Hola! Jangan lupa kasih dukungannya dong... huhuuu 🤧 biar daku merasa kalian menghargai karya receh ini... Luv...luv ... buat kalian 💖 Yang mau tau visualnya Sanaya dan Dilan bisa cek Igehku @aisyahdwinavyana
Sepulang dari Restoran, Sanaya tidak langsung menuju ke apartemen. Dia diminta Leo untuk ke rumah tunangannya itu, lantaran calon mertua Sanaya ingin bertemu. Dan, dengan terpaksa Sanaya menuruti saja perintah Leo, walau tubuhnya benar-benar merasa lelah hari ini.Hubungan Sanaya dan maminya Leo terbilang akrab dan dekat. Perempuan paruh baya itu sangat menyayangi Sanaya seperti putrinya sendiri, begitu pun papinya Leo. Persahabatan antara ayah dan papinya Leo terjalin semenjak di bangku kuliah. Karena itu, mereka telah merencanakan perjodohan ini sejak lama. Tak sekedar perjodohan, pertunangan ini terjadi lantaran ayah yang mempunyai utang budi kepada papi Leo. Sama-sama anak tunggal, Sanaya yang hanya memiliki ayah di dunia ini, harus menerima perjodohan tersebut dengan berat hati. Entah, dengan Leo, yang selama ini tidak pernah sekali pun terlihat membangkang kedua orang tuanya. Seperti biasa, mami selalu memperlakukan Sanaya dengan penuh kasih sayang. Memanjakan sang calon menan
Harusnya, Sanaya tahu akan berakhir seperti apa dirinya saat berani bermain-main dengan Leo. Tak hanya fisiknya yang sakit, hati dan batinnya pun turut merasakan pedih. Bekas tangan yang terukir di pipinya masih tak seberapa, dibandingkan dengan tekanan yang dia terima.Sanaya meringis, menahan rasa perih di area wajah dan sudut bibirnya yang sobek. Sengaja, membasahi sekujur tubuhnya di bawah kucuran air shower agar rasa sakit yang bercokol di dada bisa sedikit berkurang. Rencana pernikahan yang dipercepat dan terkesan mendadak, membuat kepala Sanaya semakin berdenyut. Itu artinya, tidak lama lagi dia akan hidup selamanya bersama Leo. Laki-laki dengan segala pikiran licik dan sikap kejamnya. "Apa aku sanggup hidup bersama dengan Leo?" Keraguan itu semakin besar di hati Sanaya, saat menyadari semua ini memang sudah terlambat. Dia dan Leo, mungkin memang ditakdirkan bersama. Menghabiskan sisa hidupnya dengan lelaki arogan itu. "Dilan...." Bahkan, di saat seperti sekarang, hanya Dila
Selama Dilan cuti, pekerjaan Sanaya menjadi dua kali lipat dari biasanya. Pekerjaan yang seharusnya dipegang Dilan, kini terpaksa dirinya yang menghendel. Cukup merepotkan memang, tetapi Sanaya juga tidak bisa menolak permintaan customer yang menginginkan owner restoran turun tangan. Masalahnya tidak hanya pada pekerjaan saja yang semakin banyak. Beberapa hari ini tubuh Sanaya juga mudah sekali lelah. Perempuan itu sama sekali belum pernah merasakan hal ini sebelumnya. Tidak bersemangat dan mood yang sering berubah-ubah. "Hfuuh...." Helaan panjang berembus dari bibir serta hidung Sanaya. Meletakkan ponselnya, lalu menopang kepala dengan kedua tangan yang bertumpu pada meja kerja. "Pusing," keluhnya lirih. Guna menghilangkan rasa pusing Sanaya lantas memijat pelipis dengan ke sepuluh jarinya. Memejamkan mata, sambil merilekskan otot-otot leher yang sedikit kaku. Kepenatan yang mendera seakan menumpuk di pundak Sanaya. tok!tok! "Masuk!" seru Sanaya kepada orang yang baru saja me
"Eh, Nay...." Mami Anne terlonjak kaget, lalu buru-buru mengambil tisu yang ada di meja. Beliau membantu Sanaya mengeringkan cipratan lemon tea, yang hampir membasahi seluruh celana bahan yang dipakai gadis itu. "Pelan-pelan, Nay...." Sanaya jadi salah tingkah, merutuki sikapnya yang sangat ceroboh itu. "Ma-maaf, Mam. Sanaya malah bikin Mami repot." Perempuan berkulit putih itu mengelap bibir dan hidungnya, yang terasa tidak nyaman, dengan tisu pemberian mami. Tenggorokannya pun juga terkena imbasnya. Gara-gara mengingat tanggal bulanan yang sudah terlewat, Sanaya hampir saja mati tersedak. ck! Payah, kamu Sanaya! Tetapi, ngomong-ngomong, Sanaya juga baru sadar akan hal itu. Siklus bulanannya, sudah terlewat satu Minggu. Itu artinya dia terlambat datang bulan. Pantas saja, moodnya belakangan ini sering tak karu-karuan. Ternyata Sanaya belum mendapatkan jatah bulanannya. "Kamu lagi mikirin apa, Nay? Cerita ke mami." Mami mengusap belakang kepala Sanaya yang kini malah melamun. Be
