“Itu bukan urusan kamu,” ujar Arya yang terlihat sangat kesal. Ayda yang semakin merasa bersalah pun terus mencoba untuk bicara pada Arya. “Saya yang sudah mengacaukan rencana Pak Arya. Jadi, saya mau minta maaf karena su-” “Tidak perlu, Ayda! Apa kata maaf kamu bisa merubah semua yang sudah terjadi? Apa rasa bersalah kamu bisa membuat waktu balik lagi? Tidak ‘kan? Jadi, lebih baik kamu keluar dan jangan ganggu saya untuk saat ini!” bentak Arya dengan nada tinggi dan mata yang menatap tajam ke arah Ayda. Tanpa mengatakan apa-apa, Ayda pun diam dan perlahan pergi meninggalkan ruang kerja Arya. Meskipun semua yang dikatakan Arya benar, tapi Ayda tetap ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan mencoba untuk memperbaiki kesalahan yang sudah ia lakukan. Namun, sampai saat ini Arya bahkan tidak pernah menjelaskan apa pun permasalahan yang terjadi. Sampai akhirnya, Ayda hanya bisa diam dan menunggu jawaban datang tanpa kepastian. Dengan rasa sedih dan kecewa pada dirinya sendiri, A
Ayda menghela napas panjang dan menatap kepergian Arya. Dalam hati ia menggerutu kesal, dirinya merasa sangat menyesal karena tanpa sengaja melihat adegan yang tidak seharusnya. Terlebih Ayda sempat merasa sesak dan juga kecewa. Pernikahan yang hanya sebuah kesepakatan tidak seharusnya membuat Ayda merasa memiliki Arya sepenuhnya. Dengan pikiran yang berantakan, Ayda pun terpaksa melanjutkan pekerjaan dan berusaha bersikap tenang. Meskipun hatinya sangat ingin segera pergi dan mengurung diri. Akan tetapi, Ayda tidak memiliki kebebasan untuk melakukan apa pun yang ia inginkan. Belum lagi setumpuk berkas yang sudah menanti untuk ia singgahi membuat Ayda merasa sangat frustasi. “Hei, kenapa sih mukanya ditekuk gitu?” tanya Rara yang tiba-tiba datang dan mengagetkan Ayda. “Ih Ra, bisa ngga sih kalau datang itu ngucapin salam. Kaget tau!” pekik Ayda sambil merapikan meja yang terlihat sangat berantakan. Rara yang merasa bersalah pun meminta maaf. “Lagian kenapa sih mukanya keliatan kusu
“Kamu tidak mau saya antar?” tanya Arya yang terlihat sangat serius. Ayda yang tidak mengira Arya akan mengatakan hal itu padanya pun langsung menggelengkan kepala. “Tidak. Saya bisa pergi sendiri. Lagi pula Pak Arya kan sudah ada janji bertemu dengan seseorang. Saya tidak mau mengganggu waktu Pak Arya untuk yang kedua kali,” ungkapnya yang tidak ingin kembali merasa bersalah. Namun, ucapannya tidak berarti apa pun bagi Arya yang sudah menentukan keputusannya. Tanpa mengatakan apa pun lagi, Arya mulai melajukan mobil dan memutar arah. Ayda yang hendak turun pun merasa bingung dan mengurungkan niatnya. Entah apa yang dilakukan Arya, tetapi Ayda tetap bersikeras untuk pergi sendiri tanpa merepotkan atasan sekaligus suaminya itu. “Ikuti perintah saya, Ayda. Saya bukan lelaki jahat yang akan membiarkan seorang perempuan mencari kendaraan di tengah malam untuk membawa adiknya ke rumah sakit,” ujar Arya sambil melajukan mobilnya ke arah rumah Sri, bibi Ayda. “Pak Arya serius? Terus janji
“Baiklah kalau itu memang sudah menjadi keputusan kamu. Saya hanya berniat untuk membantu dan mengurangi beban yang kamu rasakan, tapi kalau kamu tidak bisa menerima niat baik saya. Itu tidak masalah, saya akan datang besok pagi.” Arya membalikkan badannya dan berlalu pergi meninggalkan Ayda. Tanpa angin dan hujan, Ayda merubah sikapnya yang semula berusaha untuk selalu mengerti menjadi ingin melakukan apa yang ia kehendaki. Meskipun tidak melewati kesepakatan atau pun aturan, tetapi Ayda sadar bahwa sikapnya sudah sangat keterlaluan. Hingga akhirnya, setelah melihat bayangan Arya menghilang di hadapannya. Ayda pun beranjak masuk ke ruang perawatan Fahri. Ia menatap penuh iba ke arah adiknya yang terbaring lemah di atas kasur pesakitan. Setelah apa yang terjadi, ayda merasa sangat bersalah karena sudah menelantarkan adiknya. Meskipun ia tidak dengan sengaja melakukan hal ini, tapi rasa bersalah akan tetap ada dan membuat Ayda ingin segera menebusnya. Hingga tanpa sadar, Ayda pun mene
