Share

Simpanan Tunangan Tuan Presdir
Simpanan Tunangan Tuan Presdir
Penulis: Na_Vya

Bab 1—Membela Sanaya.

Hola! Ketemu di novel baru aku, hihii...

Happy reading, semoga suka!

***

“Sanaya! Sanaya!”

Seorang pria berperawakan tinggi tegap berteriak seraya berjalan tergesa-gesa menuju di mana ruangan seorang perempuan bernama Sanaya berada. Raut wajahnya terlihat murka dan kesal. Semua pengunjung yang berada di Restoran itu memusatkan perhatiannya pada Leo yang sama sekali tak peduli bila sikapnya itu sudah mengganggu ketenangan para tamu.

Pun dengan para pelayan yang tengah berseliweran di area itu. Beberapa dari mereka berbisik-bisik membicarakan sikap pria yang sangat mereka kenali.

“Pasti dia mau marah-marah lagi sama Mbak Sanaya,” kata pelayan berambut ikal dan berwarna hitam. Dia berbisik dengan rekannya sambil sibuk membereskan meja bekas pelanggan.

“Iya. Kalo ke sini pasti mau marah-marah doang. Punya tunangan, kok, galaknya ngelebihin herder. Ih! Kalo aku, sih, ogah! Biarpun dia ganteng terus kaya tujuh turunan,” sahut pelayan yang rambutnya di ikat ke belakang. Bibirnya komat-kamit menggerutu sang tunangan bos mereka.

"... kenapa juga Mbak Sanaya mau sama cowok modelan kaya gitu? Masa iya dia BuCIN? Atau udah keabisan stok cowok di luaran sana?" sambungnya lagi masih dengan mimik muka yang sama.

Mereka seolah hafal dengan kebiasaan pria yang hobinya marah-marah dan membuat onar tadi. Seluruh pekerja di sana hanya bisa mendoakan supaya bos mereka yang bernama Sanaya diberikan kesabaran seluas samudera.

“Ada apa? Siapa tadi yang teriak-teriak?” tanya seorang pria berpenampilan rapi dan sangat tampan. Dia tiba-tiba muncul dari balik punggung kedua pelayan yang baru saja hendak berbalik.

“Eh, Mas Dilan? Biasa, Mas. Si tukang onar.” Pelayan berambut ikal menyahut dengan raut tak suka yang ditujukan untuk tunangan bosnya.

Alis Dilan menaut, kemudian menebak, “Leo?”

Karena yang ada di pikirannya dengan ciri-ciri semacam itu, hanya Leo saja—yang tak lain dan tak bukan adalah tunangan Sanaya.

Kedua pelayan yang masih berdiri di depannya mengangguk serentak. Mereka lantas pamit ke belakang, meninggalkan pria yang menjabat sebagai Manajer Restoran tempatnya bekerja selama ini. Sementara itu, pria bernama Dilan kini mulai terlihat cemas dan khawatir.

“Ada apa lagi? Kenapa Leo selalu bertindak sesukanya. Enggak bisa dibiarin!” Dilan bermonolog seraya mengingat semua perangai Leo yang selalu semena-mena kepada Sanaya.

Rahangnya seketika mengeras, kemudian dia memutuskan untuk melihat keadaan di ruangan Sanaya. Langkah kaki Dilan lebar-lebar, telapak tangannya secara tidak sadar ikut mengepal erat. Ayah Sanaya—Tuan Wili telah memberinya tanggung jawab untuk menjaga putri satu-satunya itu. Jelas saja Dilan harus melaksanakannya. Akan tetapi, di luar permintaan tersebut, terselip rasa ingin melindungi di hati Dilan.

Sanaya adalah perempuan yang tidak pernah banyak bicara, mengeluh, maupun marah. Sifatnya yang terlalu lembut sering kali dimanfaatkan oleh Leo yang arogan. Oleh karena itu, Dilan merasa geram saat Leo bertindak sesukanya.

“Brengsek!” Langkahnya tiba-tiba terhenti, lalu umpatan kasar meluncur dari mulut Dilan ketika dari kejauhan dia melihat Sanaya yang tengah ditarik paksa oleh Leo. Keduanya tiba-tiba keluar dari ruang kerja perempuan itu.

Kekesalannya semakin bertambah dengan sikap Leo yang selalu menyakiti Sanaya tanpa melihat tempat. Lihatlah! Saat ini, Leo bahkan hendak memukul Sanaya yang jelas-jelas tidak mau menuruti perintahnya.

“Woi!” Dilan berteriak. Sambil mempercepat langkahnya, pria itu menghampiri Sanaya dan Leo yang kini menatapnya.

“Dilan?” Sanaya bergumam, menatap wajah Dilan yang nampak menahan emosi, sementara Leo berdecih tak suka dengan kedatangan Dilan yang mengganggu urusannya.

Begitu tiba di hadapan Leo dan Sanaya, Dilan menyorot tajam lelaki yang tingginya hampir sejajar dengan dirinya seraya menahan lengan kokoh berbalut kemeja keluaran merek ternama.

“Maaf, sepertinya Anda sudah melewati batas, Tuan Leo yang terhormat,” ucap Dilan.

“Anda sudah mengganggu ketenangan para tamu di sini, dan sudah melakukan tindak kekerasan.” Dia sedikit memberi tekanan pada lengan Leo yang berotot, seolah sengaja melakukannya agar lelaki angkuh itu menghentikan tindakannya.

Leo menghempaskan tangan Dylan dengan kasar, lalu berdecih. “Bukan urusan lu! Minggir! Ini urusan gue sama tunangan gue!”

Leo kemudian mendorong mundur pundak Dilan. Tak lama, Leo kembali menatap Sanaya yang tak bergeming.

