Nah, loh??😅
"Eh, Nay...." Mami Anne terlonjak kaget, lalu buru-buru mengambil tisu yang ada di meja. Beliau membantu Sanaya mengeringkan cipratan lemon tea, yang hampir membasahi seluruh celana bahan yang dipakai gadis itu. "Pelan-pelan, Nay...." Sanaya jadi salah tingkah, merutuki sikapnya yang sangat ceroboh itu. "Ma-maaf, Mam. Sanaya malah bikin Mami repot." Perempuan berkulit putih itu mengelap bibir dan hidungnya, yang terasa tidak nyaman, dengan tisu pemberian mami. Tenggorokannya pun juga terkena imbasnya. Gara-gara mengingat tanggal bulanan yang sudah terlewat, Sanaya hampir saja mati tersedak. ck! Payah, kamu Sanaya! Tetapi, ngomong-ngomong, Sanaya juga baru sadar akan hal itu. Siklus bulanannya, sudah terlewat satu Minggu. Itu artinya dia terlambat datang bulan. Pantas saja, moodnya belakangan ini sering tak karu-karuan. Ternyata Sanaya belum mendapatkan jatah bulanannya. "Kamu lagi mikirin apa, Nay? Cerita ke mami." Mami mengusap belakang kepala Sanaya yang kini malah melamun. Be
"Ayah..." seru Sanaya, begitu kakinya melangkah masuk ke rumah masa kecilnya. Menghambur ke pelukan ayah yang menyambut kedatangan anak perempuannya dengan antusias. "Nay kangeeen," rengeknya, meluapkan rasa rindu kepada sang ayah. Lelaki paruh baya dengan rambut separuh beruban itu pun terkekeh seraya menepuk-nepuk punggung Sanaya. "Makanya sering-sering main ke sini, tengokin ayah." "Nay, kan sibuk, Yah...." jawab Sanaya, lalu mengurai pelukan. "Si Dilan liburnya lama banget. Udah hapenya gak aktif." Sanaya menggerutu, menyindir jatah cuti Dilan yang menurutnya terlampau lama. Masa ada, orang cuti hampir sebulan? Aneh—pikir Sanaya. "Sabar... Dilan itu lagi banyak urusan keluarga. Jadi, belum bisa masuk kerja dulu." Ayah meraih tangan Sanaya, lalu menuntunnya duduk di sofa, yang berada di ruang keluarga. "Restoran aman 'kan?" tanyanya kemudian. Kepala Sanaya mengangguk lesu. "Aman. Tapi, Yah, kok, Ayah tahu kalo Dilan masih sibuk ngurusin urusan keluarga? Emang dia ada telepon Ay
Baru saja Sanaya menutup pintu kamar mandi, tetapi tiba-tiba sudah terdengar suara ayah yang memanggilnya dari luar."Nay...." Ayah membuka pintu kamar Sanaya, lalu melongokkan kepala. Pandangannya segera tertuju pada pintu kamar mandi yang dibuka dari dalam.Lalu, muncullah Sanaya dari sana. "Iya, Yah?" Gadis itu berjalan menghampiri ayah yang hanya membuka separuh pintu kamarnya."Ada Leo di bawah," ucap ayah, memindai sekilas penampilan Sanaya yang ternyata masih belum mengganti bajunya. "Belum mandi?" tanyanya yang langsung diangguki Sanaya."Mas Leo ngapain ke sini?""Ya... ayah belum sempet nanya, Nay. Dia langsung nanyain kamu."Dahi Sanaya terlihat mengerut, seraya bertanya-tanya dalam hati. Kenapa tiba-tiba Leo mencarinya, dan rela jauh-jauh datang ke sini. Aneh—pikir Sanaya.Tidak biasanya, Leo sudi datang ke rumah ayah. Sekali pun Sanaya merengek, memintanya untuk menemani. Yang ada, justru kemarahan yang diberikan Leo. Ck! Benar-benar patut dicurigai sikap tunangannya itu.
