“Kamu tidak mau saya antar?” tanya Arya yang terlihat sangat serius. Ayda yang tidak mengira Arya akan mengatakan hal itu padanya pun langsung menggelengkan kepala. “Tidak. Saya bisa pergi sendiri. Lagi pula Pak Arya kan sudah ada janji bertemu dengan seseorang. Saya tidak mau mengganggu waktu Pak Arya untuk yang kedua kali,” ungkapnya yang tidak ingin kembali merasa bersalah. Namun, ucapannya tidak berarti apa pun bagi Arya yang sudah menentukan keputusannya. Tanpa mengatakan apa pun lagi, Arya mulai melajukan mobil dan memutar arah. Ayda yang hendak turun pun merasa bingung dan mengurungkan niatnya. Entah apa yang dilakukan Arya, tetapi Ayda tetap bersikeras untuk pergi sendiri tanpa merepotkan atasan sekaligus suaminya itu. “Ikuti perintah saya, Ayda. Saya bukan lelaki jahat yang akan membiarkan seorang perempuan mencari kendaraan di tengah malam untuk membawa adiknya ke rumah sakit,” ujar Arya sambil melajukan mobilnya ke arah rumah Sri, bibi Ayda. “Pak Arya serius? Terus janji
“Baiklah kalau itu memang sudah menjadi keputusan kamu. Saya hanya berniat untuk membantu dan mengurangi beban yang kamu rasakan, tapi kalau kamu tidak bisa menerima niat baik saya. Itu tidak masalah, saya akan datang besok pagi.” Arya membalikkan badannya dan berlalu pergi meninggalkan Ayda. Tanpa angin dan hujan, Ayda merubah sikapnya yang semula berusaha untuk selalu mengerti menjadi ingin melakukan apa yang ia kehendaki. Meskipun tidak melewati kesepakatan atau pun aturan, tetapi Ayda sadar bahwa sikapnya sudah sangat keterlaluan. Hingga akhirnya, setelah melihat bayangan Arya menghilang di hadapannya. Ayda pun beranjak masuk ke ruang perawatan Fahri. Ia menatap penuh iba ke arah adiknya yang terbaring lemah di atas kasur pesakitan. Setelah apa yang terjadi, ayda merasa sangat bersalah karena sudah menelantarkan adiknya. Meskipun ia tidak dengan sengaja melakukan hal ini, tapi rasa bersalah akan tetap ada dan membuat Ayda ingin segera menebusnya. Hingga tanpa sadar, Ayda pun mene
“Mbak Ayda,” panggil suster rumah sakit sambil menggoyangkan bahu Ayda.Dengan mata yang terasa sulit untuk terbuka, Ayda menarik napas panjang dan menegakkan tubuhnya. Tanpa sadar semalaman Ayda tertidur dalam posisi duduk sambil bersandar ke tangan Rahman. Dengan wajah yang masih terlihat sangat lelah, Ayda pun tersenyum dan berterima kasih pada perawat yang sudah membangunkannya. “Bagaimana keadaan ayah saya? Apa kondisinya sudah membaik?” tanyanya yang masih merasa khawatir.“Kondisi pak Rahman sudah stabil. Dokter akan terus memantau keadaan pak Rahman. Mbak Ayda tidak perlu khawatir semua pasti akan baik-baik saja,” ucap suster yang sudah cukup mengenal Ayda.“Syukurlah. Kalau gitu saya pamit dulu. Kebetulan saya masih harus bekerja. Terima kasih banyak akrena sudah membangukan saya. Kalau tidak saya pasti akan telat berangkat kerja,” urai Ayda sambil meraih tas yang ia letakkan di atas meja.“Sama-sama Mbak. Lagi pula saya membangunkan Mbak karena perintah dari seseorang yang s
Dengan raut wajah menahan malu, Ayda langsung memalingkan wajahnya dari tatapan Arya. Ucapan maut yang baru saja ia katakan seketika mengubah keadaan. Ayda memutuskan panggilan telepon setelah mengetahui keadaan Fahri yang sudah diperbolehkan pulang pagi ini. “Maaf, Pak. Saya tidak bermaksud untuk mengatakan kata itu pada Pak Arya,” ucapnya yang merasa harus meminta maaf.“Hmm lain kali dipikirkan dulu sebelum bicara. Kalau orang lain yang mendengarnya pasti akan terjadi kesalahpahaman,” sahut Arya yang terlihat sangat serius dibalik kemudi.Ayda yang paham maksud dari perkataan Arya pun langsung menganggukkan kepala dan menggerutu dalam hatinya. Meski hal itu terjadi karena tidak di sengaja, tetapi Ayda tetap merasa malu di hadapan Arya. Hingga akhirnya, sesampainya di rumah Ayda pun langsung bergegas masuk ke dalam kamar.Meski sudah lewat waktu masuk kerja, tetapi Ayda tetap bersemangat untuk menjalankan kewajibannya. Terlebih saat ini pikiran Ayda sudah mulai tenang karena keadaan
