar tentangnya saat kita ke butik Kaira pertama kali itu," jawabku apa adanya. "Yang waktu mbak Kaira bilang jika Dania memesan baju pengantin?""Kamu dengar juga?" Wanita yang duduk di
POV SafaMobil yang kami tumpangi sampai di kampung halamanku memasuki waktu Dhuha. Malam itu, saat Mas Abi membujuk untuk memiliki anak lagi aku membuat permintaan padanya. Aku menginginkan untuk pulang ke kampung halamanku terlebih dahulu, dan mengunjungi makam kedua orang tuaku. Aku merindukan kedua bapak dan ibu, setidaknya dengan mengunjungi makam keduanya rasa rindu itu akan terobati. Selain itu aku juga akan melakukan sesuatu di kampungku.Kami hanya pergi bertiga saja, aku, Mas Abi dan juga Albi, Qia tidak ikut karena dia masuk sekolah. Sedangkan Mas Abi sendiri izin dari tempatnya bekerja dan sudah menyerahkan segala urusan pada wakilnya. Tempat yang kami tuju adalah rumah masa kecilku, meskipun kedua orang tuaku sudah meninggal tapi rumah itu tidak dijual. Aku menitipkan rumah tersebut kepada tetanggaku untuk menjaga dan merawatnya, sebagai balasan aku memberinya sedikit uang tanda terima kasih setiap bulan."Sudah sampai mbak?" sapa Bude Aminah. Beliau adalah orang yang
" Mas, Bagaimana dulu kamu bisa ketemuin orang-orang yang merampok bajuku?""Ada seseorang yang membantuku mencari tahu siapa mereka. Orang kepercayaanku.""Apa itu semacam detektif atau apa gitu.""Yaa semacam itulah. Kenapa kamu bertanya soal itu?""Aku ingin menggunakan jasanya juga. Boleh?""Untuk apa?" Mas Abi bertanya dengan penasaran. "Ini urusan pekerjaanku ada hal yang harus aku lakukan. Boleh tidak kali ini kamu tidak perlu tahu tentang itu.""Kenapa harus ada rahasia diantara kita.""Bukan rahasia, mas. Hanya saja aku tidak ingin kali ini merepotkan dirimu.""Aku tidak merasa direpotkan, kamu kan sudah menjadi istriku.""Ayolah Mas, kali ini saja biarkan aku menyelesaikan urusanku sendiri,"!ucapku memohon dan meyakinkan suamiku.Akhirnya Mas Abi membiarkan diriku melakukan apa yang aku inginkan sendirian. Suamiku itu hanya membuat janji bertemu dengan orang kepercayaannya yang dulu membantunya menemukan dalang dibalik perampokanku kala itu. ***"Semua yang Ibu butuhkan ad