"Entahlah, Bu. Aku ini juga sedang berpikir. Bantu aku berpikir dong. Biar masalah ini bisa segera kelar. Tapi kalau memang cara satu-satunya dengan minta Sari baikan dengan Nanang. Ya kita harus lakukan itu." "Kamu memang sudah benar-benar sudah kelewatan, Mas. Kalau begitu lebih baik aku pergi dari sini saja. Aku tak bisa menurut dengan ide-ide konyol kamu itu. Kamu itu sudah keterlaluan sekali kepada Sari, Mas. Dari dulu aku sebenarnya sudah tidak setuju jika harus menumbalkan Sari demi mengangkat bisnis kamu itu!""Aku juga terpaksa, Bu. Mau bagaimana lagi hanya Sari yang bisa membantu kita. Apalagi kita tahu sendiri keluarga Pak Norman juga orang baik. Mana aku bisa tahu kalau bakalan seperti ini. Kalau tahu kayak gini lebih baik tidak aku lakukan juga.""Tapi kamu itu sudah terlewat kejam. Sari sudah banyak berkorban kepada kita. Setelah lulus SMA sudah kita jodohkan dengan Nanang, sampai-sampai dia kehilangan masa mudanya.""Biarlah dia hidup dengan keputusannya sendiri, Mas. K
Saat ini aku duduk termenung di halaman rumahku melihat beberapa bunga yang tumbuh subur di taman rumahku.Tiba-tiba ponselku berdering. Ku lihat telepon itu dari Desti, sahabatku. Aku pun segera mengangkat telepon dari sahabatku itu, meski di hatiku sempat ragu untuk mengangkatnya karena takut bikin Desti bingung."Sar, maaf aku baru sempat menelepon kamu. Maaf dari tadi aku sedang sibuk bareng saudaraku, jadi aku tadi nggak dengar saat kamu telepon. Sar kamu nggak kenapa-kenapa kan, Sar?" kata Desti setelah teleponnya aku angkat.Rasanya mulutku terasa berat rasanya menjawab pertanyaan dari sahabatku itu. Berbeda dengan mulutku yang tidak bisa dibuka air terus saja bercucuran membasahi pipi."Kamu, baik-baik saja, Sar?""Sar, Sari?"Aku sudah tak kuat menjawab semua pertanyaan Desti. Akhirnya aku tutup telepon itu.Tiba-tiba sepuluh menit kemudian saat aku ingin beranjak masuk ke dalam rumah terdengar suara klakson mobil di depan pintu gerbang rumahku.'Itu seperti suara mobil Desti,
Brak ....!Tiba-tiba saat aku akan mau masuk ke dapur Mak Sri menabrakku hingga tak sengaja minuman yang beliau bawa tumpah semua di bajuku."Maaf Non, tak sengaja," katanya kaget sambil membersihkan bajuku yang basah semua."Iya, Mak. Tidak apa-apa. Sudah Mak. Emak beresin saja dulu. Saya mau ganti baju.""Baik, Non. Sekali lagi emak mohon maaf ya, Non. Emak rencananya mau pergi ke depan mau anterin minum. Eh kok nggak tahu ada Nona Sari di depan Emak."Iya, Mak. Nggak apa-apa kok."Dengan terpaksa aku pergi ke kamarku dan mengganti pakaianku."Ya Allah padahal sedikit lagi. Kenapa barus ketabrak Mak Sri," kataku sambil mengacak rambutku.Tok ...! Tok ...!"Non Sari!""Iya, Mak! Masuk saja, tidak di kunci!""Iya, Mak. Ada apa?" tanyaku ketika Mak Sri masuk ke dalam kamarku."Non, makanannya sudah siap. Sekarang Nona sudah ditunggu Nyonya di belakang," "Iya, Mak. Bentar lagi Sari ke sana."---"Loh Desti ke mana, Bu?" kataku setelah sampai di belakang."Desti barusan saja pulang. T
"Des. Tolong, jawab dengan jujur! Sebelum ibu datang, kamu ingin bicara apa mengenai ayahku? Tolong, bicaralah yang sebenarnya!"Sejenak Desti diam sejenak dan memejamkan matanya. Ku lihat badannya bergetar seperti orang yang ketakutan."Oh itu, tidak .... Em bukan Sari. Aku hanya salah bicara saja semalam," jawabnya grogi."Kamu yakin? Aku rasa kamu berbohong kepadaku, Des," kataku sambil memegang tangannya.Tangan Desti sangat dingin saat aku pegang. Bahkan keningnya pun berkeringat."Iya, Sar. Maaf aku hanya salah bicara saja.""Oh ya sudah kalau begitu," kataku kemudian.Sebenarnya aku tidak bisa percaya begitu saja dengan Desti. Aku merasa dia sengaja berbohong kepadaku. Entah rahasia apa yang telah dia sembunyikan dariku."Ya sudah, Sar. Aku mau ke belakang dulu mau telepon pabrik," pamitnya."Eits mumpung aku masih ingat. Tolong, kirimin video dan foto Mas Nanang dong Des! Aku mau ke pengadilan agama.""Ya Allah, Sar. Maafkan aku ponselku yang satunya rusak. Kemarin setelah pul
