Melihat Ayah yang tengah bersedih, tak sadar aku pun juga menitihkan air mata. Rasanya aku tak sanggup untuk menceritakan masalah keluargaku ke pada beliau. Di sisi lain kalau aku tidak bercerita pasti ayah pun juga bakal lebih sedih lagi, apalagi kalau tahunya dari orang lain."Aku sudah tahu jawaban kamu, Nak. Kamu tidak bahagia kan, menikah dengan Nanang?" tanya beliau dengan lembut.Aku pun langsung memeluk Ayah, dan menangis sejadi-jadinya."Ya Allah berarti benar, apa yang selama ini aku rasakan. Meski kamu tidak menjawab pertanyaan ayah, ayah sudah bisa tahu apa yang Nanang perbuat kepada kamu, Nak! Berarti benar yang aku dengar waktu itu, di depan pintu kamar kamu, saat acara aqiqah Putra.""Apakah waktu itu Ayah mendengarkan pembicaraan kami? Ataukah mungkin ibu yang sudah bercerita kepada Ayah?" selidikku."Ibu kamu tidak pernah bercerita apa pun kepada Ayah. Tapi saat ayah mendengarkan pembicaraan kalian, meski tidak semuanya. Ayah bisa menangkap kemana arah pembicaraan kali
Aku pun berpikir sejenak mempertimbangkan saran dari kedua orang tuaku. "Ayah, Ibu, ini keputusan murni dari dalam hati Sari. Tolong, Ayah dan Ibu menghargai keputusan Sari ini.""Apa pun keputusan kamu, Ibu akan selalu menghargainya, Nak.""Ayah juga sama seperti Ibu kamu, Nak. Pilihlah keputusan yang tepat untuk kamu dan Putra.""Iya Bu, Ayah. Besok Sari akan keluar dari rumah mas Nanang. Sari akan tinggal di rumah Sari sendiri. Mau izin atau tidak, mas Nanang juga nggak bakalan mencari di mana keberadaan Sari. Yang jelas mas Nanang tidak akan merasa kehilangan kalau Sari tinggalkan. Sari sudah tahu sekali kalau mas Nanang sudah cinta mati kepada selingkuhannya itu. Jadi Sari rasa sia-sia juga kalau harus izin kepadanya," kataku."Itu keputusan yang bagus, Nak. Ibu mendukung kamu," kata ibu kemudian setelah selesai aku berbicara."Dengar kan, Mas! Apa keputusan Sari. Tolong, hargailah dia! Kamu tidak tahu apa yang telah terjadi kepadanya. Luka batin apa yang telah dia derita hingga
"Ayah rasa tidak akan. Aku sangat kenal dengan Pak Norman, beliau adalah orang yang terkenal dengan kebijaksanaannya. Pasti dia akan mendukung yang benar, Nak," kata Ayah percaya diri.Aku sedikit lega mendengar perkataan Ayah. Namun dalam hatiku juga masih cemas. Kadang namanya orang tua kalau sudah menyangkut anaknya meskipun perbuatan anaknya itu salah tetap saja dibela dan dianggap benar.Waktu cepat berlalu, sekarang sudah hampir jam setengah delapan malam, aku pun langsung pamit pulang karena sudah sejak pagi aku sudah meninggalkan rumah.Saat dalam perjalanan, aku bermain ponsel untuk mengusir rasa jenuhku. Ku lihat beberapa foto yang aku ambil saat bersama para resellerku. Aku pun membuat foto itu sebagai story di aplikasi hijau tak lupa aku tulis caption, "Sukses bukan hanya untuk orang kerja kantoran saja. IRT pun juga bisa sukses. With para kesayangan." Aku yang sebelum-sebelumnya tidak pernah membuat story. Sekarang dengan sengaja membuat story itu agar dilihat oleh mas Nan
POV HanaKenalkan aku adalah Hana adik kelas mas Nanang. Aku dulu sangat mengidolakan mas Nanang karena dia termasuk anak yang keren di sekolahku. Apalagi sejak aku tahu kalau dia seorang pemain basket hingga membuat nilai tambah mas Nanang di hatiku. Aku pun diam-diam sangat mengidolakannya.Namun kenyataannya Mas Nanang lebih suka dengan teman sebangku, Savira. Selama ini aku hanya bisa memandangnya saja. Dia sering ke kelasku tapi bukan untuk menemuiku, melainkan untuk menemui Savira. Meski begitu aku tetap saja senang.Aku juga sadar diri kalau aku jelek tidak cantik seperti Savira, yang berkulit putih bersih, berhidung mancung, matanya belok, dan bibirnya yang tipis, dan juga rambutnya hitam lurus panjang sebahu.Penampilanku terlihat culun, karena aku tidak suka dandan. Kata teman-temanku, sebetulnya aku juga cantik, kalau aku berdandan. Bahkan Mereka mendukungku untuk berdandan, namun aku tidak mau aku kurang percaya diri.Hingga suatu ketika Mas Nanang lulus sekolah hingga sam