"Ayah..." seru Sanaya, begitu kakinya melangkah masuk ke rumah masa kecilnya. Menghambur ke pelukan ayah yang menyambut kedatangan anak perempuannya dengan antusias. "Nay kangeeen," rengeknya, meluapkan rasa rindu kepada sang ayah. Lelaki paruh baya dengan rambut separuh beruban itu pun terkekeh seraya menepuk-nepuk punggung Sanaya. "Makanya sering-sering main ke sini, tengokin ayah." "Nay, kan sibuk, Yah...." jawab Sanaya, lalu mengurai pelukan. "Si Dilan liburnya lama banget. Udah hapenya gak aktif." Sanaya menggerutu, menyindir jatah cuti Dilan yang menurutnya terlampau lama. Masa ada, orang cuti hampir sebulan? Aneh—pikir Sanaya. "Sabar... Dilan itu lagi banyak urusan keluarga. Jadi, belum bisa masuk kerja dulu." Ayah meraih tangan Sanaya, lalu menuntunnya duduk di sofa, yang berada di ruang keluarga. "Restoran aman 'kan?" tanyanya kemudian. Kepala Sanaya mengangguk lesu. "Aman. Tapi, Yah, kok, Ayah tahu kalo Dilan masih sibuk ngurusin urusan keluarga? Emang dia ada telepon Ay
Baru saja Sanaya menutup pintu kamar mandi, tetapi tiba-tiba sudah terdengar suara ayah yang memanggilnya dari luar."Nay...." Ayah membuka pintu kamar Sanaya, lalu melongokkan kepala. Pandangannya segera tertuju pada pintu kamar mandi yang dibuka dari dalam.Lalu, muncullah Sanaya dari sana. "Iya, Yah?" Gadis itu berjalan menghampiri ayah yang hanya membuka separuh pintu kamarnya."Ada Leo di bawah," ucap ayah, memindai sekilas penampilan Sanaya yang ternyata masih belum mengganti bajunya. "Belum mandi?" tanyanya yang langsung diangguki Sanaya."Mas Leo ngapain ke sini?""Ya... ayah belum sempet nanya, Nay. Dia langsung nanyain kamu."Dahi Sanaya terlihat mengerut, seraya bertanya-tanya dalam hati. Kenapa tiba-tiba Leo mencarinya, dan rela jauh-jauh datang ke sini. Aneh—pikir Sanaya.Tidak biasanya, Leo sudi datang ke rumah ayah. Sekali pun Sanaya merengek, memintanya untuk menemani. Yang ada, justru kemarahan yang diberikan Leo. Ck! Benar-benar patut dicurigai sikap tunangannya itu.
"Jahenya, Neng." Mbok Mina meletakkan cangkir jahe hangat, yang sudah diberi tambahan lemon dan madu ke meja makan. Kemudian, secangkir teh hijau tanpa gula untuk ayah. "Makasih, Mbok." Sanaya tersenyum pada Mbok Mina, sosok asisten rumah tangga yang telah bekerja di rumah ayah selama hampir lima belas tahun. "Sama-sama, Neng. Nanti semisal perlu yang lain bilang aja sama mbok." "Iya, Mbok." "Mbok ke belakang lagi." Sanaya mengangguk ramah, mempersilakan mbok Mina kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya. Lalu dia meraih cangkir jahe dan menghirup aromanya sekilas. Segar dan menenangkan. "Kalo gak enak badan, mending kamu gak usah ke restoran dulu, Nay," ucap ayah, sembari meraih cangkir tehnya. Mengangkatnya, lalu menyesapnya sedikit. "Nay gak pa-pa, kok, Yah. Paling cuma masuk angin," sanggah Sanaya, menyeruput jahe madu lemon yang menghangatkan perutnya seketika. "Entar siang ada janji ke butik sama Mas Leo. Gak enak kalo dia harus jemput ke sini. Kejauhan." San
Sanaya dan Leo turun dari mobil lelaki itu secara bersamaan, tepat di pelataran parkir sebuah butik. Siang ini, mereka akan menemui desainer yang sebelumnya sudah membuat janji terlebih dahulu. Atas saran mami, Sanaya dan Leo memakai jasa dari butik yang brandnya sudah cukup terkenal dan mempunyai nama.Kaki Sanaya mengayun dengan enggan, karena moodnya siang ini sudah lebih dulu dikacaukan oleh sikap Leo. Waktu perjalanan menuju ke butik, keduanya sempat berdebat masalah kecil. Leo mengatakan secara terang-terangan bila dirinya benar-benar muak dengan semua ini. Dan terpaksa menuruti perintah kedua orang tuanya, lantaran tidak ingin hak warisnya dicabut.Oh, satu lagi alasan yang baru Sanaya ketahui. Selain licik, Leo ternyata takut hidup miskin. Ck! Karenanya, lelaki itu mau menikah dengan Sanaya, asal namanya tidak dicoret dari daftar kartu keluarga.Sanaya sedikit tersentak, saat tangannya tiba-tiba ditarik Leo. "Ada apa?""Tunggu di sini. Jangan ke mana-mana. Aku mau angkat telep