Tok tok!!"Iya silakan masuk!" Begitu menadahkan kepala, saya melihat Mba Aisyah telah masuk di ruangan saya. Saat ini selain berdakwah, saya juga merangkap sebagai guru mengajar santri dan santriwati untuk mata pelajaran fiqih. Lalu, saya juga ditunjuk sebagai sekertaris pondok oleh bapak untuk turut membantu beliau membangun pondok ini. Ada juga Om Muhlil, yakni adik kandung dari ibu yang juga mengajar untuk mata pelajaran nahwu shorof, sedangkan bapak anak tunggal. Jadi, yang selalu diamanatkan untuk meneruskan pondok ini adalah saya, semoga Allah selalu memberikan kesehatan untuk kami semua, sehingga mampu menjaga amanah kepada ratusan santri yang belajar di pondok Al-Aqso ini."Iya ustadzah, ada apa?" tanya saya kembali."Ini, saya dapat amanah dari ustadzah Hanif untuk memberikan proposal bagi kegiatan hari santri nanti ustadz. Soalnya beliau cuti satu bulan untuk pergi ke Kalimantan Timur karena putrinya melahirkan, tapi proposal ini harus segera ditinjau agar jika ada yang
Sehabis saya pulang dari kegiatan ceramah, saya tak sengaja melintas di daerah alun-alun kota Bandung, dan saat ini sudah pukul sembilan malam.Saya lebih suka menyetir sendiri ketimbang disupiri oleh orang lain. Rasanya, saya bukan orang yang begitu penting sampai harus memakai jasa supir. Jadi selain itu, berkendara sendiri juga lebih nyaman dan hening. Di alun-alun itu saya tak sengaja melihat seorang bapak-bapak yang sedang berlutut di depan dua orang berseragam jas. Awalnya saya tetap melintas begitu saya dan tidak mau terlalu mengurus masalah orang lain.Namun, entah kenapa saya tiba-tiba menginjak rem dan berhenti seketika lalu memperhatikan tubuh dari laki-laki yang berlutut itu.Semakin diamati, semakin saya percaya bahwa itu adalah Om Yusuf. Ya benar, laki-laki yang datang di hari itu untuk kemudian berniat menikahkan saya dengan anak gadisnya.Karena saya kenal, maka saya pun langsung pasang badan untuk melindungi Om Yusuf paling depan."Heh siapa kalian?" teriak saya keti
"Nak Husein, kenapa kamu bayar hutang saya? Lalu bagaimana saya membayar itu? Tolong beri saya waktu ya, saya pasti akan membayar semua itu," ujar Om Yusuf ketika kami berdua sedang duduk di sebuah bangku taman tak jauh dari peristiwa penggerebekan tadi.Kalimat Om Yusuf yang saya petik adalah bagian 'saya pasti akan membayar semua uang itu' yang artinya beliau mengganggap yang saya beri tadi adalah hutang. Padahal yang namanya hutang adalah perjanjian atau akad yang dilakukan dua orang atau lebih perihal sesuatu yang dipinjam, baik berupa uang maupun benda. Dalam syar'iat hukum islam membayar hutang adalah wajib hukumnya. Sedangkan yang saya lakukan untuk Om Yusuf tadi bukanlah akad hutang piutang, melainkan saya berniat sedekah dengan melunasi tanggungan seseorang yang belum bisa dia selesaikan. Maka Om Yusuf tidak berkewajiban untuk membayar dana tersebut. "Sebelumnya saya meminta maaf jika saya lancang, namun saya tidak memiliki maksud lain. Saya bukan meminjamkan uang pada Om,
Bismillahitawaqaltu Alallah. Saya mulai mengemudikan mobil ketika telah selesai menyebar undangan ke teman-teman saya seusai menunaikan dakwah di desa Ragarcari Bandung. Mereka selalu hadir di mana saya melakukan ceramah. Alhamdulillah diberikan kawan-kawan yang sama-sama mencintai agama islam merupakan suatu rezeki juga.Tapi tak lama, saya dengar grup WhatsApp saya tiba-tiba ramai pesan dari kawanan komunitas. Saya bisa baca sekilas karena saya menaruh handphone dalam ring dashboard mobil."MasyaAllah, serius akhi? Sabtu depan? Kenapa secepat itu undangannya?""Mendadak sekali!""Ustadz sudah dijodohkan sejak lama ya?""Kawan kita sudah ada yang sold out?""Ada yang penasaran gak sama calonnya?"Hehe, ada-ada saja mereka. Mendapat kabar tentang pernikahan saya begitu bersemangat. Kemudian untuk menghindari kecelakaan, saya mengunci telepon dan fokus ke jalan raya. Desa ini adalah yang pertama kali saya lewati, dan di depan sana saya melihat ada kerumunan orang-orang yang sedang men