Rasanya kepalaku pusing sekali karena dipaksa harus memilih antara keluarga atau persahabatan. Coba saja kalau ayahku tidak bekerja di tempat Bu Jingga aku mungkin sudah menceritakan semuanya kepada Sari."Tumben kamu pulang larut malam, Nak?" tanya papa.Seperti biasa kalau aku belum pulang Papa dengan sabarnya menungguku di teras biasanya sambil mondar-mandir tapi karena kakinya sakit dia hanya duduk saja."Oh, tidak apa-apa, Pa. Tadi masih ada keperluan," kataku menutupi."Ayo, duduklah di sini sebentar! Papa mau ngobrol sama kamu.""Iya, Pa," kataku menurut dan duduk di sebelah papa."Apa kamu ada masalah dengan Sari, Nak? Tak biasanya wajah kamu muram begini.""Tidak ada kok, Pa. Desti hanya sedikit kecapean.""Oh ... Kamu tadi sudah makan belum?""Sudah tadi, Pa," kataku beralasan sebenarnya aku ini belum makan karena nafsu makanku sudah hilang tergantikan dengan banyaknya pikiran di kepalaku."Gimana bisnis Sari yang kamu pegang sekarang, Nak? Tambah ramai?""Alhamdulillah sek
Aku hanya bisa diam, mendengarkan dan mencerna saat papa menasehatiku."Tolong, jawab dengan jujur apa kamj ada masalah dengan Sari? Cerita saja ke papa agar pikiran kamu tenang.""Hmm ...." Aku mau bercerita tapi rasanya masih ragu. Takut jika papa tambah pusing."Mm.. Papa sekarang masih pusing tidak.""Tenang, Nak. Papa tidak kenapa-kenapa. Papa sudah baikan ini. Cuman kaki saja yang masih berat buat jalan. Coba saja kemarin lusa aku nurut sama kamu pastinya papa tidak akan jatuh dari motor. Untung saja tidak parah.""Alhamdulillah. Kalau Papa sudah tidak pusing," kataku.Aku pun terdiam sejenak. Dalam hatiku berkata, "Mungkin ini waktu yang tepat untuk cerita ke Papa. Papa orangnya bijaksana pastinya bisa carikan aku solusi yang baik.""Kenapa kamu jadi diem begitu? Nggak apa-apa , Nak. Cerita saja ke papa mengenai masalah kamu! Siapa tahu papa bisa kasih solusi. Tidak baik kalau berantem dengan sahabat. Kamu dan Sari juga sama-sama anak papa. Meski Sari bukan anak kandung papa da
"Tapi selama ini Sari masih belum tahu mengenai hal ini ya, Pa?""Belum. Semua ini masih papa rahasiakan, tidak ada yang tahu kecuali papa dan kamu. Kamu jangan sekali-kali membocorkan hal ini. Karena Sari sendiri sang pemilik perusahaan saja belum tahu. Ini memang pesan dari Hartawan kala itu. Aku diminta untuk tidak gegabah untuk memberitahukan kepada Sari. Kalau nanti waktunya sudah tepat, pasti bakal papa beritahukan kepada Sari.""Iya, Pa. Papa bisa pegang omongan Desti. Desti akan selalu jaga rahasia ini.""Bagus itu kamu memang bisa diandalkan. Pesan papa sekarang, kamu bantu Sari dengan sekuat tenaga. Bantu dia kalau dia butuh pertolongan. Berikan saja semua bukti perselingkuhan si Nanang. Nggak apa-apa. Kamu nggak usah takut. Justru dengan perceraian si Sari ini semakin cepat juga semakin baik. Kamu tenang saja, ada papa di sini.""Baik, Pa. Terimakasih banyak solusi dan dukungannya. Papa memang Papa yang terbaik di dunia ini," kataku sambil memeluk tubuh beliau yang gempal k
"Bu Jingga?" kataku kaget."Iya, ini aku Desti. Kenapa? Kamu kaget?"Tanpa menjawab aku pun langsung mematikan teleponku.Tiba-tiba beliau mengirimkan sms kepadaku.[Bukannya kamu kemarin sudah bilang kalau bukti itu sudah kamu hapus. Kenapa sekarang mau kamu kasih kepada Sari. Kamu tanggung sendiri resikonya.]Pesan itu aku buka tapi tidak aku balas. Hari ini aku lagi malas untuk bertengkar meladeni orang yang kurang pantas untuk aku ajak duel. Karena aku bukan tipe perempuan yang suka ngomel-ngomel apalagi ngomel lewat sosmed. Lebih baik marah langsung di hadapan orangnya langsung.Ya, sekarang niatku hanya ingin membantu Sari. Untuk mengeluarkan dia dari jeratan orang-orang munafik ini.Setelah sarapan aku langsung bersiap untuk berangkat ke toko. Aku yakin Sari akan bakalan datang menemuiku. "Des, jangan lupa pesan papa kemaren," kata Papa saat aku hendak melajukan mobilku ke jalan raya."Iya, Pa. Pasti Desti ingat pesan Papa."Sambil mengacungkan jempolnya Papaku tersenyum.Sekar