Aku tidak ingin melepaskan mas Nanang. Ingat-ingat dulu aku ingin sekali menjadi pacarnya. Tapi kalah dengan Savira. Sekarang Savira tidak ada jadi ini adalah kesempatan aku untuk bisa dekat dengan Mas Nanang. Masalah istrinya pikir belakangan saja, yang penting sekarang bagaimana caranya mas Nanang agar bisa nyaman dan selalu dekat denganku.Sekarang hubungan kami sudah hampir satu bulan. Ku lihat mas Nanang terlihat sudah sangat benar-benar nyaman dengan aku. Bahkan dia berniat ingin menjadikan aku sebagai istri ke dua. Meski dalam hati kecilku aku mau, tapi aku tetap menolaknya, itu pun ku tolak dengan cara halus. Karena kalau aku jadi menikah dengan Mas Nanang, aku takut jika aku terkekang olehnya, aku jadi nggak bisa main bersama yang lain.Aku pun bilang dari pada aku jadi istrinya Mas Nanang aku lebih baik menjalin hubungan dengannya dengan cara diam-diam saja yang penting tidak ketahuan oleh istrinya.Aku sangat tahu sekali bagaimana perasaan Mas Nanang sekarang, dia kecewa den
"Kok gak diangkat, Mas?" tanyaku sambil menggoda. Sebenarnya aku ketir-ketir juga sih."Biarin saja lah, nggak usah diangkat! Pasti bentar lagi dimatikan, setelah itu dia akan kirim pesan," jawabnya kemudian."Tapi nanti kalau dia ke sini bagaimana, Mas? Aku takut kalau dia memergoki kita bersama.""Tenang saja, mana mungkin dia tahu mengenai hubungan kita. Semua sudah aman, Hana," terangnya."Ya sudah kalau gitu, Mas. Aku tenang sekarang," kataku.Kalau sudah bersama aku, mas Nanang benar-benar tidak mau diganggu oleh istrinya.Setelah itu sambil menunggu makanan datang, kami mengobrol dengan santai dan seperti biasa dia suka mengeluarkan jurus gombalnya. Ya, seperti layaknya laki-laki lainnya yang sering aku temui.Saat menunggu mas Nanang datang tadi, aku pun mendapatkan kabar dari laki-laki spesialku. Dia berencana akan menemuiku besok. Aku pun langsung menyetujuinya apalagi aku sudah lama tidak bertemu dengan dia. Kelihatannya dia juga sudah mulai ingin serius kepadaku. Apalagi di
***BesoknyaSaat ini jam waktu istirahat. Seperti biasa, aku menghampiri Mas Nanang untuk makan siang bersama."Han, kemaren di kos kamu, ada barang mas yang tertinggal, nggak?" tanyanya."Nggak ada kok, Mas. Kalau ada, pasti langsung aku kembalikan.""Ada apa, Mas? Kok kelihatannya kamu cemas?" tanyaku heran dengan sikapnya. "Itu kemarin kan aku membeli vitamin titipan Sari dan pil KB untuk kamu. Aku yakin dua barang itu aku masukkan di kantong celana. Namun aku cari nggak ketemu. Malah tiba-tiba Sari punya vitamin dan pil KB, bahkan sablon plastik kreseknya sama persis dengan apotek yang aku datangi kemarin lusa. Aku takut hilangnya pil KB itu pelakunya adalah Sari," katanya."Sudahlah, Mas! Mungkin saja itu bukan punya Mas Nanang, mungkin dia beli sendiri.""Nggak mungkin dia beli sendiri. Dia kan nggak akan berani keluar sendirian. Apa lagi kalau sudah malam," katanya dengan yakin."Ya, siapa tahu dia pesan online. Sekarang nggak hanya aplikasi oren saja mas, yang bisa COD. Apote
Setelah lukaku selesai diperiksa oleh dokter, dokter menyatakan kalau bahwa aku hanya menderita luka ringan saja, tidak ada yang serius. Aku pun hanya diberikan obat dan vitamin."Untung saja keadaanku baik-baik saja," ucapku dalam hati.Setelah pulang dari Rumah Sakit, aku pun langsung beristirahat ditemani oleh Anas."Han, lebih baik kamu segera mengajukan resign dari tempat kamu bekerja," katanya setelah menaruh minuman hangat di meja yang berada di sebelah tempat tidur.Aku pun langsung menoleh karena kaget mendengar perkataan Anas."Maksud kamu apa, Nas?""Aku tak ingin kamu bertemu lagi dengan pria itu lagi, Han. Apalagi kamu melanjutkan hubungan kamu dengan dia. Dia bekerja sekantor dengan kamu, kan?"Kini Anas menjatuhkan bobotnya di bibir tempat tidur, sedangkan aku masih berbaring lemas."Iya, kami kok tahu? Memangnya kamu tahu darimana kalau dia satu kantor dengan aku?" tanyaku penasaran."Karena hari ini dia mengikuti kita saat kita berangkat kerja bersama. Makanya tadi mob