Point Of view penulis kembalikan lagi ke Reynata Adizti karena apa yang ingin diketahui dari Husein sudah selesai kita baca.~~~Reza berhasil mendaratkan dua kali tamparan di pipi aku dengan keras, kalau sekarang bisa ngaca mungkin muka ini udah kayak habis dikasih blash on yang warna merah merona.Tangan diikat, kaki diikat udah gak bisa berontak sedikit pun.Aku gak masalah kalau di tampar begini, asalkan gak dilecehkan aja di daerah tertentu. Aku berdoa semoga Tuhan menjaga tangan dan nafsu Reza.Ini semua salah aku. Aku bohong sama Husein, aku berselingkuh di belakangnya. Aku gak buru-buru menyudahi hubungan aku dengan laki-laki brengsek ini, sampai-sampai Allah menghukum aku gak tanggung."Heh Rey, pacar aku! Lo itu udah jadi milik Gue tiga tahun, dan sekarang lo tiba-tiba nikah? Lo lebih milih dia? Terus harga diri gue di mana, bangs*t!!"Dia menyeruakkan kata-kata itu dengan membentak serius, bola matanya hampir aja mencelat ke bawah."Gue dijodohin ba*ngke! Gue gak niat nikah
Kalau saja aku bisa memutar waktu, aku mau bilang sejujurnya tentang siapa Reza, dan hubungan kita. Tapi, Allah lebih memilih hukuman ini untuk membersihkan perbuatan aku.***"Pukul dia Ra! Lo jangan mau kalah sama si jalang itu!" seruku ke sahabat tercinta. Mereka udah berguling-guling di lantai, bagai petarung dunia.Sementara, di dekatku Husein masih saling adu jotos bersama Reza, tapi aku melihat Suamiku lebih unggul, sampai-sampai wajah Reza udah gak bisa dikenali lagi. Berlumuran darah, membiru, dan melembam.Aku harus menghentikan dia, aku nggak boleh buat Husein berbuat dosa."Berhenti Mas, kamu sudah cukup memberinya pelajaran, aku selamat dan kamu selamat. Sudah ya." Awalnya Husein tak peduli, dia masih menghajar wajah Reza."Sayang udah, aku pengen peluk kamu Mas,"Hingga akhirnya kata-kataku barusan perlahan mebuat ayunan pukulan dari Husein mulai melemah, dan dia sudah memberikan nafas yang tersengal-sengal.Sedangkan Reza? Iya dia sudah tergeletak lemas tak berdaya di l
Beberapa saat lalu, aku, Mas Husein dan Clara udah tiba di kantor polisi.Kita gak mau menunda waktu lebih banyak buat memberikan keterangan ke pihak berwajib.Selama aku berbicara dengan lancar, luka-luka udah diobati dengan benar, maka keterangan aku dikatakan sah."Jadi saudari Reynata Adizti, tolong diceritakan kronologi yang telah terjadi antara anda dan pelaku hingga anda diculik dan bisa tiba di cluster Grandcity," ucap polisi yang tadi menemui kami di rumahnya Reza.Aku menelan ludah berkali-kali ketika mengumpulkan segala keberanian. Sekilas aku melirik ke arah Husein beberapa detik, karena sebentar lagi dia akan mendengar pengakuan aku yang mungkin bakalan melukai hatinya.Ku tatap perban yang menyelimuti jari-jari tangannya setelah dia gunakan untuk melumpuhkan musuhku, "Ya Tuhan, betapa bersalahnya aku pada laki-laki baik hati itu." "Mba Reynata?"Polisi itu mengulang pertanyaan nya, dan memecahkan lamunanku. Setelah aku siap, lalu aku pun menceritakan semua runtutan per
"Waalaikumsalam, iya bu Rey sudah sama saya. Ibu menginap saja di hotel, biar saya dan Reynata langsung pulang ke Bandung."'Hah? Apa dia gak salah? Ini tengah malam! Bagaimana bisa dia mengemudi dua jam ke Bandung dalam kondisi lemah seperti ini?'Dia meraih tangan aku dan membawaku masuk ke dalam mobil."Mas? Mas benar mau langsung pulang ke Bandung? Ini tengah malam loh Mas, pasti badan kamu juga lelah semua. Kita cari penginapan aja yuk, kita istirahat dulu!"Namun dia tidak menggubris ucapan aku. Dia membuka pintu mobil dan menunggu aku untuk segera masuk ke dalamnya.Huft, jadinya tidak ada pilihan lain, selain aku langsung nurut dan duduk di kursi depan.Tapi sekali lagi, demi keselamatan kita aku mengajaknya untuk beristirahat malam ini. "Mas, kamu gak lelah? Mengemudi dalam keadaan lelah bahaya loh Mas," kataku."Tidak! Kalau saya lelah, saya tidak akan mengajak kamu pulang ke Bandung."Duh, rasanya sakit banget ketika bicara tapi gak ditatap sama sekali. Dia marah banget sam