“Mbak Ayda,” panggil suster rumah sakit sambil menggoyangkan bahu Ayda.Dengan mata yang terasa sulit untuk terbuka, Ayda menarik napas panjang dan menegakkan tubuhnya. Tanpa sadar semalaman Ayda tertidur dalam posisi duduk sambil bersandar ke tangan Rahman. Dengan wajah yang masih terlihat sangat lelah, Ayda pun tersenyum dan berterima kasih pada perawat yang sudah membangunkannya. “Bagaimana keadaan ayah saya? Apa kondisinya sudah membaik?” tanyanya yang masih merasa khawatir.“Kondisi pak Rahman sudah stabil. Dokter akan terus memantau keadaan pak Rahman. Mbak Ayda tidak perlu khawatir semua pasti akan baik-baik saja,” ucap suster yang sudah cukup mengenal Ayda.“Syukurlah. Kalau gitu saya pamit dulu. Kebetulan saya masih harus bekerja. Terima kasih banyak akrena sudah membangukan saya. Kalau tidak saya pasti akan telat berangkat kerja,” urai Ayda sambil meraih tas yang ia letakkan di atas meja.“Sama-sama Mbak. Lagi pula saya membangunkan Mbak karena perintah dari seseorang yang s
Dengan raut wajah menahan malu, Ayda langsung memalingkan wajahnya dari tatapan Arya. Ucapan maut yang baru saja ia katakan seketika mengubah keadaan. Ayda memutuskan panggilan telepon setelah mengetahui keadaan Fahri yang sudah diperbolehkan pulang pagi ini. “Maaf, Pak. Saya tidak bermaksud untuk mengatakan kata itu pada Pak Arya,” ucapnya yang merasa harus meminta maaf.“Hmm lain kali dipikirkan dulu sebelum bicara. Kalau orang lain yang mendengarnya pasti akan terjadi kesalahpahaman,” sahut Arya yang terlihat sangat serius dibalik kemudi.Ayda yang paham maksud dari perkataan Arya pun langsung menganggukkan kepala dan menggerutu dalam hatinya. Meski hal itu terjadi karena tidak di sengaja, tetapi Ayda tetap merasa malu di hadapan Arya. Hingga akhirnya, sesampainya di rumah Ayda pun langsung bergegas masuk ke dalam kamar.Meski sudah lewat waktu masuk kerja, tetapi Ayda tetap bersemangat untuk menjalankan kewajibannya. Terlebih saat ini pikiran Ayda sudah mulai tenang karena keadaan
“Jangan lupa bawa semua barang ya,” ucap Darma yang terlihat sangat bersemangat. Sedangkan Arya yang baru saja selesai memasukkan semua koper ke dalam bagasi mobil langsung menatap ke arah neneknya. “Kenapa sih Nenek maksa banget kita buat bulan madu? Padahal Arya udah bilang kalau Arya masih banyak kerjaan.” Arya menekuk wajahnya. Setelah berusaha keras untuk menolak. Ia terpaksa harus mengikuti keinginan neneknya. “Kalau kamu selalu mikirin kerjaan. Kapan kamu punya waktu buat bulan madu. Lagian ngga akan lama ko. Cuma tiga hari dua malam. Ayda juga ngga keberatan ko sama keputusan nenek,” elak Darma tak mau kalah. Setelah dipastikan tidak ada barang yang tertinggal. Arya pun masuk lebih dulu ke dalam mobil. Sedangkan Ayda yang berdiri di sebelah Darma tidak lupa berpamitan. “Selamat bersenang-senang ya Ayda. Jangan biarkan kesempatan ini berlalu begitu saja. Nenek ingin mendengar kabar baik sesudah kalian pulang liburan,” ucap Darma yang sontak membuat Ayda seketika merasa sesak
Beberapa detik berlalu, Ayda memberanikan diri untuk membuka matanya. Betapa terkejutnya ia saat melihat wajah Arya yang sangat dekat dengannya. Bahkan sangat dekat hingga Ayda bisa merasakan embusan napas Arya yang masih memejamkan mata.Dalam posisi serba salah, Ayda hendak menggeserkan wajahnya dan menjauhi bibir Arya. Meskipun mereka sudah memiliki ikatan halal. Akan tetapi, tetap saja Ayda merasa tidak siap untuk melakukan kewajibannya. Hingga perlahan Ayda mulai menggeserkan wajahnya. Namun, tiba-tiba Arya menahan wajah Ayda dengan satu tangannya.“Jangan menjauh lagi,” titah Arya dengan suara lirih.Setelah itu, tanpa ragu Arya pun mengunci bibir Ayda dalam rengkuhan bibirnya dengan sangat lembut. Ayda yang merasa sangat terkejut pun langsung menutup matanya. Detik demi detik yang berlalu membuat Ayda hanyut dalam sentuhan bibir Arya.Drtttt!Dering ponsel yang bergetar pun mengganggu kebersamaan antara Ayda dan Arya. Setelah hampir lima belas menit mereka saling bercumbu, Arya