Saya menginjakan rem tepat di depan sebuah gardu tempat masuk ke sebuah Cluster yang cukup terkenal di wilayah kuningan, tepat seperti apa yang di terangkan oleh Clara. Bismillahitawaqaltu 'alallah, lahaulawalaquwwata illabillahil'aliyil'adzim. Ya Allah, saya serahkan segalanya pada Allah, Tuhan maha pemilik segala apapun yang ada di muka bumi ini. Dengan dzikir, saya segera turun dari mobil dengan perasaan bingung, marah, sekaligus merasa bersalah. Saya berjalan mendatangi satpam yang bertugas di pos. "Selamat malam Pak, ada yang bisa saya bantu?" Seorang satpam berdiri menghampiri saya ketika dilihatnya berjalan ke arah pos."Maaf, saya mau bertemu dengan pemilik salah satu cluster di sini, namanya Reza. Mungkin satu jam yang lalu telah masuk ke dalam dengan mobilnya," ungkap saya."Oh maaf, kami tidak bisa mengungkap identitas pemilik cluster Pak. Silakan hubungi orangnya terlebih dulu, setelah diizinkan bapak bisa konfirmasi ke saya, baru saya bukakan portalnya," terang satp
"Terus, si Om Yusuf ini ternyata dipindah tugaskan oleh atasannya ke Jakarta, dan setelah kami berpisah di hari itu, kami sudah tak ada komunikasi dan beberapa tahun terakhir ini beliau sering datang dengan istrinya saat hari raya idul Fitri. Namun sepertinya, hari ini, beliau datang dengan maksud yang lain selain silaturahmi, yakni ingin meneruskan ucapan kami dulu tentang perjodohan kalian.""Biar saya saja yang jelaskan Kang, supaya anakmu semakin paham maksud saya," sela Om Yusuf memotong segmen saat bapak berbicara."Oh iya silakan Kang, saya lebih senang juga kalau begitu."Saya pun kini berhadapan dengan Om Yusuf, dan bersiap untuk mendengarkan segala penjelasannya dengan seksama seperti apa dari maksud dan tujuannya. Jika ini tentang perjodohan, maka nantinya saya berhak menerima atau menolak."Begini nak Husein, entah saya mau mulai menjelaskan dari mana ya, saya juga bingung. Jadi suatu hari, saya telah ditipu oleh rekan kerja saya tentang investasi yang sejatinya itu bohon
Om Yusuf pun pamit pulang. Menghaturkan rasa terima kasih yang besar kepada saya atas pertimbangan keinginannya. Yah, semua manusia pasti cuma bisa bisa berharap, hakekatnya tetap Allah yang mentakdirkan segala jodoh, rezeki dan maut seseorang.Lalu bagaimana pendapat orang tua saya? "Gimana Sein, kamu setuju dengan perjodohan yang dilakukan oleh kami?" tanya bapak ketika kami sudah mengumpul bertiga di ruang keluarga. Di sini juga sudah ada ibu yang tadi tidak ikut mengumpul bersama kami."Ibu tidak setuju ya Pak, orang kok tiba-tiba nongol langsung minta nikah sama anak kita, ya ibu gak setuju lah. Lagian ibu sudah niat mau menikahkan Husein dengan Aisyah yang jelas-jelas sudah kita ketahui latar belakangnya," sahut ibu yang ku tangkap dari ucapannya beliau tidak menyetujui perjodohan kami."Kalau begitu, kenapa tidak dari kemarin-kemarin ibu melamarkan Husein pada keluarga Aisyah? Padahal mereka udah kenal lebih dari dua tahun katanya?" "Ya itu karena..." Ibu hampir saja kehilang
Saya berdoa dan berharap ada sedikit petunjuk dari Allah untuk saya jadikan landasan dalam keputusan saya. Tak ketinggalan, saya juga mengambil kitab suci Al-Qur'an, dan saya buka sebuah surah di tengah-tengah halaman. Diawali dengan bismillah, saya baca dua halaman itu sampai selesai. Lalu lihatlah, apakah di setiap bait ayat tersebut banyak mengandung huruf (Kha) Yang artinya khoir (baik) atau tidak. Kalau iya, maka ingsyallah yang diniatkan itu berarti baik. Kemudian saya membacanya, dan dari dua halaman itu saya tahu jawaban yang tepat. Namun lama kelamaan duduk berdzikir, saya merasa sangat mengantuk dan akhirnya lebih memilih untuk memejamkan mata sebentar dengan posisi masih ada di atas sajadah ini, saya meringkuk lalu setelahnya tidak ingat apa-apa lagi.**"Gimana, sudah dapat keputusan dari sholat istikharah kamu Sein?" tanya bapak di ruang tamu kami.Saat ini, saya, bapak, dan ibu kembali berdiskusi bertiga untuk mengetahui hasil dari sholat istikharah yang saya lakukan