“Jangan lupa bawa semua barang ya,” ucap Darma yang terlihat sangat bersemangat. Sedangkan Arya yang baru saja selesai memasukkan semua koper ke dalam bagasi mobil langsung menatap ke arah neneknya. “Kenapa sih Nenek maksa banget kita buat bulan madu? Padahal Arya udah bilang kalau Arya masih banyak kerjaan.” Arya menekuk wajahnya. Setelah berusaha keras untuk menolak. Ia terpaksa harus mengikuti keinginan neneknya. “Kalau kamu selalu mikirin kerjaan. Kapan kamu punya waktu buat bulan madu. Lagian ngga akan lama ko. Cuma tiga hari dua malam. Ayda juga ngga keberatan ko sama keputusan nenek,” elak Darma tak mau kalah. Setelah dipastikan tidak ada barang yang tertinggal. Arya pun masuk lebih dulu ke dalam mobil. Sedangkan Ayda yang berdiri di sebelah Darma tidak lupa berpamitan. “Selamat bersenang-senang ya Ayda. Jangan biarkan kesempatan ini berlalu begitu saja. Nenek ingin mendengar kabar baik sesudah kalian pulang liburan,” ucap Darma yang sontak membuat Ayda seketika merasa sesak
Beberapa detik berlalu, Ayda memberanikan diri untuk membuka matanya. Betapa terkejutnya ia saat melihat wajah Arya yang sangat dekat dengannya. Bahkan sangat dekat hingga Ayda bisa merasakan embusan napas Arya yang masih memejamkan mata.Dalam posisi serba salah, Ayda hendak menggeserkan wajahnya dan menjauhi bibir Arya. Meskipun mereka sudah memiliki ikatan halal. Akan tetapi, tetap saja Ayda merasa tidak siap untuk melakukan kewajibannya. Hingga perlahan Ayda mulai menggeserkan wajahnya. Namun, tiba-tiba Arya menahan wajah Ayda dengan satu tangannya.“Jangan menjauh lagi,” titah Arya dengan suara lirih.Setelah itu, tanpa ragu Arya pun mengunci bibir Ayda dalam rengkuhan bibirnya dengan sangat lembut. Ayda yang merasa sangat terkejut pun langsung menutup matanya. Detik demi detik yang berlalu membuat Ayda hanyut dalam sentuhan bibir Arya.Drtttt!Dering ponsel yang bergetar pun mengganggu kebersamaan antara Ayda dan Arya. Setelah hampir lima belas menit mereka saling bercumbu, Arya
Tidak ada wanita yang ingin menjalani hubungan seperti ini. meski terpaksa oleh keadaan, setidaknya ia ingin dihargai dan dipandang layaknya seorang wanita. Sama halnya dengan apa yang kini dirasakan Ayda. Setelah merasakan hal yang membuatnya merasa berarti bagi seseorang.Kini Ayda merasa dirinya seakan tak bernilai. Kata maaf Arya setelah merenggut ciuman pertamanya entah kenapa membuat Ayda merasa terluka. Seakan dirinya adalah suatu kesalahan yang harus dihindari keberadaannya. Dengan langkah tanpa arah, Ayda terus berjalan keluar hotel.“Ayda!” teriak Arya yang berusaha menghentikan langkah Ayda.Akan tetapi, luka yang Ayda rasakan membuatnya tak bisa diam dan membiarkan Arya kembali melukai dirinya. Hingga akhirnya, tepat di pertigaan jalan. Ayda bertemu dengan seseorang yang tak asing. Wanita tinggi semampai dengan kulit putih dan rambut yang terurai sangat indah.“Hay, sepertinya kita sudah pernah bertemu,” ucap wanita yang berjalan mendekati Ayda.Tanpa menjawab apapun, Ayda
“Jadi, itu yang membuat kamu marah dan langsung pergi ninggalin saya?” Arya melihat ke arah Ayda yang duduk manis dihadapannya. Sedangkan tangannya dengan lincah membalut luka di lengan Ayda.Setelah mengungkapkan apa yang Ayda rasakan. Ia merasa lebih lega, terlebih saat respon Arya tak sedingin yang ia takutkan. Ayda berpikir karena tragedi yang terjadi padanya membuat Arya merasa bersalah dan simpati padanya. Karena itu Arya bersikap manis dan dengan sabar mengobati semua lukanya.“Apa saya salah kalau berpikir seperti itu?” Ayda balik bertanya. Menurutnya alasan dirinya merasa tersinggung dengan ucapan Ayda wajar, tetapi berbeda hasilnya saat melihat ekspresi Arya.“Tidak. Saya bilang maaf karena saya merasa bersalah, tapi saya tidak menyangka kalau kamu tidak suka dan merasa tidak dihargai sebagai wanita.” Arya menggelengkan kepala dan menutup kotak obat yang sudah selesai ia gunakan. Dengan posisi setengah berjongkok, Arya terus menatap Ayda. “Apa itu ciuman pertama kamu?”Deg!