"Jahenya, Neng." Mbok Mina meletakkan cangkir jahe hangat, yang sudah diberi tambahan lemon dan madu ke meja makan. Kemudian, secangkir teh hijau tanpa gula untuk ayah. "Makasih, Mbok." Sanaya tersenyum pada Mbok Mina, sosok asisten rumah tangga yang telah bekerja di rumah ayah selama hampir lima belas tahun. "Sama-sama, Neng. Nanti semisal perlu yang lain bilang aja sama mbok." "Iya, Mbok." "Mbok ke belakang lagi." Sanaya mengangguk ramah, mempersilakan mbok Mina kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya. Lalu dia meraih cangkir jahe dan menghirup aromanya sekilas. Segar dan menenangkan. "Kalo gak enak badan, mending kamu gak usah ke restoran dulu, Nay," ucap ayah, sembari meraih cangkir tehnya. Mengangkatnya, lalu menyesapnya sedikit. "Nay gak pa-pa, kok, Yah. Paling cuma masuk angin," sanggah Sanaya, menyeruput jahe madu lemon yang menghangatkan perutnya seketika. "Entar siang ada janji ke butik sama Mas Leo. Gak enak kalo dia harus jemput ke sini. Kejauhan." San
Sanaya dan Leo turun dari mobil lelaki itu secara bersamaan, tepat di pelataran parkir sebuah butik. Siang ini, mereka akan menemui desainer yang sebelumnya sudah membuat janji terlebih dahulu. Atas saran mami, Sanaya dan Leo memakai jasa dari butik yang brandnya sudah cukup terkenal dan mempunyai nama.Kaki Sanaya mengayun dengan enggan, karena moodnya siang ini sudah lebih dulu dikacaukan oleh sikap Leo. Waktu perjalanan menuju ke butik, keduanya sempat berdebat masalah kecil. Leo mengatakan secara terang-terangan bila dirinya benar-benar muak dengan semua ini. Dan terpaksa menuruti perintah kedua orang tuanya, lantaran tidak ingin hak warisnya dicabut.Oh, satu lagi alasan yang baru Sanaya ketahui. Selain licik, Leo ternyata takut hidup miskin. Ck! Karenanya, lelaki itu mau menikah dengan Sanaya, asal namanya tidak dicoret dari daftar kartu keluarga.Sanaya sedikit tersentak, saat tangannya tiba-tiba ditarik Leo. "Ada apa?""Tunggu di sini. Jangan ke mana-mana. Aku mau angkat telep
Sanaya jelas terkejut saat tidak sengaja bertemu Dilan di butik Irene. Namun, ada satu hal yang baru dia sadari. Bianca, putri dari Irene itu terlihat bergelayut manja di lengan Dilan. Dan, nampak mesra seperti orang yang sedang menjalin kasih.Tunggu! Bianca? Sepertinya nama itu tidak asing di telinga Sanaya. 'Bianca?' Kedua alis Sanaya terangkat perlahan saat menyadari sesuatu. Ah, bukannya itu nama perempuan yang pernah disebut Dilan waktu malam itu? Perempuan yang katanya hanya teman dekat? Ck! Bisa-bisanya Dilan menipunya mentah-mentah. Mana ada teman dekat yang menempel seperti itu—pikir Sanaya. "Sanaya…." Irene menegur Sanaya sembari berjalan mendekati gadis itu. Pasalnya, Sanaya hanya berdiri termangu di depan pintu. Terhenyak, mendengar namanya di sebut. Lamunannya tentang Dilan pun seketika buyar dan berceceran. Sanaya segera menggelengkan kepala agar kesadarannya kembali penuh. Tidak mau Irene atau yang lainnya merasa curiga. Cukup dia bersandiwara, berpura-pura tidak m
Setelah menyelesaikan urusan di butik Irene, Sanaya lantas segera pamit pulang kepada sang pemilik butik. Jengah sekaligus malas jika dirinya harus berlama-lama berada di dalam satu ruangan bersama Dilan dan Bianca. Sikap kekasih Dilan itu benar-benar berlebihan dan tidak tahu malu. "Memangnya dia pikir, cuma dia doang yang punya pacar? Ck, ngeselin!" gerutu Sanaya sambil terus melangkah menjauh dari pelataran parkir butik. Sedari tadi mulutnya tak berhenti membeo, dan bersungut-sungut. Entah apa yang membuatnya menjadi bersikap demikian. Karena fakta Dilan yang sudah punya pacarkah? Atau ada penyebabnya lain yang mendasari kekesalannya itu. Yang jelas, Sanaya merasa tidak terima lantaran Dilan sudah menipunya. Keluar dari area butik, Sanaya baru menghentikan langkahnya. Mengatur napasnya yang sedikit ngos-ngosan karena sudah berjalan terburu-buru, lalu setelah merasa tenang dia merogoh tas selempang yang menjuntai di bahu. Jarak butik dan restoran lumayan jauh, karena itu Sanaya h
Dilan membawa motornya dengan laju sedang seperti janjinya pada Sanaya sebelum meninggalkan butik. Namun, di perjalanan kali ini tak ada satu pun dari mereka yang berniat membuka obrolan. Dilan dan Sanaya sama-sama fokus pada isi kepala masing-masing. Bila Sanaya tengah bertanya-tanya perihal hubungan Dilan dengan Bianca. Sementara Dilan tengah bertanya-tanya dengan kondisi Sanaya saat ini.Sempat mendengar dari Irene waktu di butik tadi, jika Sanaya dan Leo akan menikah dalam waktu dekat. Yakni dua bulan lagi. Lalu, di pikiran Dilan pun terbesit sebuah pertanyaan, tentang kondisi Sanaya yang nampaknya baik-baik saja. Tidak ada hal-hal yang mengarah pada kehamilan.Apa itu artinya, Sanaya memang tidak hamil? Atau... memang perempuan itu sengaja membuat dirinya tidak hamil, pikir Dilan.Selang beberapa menit menempuh perjalanan, akhirnya motor yang dikendarai Dilan berhenti tepat di parkiran Restoran. Tanpa menunggu lama, Sanaya buru-buru turun dari motor tersebut, lalu merapikan seben