"Bu Jingga?" kataku kaget."Iya, ini aku Desti. Kenapa? Kamu kaget?"Tanpa menjawab aku pun langsung mematikan teleponku.Tiba-tiba beliau mengirimkan sms kepadaku.[Bukannya kamu kemarin sudah bilang kalau bukti itu sudah kamu hapus. Kenapa sekarang mau kamu kasih kepada Sari. Kamu tanggung sendiri resikonya.]Pesan itu aku buka tapi tidak aku balas. Hari ini aku lagi malas untuk bertengkar meladeni orang yang kurang pantas untuk aku ajak duel. Karena aku bukan tipe perempuan yang suka ngomel-ngomel apalagi ngomel lewat sosmed. Lebih baik marah langsung di hadapan orangnya langsung.Ya, sekarang niatku hanya ingin membantu Sari. Untuk mengeluarkan dia dari jeratan orang-orang munafik ini.Setelah sarapan aku langsung bersiap untuk berangkat ke toko. Aku yakin Sari akan bakalan datang menemuiku. "Des, jangan lupa pesan papa kemaren," kata Papa saat aku hendak melajukan mobilku ke jalan raya."Iya, Pa. Pasti Desti ingat pesan Papa."Sambil mengacungkan jempolnya Papaku tersenyum.Sekar
"Bu Sari, Bu ..." teriak beberapa anak buahku.Aku pun segera bangkit dari persembunyianku tak lupa aku pun memakai masker agar tidak dikenali oleh Nanang dan Hana. Dan ternyata benar seperti yang aku pikirkan ternyata yang jatuh pingsan adalah Sari.Saat ku lihat Mbak Nikmah sambil menggendong Putra sedang kebingungan melihat Sari pingsan, dengan secepat kilat aku memintanya untuk masuk ke dalam ruangan kantor toko. Aku tidak ingin kalau Nanang sampai mengambil Putra tanpa seizin Sari.Setelah selesai mengevakuasi Mbak Nikmah dan Putra. Aku pun segera bergegas membuka kerumunan dan langsung menghampiri Sari. Saat aku lihat ternyata kepala Sari sudah ada di pangkuan Nanang. "Mbak, Mbak. Bangun Mbak!" ucapku. Seperti biasa tanpa ada himbauan aku sudah langsung reflek tidak menyebut nama "Sari". Beberapa kali hidung Sari sudah aku kasih minyak kayu putih. Namun tetap saja Sari tidak bangun-bangun.Dengan sigap Nanang langsung menggendong Sari. Ku arahkan Nanang untuk memasukkan Sari k
Mendapat kabar dari anak buahku membuatku kaget. Sulit dipercaya kalau Nanang nekat mengambil Putra dari Sari.Aku tidak langsung ke rumah Nanang karena aku sudah dekat dengan toko. Apalagi keadaan Sari yang sedang kurang baik. Aku tidak ingin membuat keadaan Sari semakin memburuk.Dengan segera aku mengebut agar segera sampai di toko. Berita ini membuat aku jadi semakin emosi. Sungguh Nanang begitu sangat licik. "Apa yang terjadi, Des? Jangan ngebut seperti ini!" teriak Sari.Karena fokusku terhadap jalan hingga tak ku jawab pertanyaan dari Sari. Yang ada di dalam pikiranku sekarang, aku bisa segera cepat sampai di toko dan menanyakan bagaimana kebenaran cerita dari anak buahku tadi.Sesampai di toko aku langsung didatangi oleh salah satu pegawaiku."Mbak Desti ...""Bagaimana kok bisa Putra diculik Nanang? Kok bisa?""Siapa yang diculik Nanang, Des? Siapa?""Bukannya tadi sudah aku minta Mbak Nikmah masuk ke dalam ruangan kantor?" tanyaku sambil melotot. Aku masih saja mengabaikan
Pov Nanang"Kok tumben Bapak sudah pulang?" tanya pembantuku saat aku masuk ke dalam rumah."Iya, Mbak. Tadi aku pulang cepat. Sudah, Mbak jangan banyak tanya. Tolong, buatkan anak saya susu!" kataku seraya memberikan kresek berwarna putih berisi satu kotak susu formula, dan sebuah botol dot.Kemudian Mbak-mbak berambut ikal itu yang usianya tiga puluh delapan tahun itu meraih kresek dari tanganku sambil sesekali melirik Putra anak lelaki kesayanganku. Mungkin beliau ini kaget dengan anak lelaki yang ku gendong ini karena aku menyebutnya dengan anakku. Selama ini dia tidak tahu kalau aku sudah punya anak. Yang dia tahu kalau aku dan Hana hanyalah sepasang kekasihku belum resmi menjadi istriku. Mungkin dia bingung dengan kehadiran Putra."Mbak, jangan, bengong! Segera buatkan susunya!" kataku ku ulangi permintaanku tadi."I-iya, Pak." Kemudian beliau ini pergi ke dapur membuatkan susu untuk anakku.Setelah kepergian Sari, aku memutuskan untuk mencari pembantu paruh waktu. Karena semenj