Tok tok!!"Iya silakan masuk!" Begitu menadahkan kepala, saya melihat Mba Aisyah telah masuk di ruangan saya. Saat ini selain berdakwah, saya juga merangkap sebagai guru mengajar santri dan santriwati untuk mata pelajaran fiqih. Lalu, saya juga ditunjuk sebagai sekertaris pondok oleh bapak untuk turut membantu beliau membangun pondok ini. Ada juga Om Muhlil, yakni adik kandung dari ibu yang juga mengajar untuk mata pelajaran nahwu shorof, sedangkan bapak anak tunggal. Jadi, yang selalu diamanatkan untuk meneruskan pondok ini adalah saya, semoga Allah selalu memberikan kesehatan untuk kami semua, sehingga mampu menjaga amanah kepada ratusan santri yang belajar di pondok Al-Aqso ini."Iya ustadzah, ada apa?" tanya saya kembali."Ini, saya dapat amanah dari ustadzah Hanif untuk memberikan proposal bagi kegiatan hari santri nanti ustadz. Soalnya beliau cuti satu bulan untuk pergi ke Kalimantan Timur karena putrinya melahirkan, tapi proposal ini harus segera ditinjau agar jika ada yang
Sehabis saya pulang dari kegiatan ceramah, saya tak sengaja melintas di daerah alun-alun kota Bandung, dan saat ini sudah pukul sembilan malam.Saya lebih suka menyetir sendiri ketimbang disupiri oleh orang lain. Rasanya, saya bukan orang yang begitu penting sampai harus memakai jasa supir. Jadi selain itu, berkendara sendiri juga lebih nyaman dan hening. Di alun-alun itu saya tak sengaja melihat seorang bapak-bapak yang sedang berlutut di depan dua orang berseragam jas. Awalnya saya tetap melintas begitu saya dan tidak mau terlalu mengurus masalah orang lain.Namun, entah kenapa saya tiba-tiba menginjak rem dan berhenti seketika lalu memperhatikan tubuh dari laki-laki yang berlutut itu.Semakin diamati, semakin saya percaya bahwa itu adalah Om Yusuf. Ya benar, laki-laki yang datang di hari itu untuk kemudian berniat menikahkan saya dengan anak gadisnya.Karena saya kenal, maka saya pun langsung pasang badan untuk melindungi Om Yusuf paling depan."Heh siapa kalian?" teriak saya keti
"Nak Husein, kenapa kamu bayar hutang saya? Lalu bagaimana saya membayar itu? Tolong beri saya waktu ya, saya pasti akan membayar semua itu," ujar Om Yusuf ketika kami berdua sedang duduk di sebuah bangku taman tak jauh dari peristiwa penggerebekan tadi.Kalimat Om Yusuf yang saya petik adalah bagian 'saya pasti akan membayar semua uang itu' yang artinya beliau mengganggap yang saya beri tadi adalah hutang. Padahal yang namanya hutang adalah perjanjian atau akad yang dilakukan dua orang atau lebih perihal sesuatu yang dipinjam, baik berupa uang maupun benda. Dalam syar'iat hukum islam membayar hutang adalah wajib hukumnya. Sedangkan yang saya lakukan untuk Om Yusuf tadi bukanlah akad hutang piutang, melainkan saya berniat sedekah dengan melunasi tanggungan seseorang yang belum bisa dia selesaikan. Maka Om Yusuf tidak berkewajiban untuk membayar dana tersebut. "Sebelumnya saya meminta maaf jika saya lancang, namun saya tidak memiliki maksud lain. Saya bukan meminjamkan uang pada Om,
Bismillahitawaqaltu Alallah. Saya mulai mengemudikan mobil ketika telah selesai menyebar undangan ke teman-teman saya seusai menunaikan dakwah di desa Ragarcari Bandung. Mereka selalu hadir di mana saya melakukan ceramah. Alhamdulillah diberikan kawan-kawan yang sama-sama mencintai agama islam merupakan suatu rezeki juga.Tapi tak lama, saya dengar grup WhatsApp saya tiba-tiba ramai pesan dari kawanan komunitas. Saya bisa baca sekilas karena saya menaruh handphone dalam ring dashboard mobil."MasyaAllah, serius akhi? Sabtu depan? Kenapa secepat itu undangannya?""Mendadak sekali!""Ustadz sudah dijodohkan sejak lama ya?""Kawan kita sudah ada yang sold out?""Ada yang penasaran gak sama calonnya?"Hehe, ada-ada saja mereka. Mendapat kabar tentang pernikahan saya begitu bersemangat. Kemudian untuk menghindari kecelakaan, saya mengunci telepon dan fokus ke jalan raya. Desa ini adalah yang pertama kali saya lewati, dan di depan sana saya melihat ada kerumunan orang-orang yang sedang men