Dilan mendengkus, sikap Leo sungguh memuakkan. Lantas, dia pun berpikir keras agar Leo menghentikan tingkah lakunya. Sekilas, sudut matanya melirik Sanaya yang menundukkan kepalanya sejak tadi. Dilan dapat melihat Sanaya yang meremas jari-jarinya, dan isakan terdengar samar-samar.

‘Sanaya pasti nangis lagi gara-gara cowok enggak berotak ini.’ Dilan membatin, lalu seketika ide muncul di pikirannya.

“Kamu lihat! Gara-gara kamu yang sering manjain pegawai kamu, mereka jadi enggak ada yang ngehargain aku. Kayak dia ini, nih! Ck!” cecar Leo seraya menunjuk muka Sanaya, kemudian laki-laki itu melengos sekilas ke arah Dilan. Dirinya merasa tak terima lantaran ada orang yang berani mengganggunya.

Mendengar itu, Sanaya akhirnya mengangkat pandangannya, lalu berkata, “Jangan bawa-bawa mereka ke masalah kita. Cukup kamu marah sama aku, mereka enggak ada urusannya. Lagi pula mereka hanya mau membelaku, apa itu salah?”

Leo melebarkan mata ketika mendengar Sanaya yang tiba-tiba berani menjawabnya. Apa gadis di hadapannya ini sudah mulai berani melawannya? Dipenuhi pikiran tersebut, Leo pun kembali berang dan marah. Tangannya terangkat tinggi hendak mendarat ke pipi Sanaya, hingga membuat gadis itu seketika memejamkan mata. Perempuan itu pasrah dengan konsekuensi yang dia terima karena telah melawan Leo.

“Ka—“

Namun, belum sempat telapak tangan Leo mendarat, Dilan lebih dulu menahannya.

“Woi!” bentaknya yang tak kalah emosi. Terbuat dari apa sebenarnya otak pria ini? Kenapa dia begitu bebal? “Kalo Anda berani mengangkat tangan lagi, siap-siap Anda menerima risikonya,” ancamnya tegas, kemudian melepas kasar tangan Leo.

“Apa?! Apa yang mau lu lakuin? Hah! Apa?!” Leo malah menantang Dilan, berkacak pinggang sambil mengangkat dagunya tinggi-tinggi. Dia belum sadar juga rupanya bila saat ini dirinya tengah menjadi pusat perhatian semua para pengunjung yang ada di sana.

Dilan tersenyum miring. Dia sudah cukup hafal dengan sifat Leo. Sebisa mungkin, dia tidak akan terpancing emosi. Cukup dia menggunakan otaknya ketimbang ototnya.

“Anda sebaiknya pergi dari sini sekarang. Kalau tidak, saya akan panggilkan polisi,” ancamnya, yang kemudian menunjuk muka Leo dengan berang, “di sini, ada banyak saksi yang pastinya akan memberatkan hukuman Anda, Tuan... Leo yang terhormat.”

Kali ini Dilan sungguh tidak akan main-main dengan ancamannya.

“Brengsek!” Mendengar itu, Leo mengumpat seraya melengos. Tunangan bosnya itu lalu memandang ke sisi kiri dan kanan yang dipenuhi tatapan sinis para pengunjung. Ternyata benar bila saat ini dia sedang jadi pusat perhatian semua orang.

Berpikir sejenak sambil beralih menatap Sanaya, Leo lalu pindah menatap Dilan. Leo tentu saja tak ingin nama baiknya tercemar jika sampai ada yang melaporkan perbuatannya. Oleh sebab itu, dia memilih mengalah untuk sementara. Mungkin, akan lebih baik—pikirnya. Lain kali, dia bisa melanjutkan kekesalannya kepada Sanaya.

“Liat aja, lu, bakal gue bales!” Leo menunjuk hidung Dilan, kemudian pergi dari sana dengan perasaan kesal dan dongkol seraya menyenggol kasar pundak pemuda itu.

“Gue tunggu!” Dilan menanggapi tanpa takut, seringai puas tercetak di bibirnya saat ini. Mengusir Leo bukanlah perkara yang sulit. Sekali-kali, pria sombong itu harus diberi pelajaran agar tak berbuat sesukanya lagi.

Lantas, setelah kepergian Leo, Dilan segera mendekati Sanaya yang sedari tadi betah menunduk. Perempuan itu rupanya menangis, dia merasa malu dan tidak pernah menyangka jika dia nanti akan menikahi seorang monster seperti Leo.

“Mbak, Mbak Sanaya enggak apa-apa ‘kan?” tanya Dilan sambil memegang pundak Sanaya. Karena tidak menyangka dengan sentuhan mendadak di pundaknya itu, Sanaya sedikit berjengit kaget.

“Eng-enggak apa-apa, Dilan.” Sanaya pun terbata-bata menjawab pertanyaan Dilan. Perempuan itu segera mengusap air mata yang menetes ke pipi dengan punggung tangan. Sungguh, Sanaya begitu lelah! Untuk mengangkat pandangannya saja, rasanya dia tidak sanggup.

Dilan tersenyum getir. Dia merasa kasihan sekaligus iba kepada Sanaya. Perempuan baik seperti Sanaya, kenapa harus mendapatkan jodoh seburuk Leo? Ck! Takdir yang menyedihkan —pikirnya.

“Ayo Mbak, mendingan Mbak masuk lagi. Saya mau periksa luka Mbak.” Meski Dilan tak melihatnya, tetapi dia tahu jika Sanaya pasti terluka.

Sanaya sontak mengangkat pandangannya. Dia memindai wajah Dilan yang kini tersenyum manis kepadanya.

‘Kenapa selalu Dilan yang menolongku?’ batin Sanaya.

###

bersambung...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Youe
absen dulu ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status