"Biarkan saja dia Mbak Narti. Nanti orangnya bakalan capek sendiri karena nggak dibukain pagar.""Iya, Pak," kata Mbak Narti kemudian kembali ke dapur."Nak, tolong jangan menangis lagi, ya. Cup-cup ...."Aku berusaha menenangkan Putra agar dia tidak menangis lagi. Rambut yang halus kulitnya yang putih serta mata dan bibirnya ini mirip sekali dengan Sari. Begitulah Putra mirip sekali dengan Sari. Seketika aku mengingat sosok Sari yang pernah mampir di hidupku. Tak terasa mataku menjadi fokus ke dinding kamar tidurku ini. Di sini masih terpajang rapi foto keluargaku di mana masih ada Sari di sana. Bahkan ada foto kami bertiga bersama. Meski saat itu aku berpura-pura masih mencintainya. Dengan senyuman yang dipaksakan.Jujur di dalam hatiku rasa untuk Sari masih ada tapi kadang rasa itu cepat pergi begitu saja. Karena dia sangat lugu dan terlalu baik bagiku. Aku sebenarnya juga bingung sendiri dengan hatiku di sisi lain Hana menggoda tapi dia sudah berkhianat kepadaku tapi Sari .... En
[Mungkin kisah pilu ini memanglah garisan takdir yang sudah tercatatkan oleh Tuhan ke padaku. Jadi bagaimanapun aku akan terima dengan ikhlas meski hatiku menjadi sangat rapuh.][Mas, jujur dalam hatiku aku masih ada rasa cinta yang sama kepada kamu, Mas. Tapi, aku juga tidak bisa menutupi rasa kecewaku dengan sikapmu selama ini, Mas. Inginku abaikan semua rasa kecewaku itu yang hinggap dalam hatiku, tapi rasanya itu sangat susah bahkan seperti mustahil. Mungkin karena Mas Nanang sudah terlalu sering berbohong dan mengkhianatiku, membuat hatiku sudah beku dan mati rasa. Coba Mas Nanang di posisiku apakah Mas Nanang bisa sekuat dan setegar aku?]Kali ini kata-kata Sari sangat mengena ke hatiku hingga aku beberapa kali menghela nafas. Ya ampun kenapa aku bisa setega itu kepada Sari. Ya Tuhan aku memang laki-laki yang tidak tahu diri sudah diberi wanita sebaik Sari masih saja aku terlena dengan Hana. Bahkan sekarang ini aku dekat lagi dengan Hana setelah aku pernah memergokinya berhubung
Karena saking buru-burunya. Aku sampai kelupaan kalau belum membuka pagar rumahku.Dengan segera aku membuka pagar rumah, dan dengan cepat aku mengendarai mobilku dengan kecepatan penuh. Karena Putra sekarang terlihat semakin lemah dan ubun-ubunnya terlihat cekung. Terpaksa kali ini aku harus menelepon Sari."Halo," kataku saat teleponku tersambung."Nanang, di mana Putra?!" teriak Sari."Ini aku mau antar Putra ke Rumah Sakit Kasih. Kita ketemu di sana," kataku singkat.***"Kamu benar-benar tega dengan Putra, Mas!" Sari memukul-mukul tubuhku. Aku hanya bisa diam dan tidak bisa berkata apa-apa.Meski kelihatannya hatiku ini dingin seperti es tapi aku juga bisa merasakan apa yang Sari rasakan."Jawab, Mas! Kamu apakan Putra?" terus saja Sari memukul-mukul dadaku. Aku hanya bisa pasrah. Sekarang hatiku merasa bersalah kepada Sari dengan segera aku memeluk Sari mencoba untuk menenangkannya. Meski bagaimana pun dia masih istri sahku.Aku merasa sedih karena akibat ulahku, Putra menjadi s
Pov AuthorPak Norman dan Bu Nanda pergi menjauh karena muak melihat Hana dan Nanang. Mereka pergi melihat cucu kesayangannya dari balik pintu kaca ruang PICU. Mereka sangat khawatir dengan keadaan Putra.Pak Norman dan Bu Nanda sangat kecewa dengan Nanang. Mereka merasa tertipu oleh atas omongan Nanang sebelumnya. Nanang menuduh Sari yang sudah mengkhianatinya. Sedangkan kenyataannya yang sudah berkhianat adalah Nanang sendiri.Saat kedatangan Hana Pak Rudi langsung kaget. Dia merasa kenal dengan perempuan itu namun dia segera menjauh."Mau kemana, Mas?" tanya istrinya."Aku mau ke kamar mandi," jawabnya."Oh, ternyata wanita itu yang telah menghancurkan keluarga anakku." Melihat Hana mendatangi Nanang membuat Bu Jingga menjadi geram."Yang!" Kini Hana berjalan mendeket ke Nanang.Dengan segera Nanang menyahut tangan Hana dan mengajaknya pergi ke tempat yang agak sepi.Nanang geram karena kehadiran Hana. Hana tak merasa sungkan atau punya rasa bersalah tiba-tiba datang dan memperkenal