Selama berumah tangga sama Akang, ada satu hal baru yang sudah aku pelajari lagi bahwa waktu adalah sesuatu yang aneh, kadang dia berjalan lambat pas kita menginginkannya untuk berlari. Tapi sebaliknya, dia berlari cepat di saat kita memintanya untuk berhenti.Sekarang kita berdua sudah sampai di parkiran bandara dan rupanya ibu udah nunggu kehadiran kita sejak tadi. Tapi aku masih beralasan macet di jalan supaya ada waktu perpisahan sama Akang lebih lama. Tapi semakin lama diam, yang ada diantara kita berdua tidak ada yang mau beranjak dari dalam mobil."Akang, nanti bisa ketinggalan pesawat loh, ayok keluar..." ajak aku. Dia masih diam, jadi aku berinisiatif buat membuka pintu mobilnya."Tunggu Ay, ada yang mau saya sampaikan." Dia spontan mencegahku dan akhirnya membuat aku kembali menutup pintu mobil dan memandang dia dengan penuh tanya. Dia mengambil tasnya di jol belakang terus ada kotak kecil di tangannya.Dia memberikan kotak itu buat aku "Selamat ulang tahun pernikahan yang
Aku mengantar Akang sampai pintu masuk, karena yang boleh melewati petugas hanya yang memiliki tiket. Astaghfirullah, air mataku gak bisa dibendung lagi, berjatuhan begitu saja tanpa aku suruh.Sedangkan Ibu mertuaku lebih memilih gak ikut sih, katanya sengaja karena dia gak mau sedih lagi dan membiarkan aku menikmati waktu lebih banyak sama Akang sebelum berpisah. Kalau ibuku, kemungkinan dia masih ada di atas dan sedang proses mendarat, kita akan bertemu di pintu kedatangan nantinya."Jangan nangis sayang, nanti saya kembali dan temani kamu saat mau melahirkan.""Iya, Rey udah paham, tapi tetap aja sedih! Jangan lihat cewek cantik ya, ingat istrinya di sini!""MasyaAllah, iya sayangku!"Aku meraih tangannya dan mencium punggung tangan itu, sedangkan Akang mencium keningku tanpa ragu meski di depan umum. "Assalamualaikum, nak.. Abi belajar dulu ya. Nanti Abi ketemu kalian lagi pas mendekati waktu louncing. Hidup dan berkembang lah yang baik, jangan manja-manja sama Uma, kasian yah.
Kring!! Kring!!Aku menghampiri ponsel yang ku letakkan tidak jauh dari keberadaan aku dam ternyata notifikasi panggilan itu berasal dari nomor Akang."Halo Akang!!" Baru angkat telepon dari dia aja, aku udah nangis."Salam dulu dong sayang, assalamualaikum saya sudah mendarat di bandara.""Maaf. Rey nunggu telepon dari Akang sejak tadi dan was-was kenapa belum ada juga. Jadi pas nama Akang muncul Rey antusias!" jawab aku menahan isak tangis. Aku bahagia setidaknya di belahan bumi yang lain, Akang masih hidup. Toh sama-sama bumi milik Allah kan?"MasyaAllah, saya bahagia ada yang menunggu kabar dari saya. Nanti saya hubungi lagi ya, mau mencari masjid dan tempat yang bisa disewa. Jangan lupa makan....""..... yang banyak, makan buah, makan vitamin dan susu hamilnya. Rey ingat semua!" Aku buru-buru menyela ucapannya sangking sering aku mendengar hal itu."Pintar kalau hafal, sudah dulu ya sayangku, wassalamu'alaikum.""Waalaikumsalam, hati-hati ya Akang."Alhamdulilah mendengar suaran
Sementara Akang pergi, pondok di pimpin oleh Paman Muhlil, atau adik kandung dari ibu mertua aku, karena tempat seorang pemimpin itu gak boleh kosong. Awalnya pondok terasa sepi dan banyak yang gak bersemangat setelah kepergian Bapak mertua lalu disusul Akang, tapi kita harus tetap melanjutkan hidup. Well, hari ini kita mau Go, walaupun aku sedikit kesusahan. Ucapan dokter Syakira waktu itu yang bilang umur kandungan lima bulan udah kayak sembilan bulan itu ternyata bener banget. Buat berdiri aja aku perlu dibantu sama ibu, karena perutnya gede banget.Alhamdulilah sejauh ini kondisi janinku baik-baik saja, mereka tumbuh dan berkembang sempurna sesuai kodratnya. Aku gak pernah lupa untuk selalu minum vitamin dan suplemen penambah darah supaya nutrisi tubuhku juga terjaga. Kalau aku sehat, mereka pun pasti sehat. Aku tetapkan bahwa ini adalah perjalanan jauh aku terakhir kalinya buat memenuhi undangan engagement Nadine dan dokter Ilham.Nadine sampai rela menunjang fasilitas demi sup
Usai acara pertunangan Nadine, aku di rumah memilih melakukan pelatihan ilmu komputer untuk diterapkan pada anak-anak santri. Rencananya, usul dari Paman Muhlil bahwa pesantren Al-Aqso akan dijadikan pondok modern yang mampu mengikuti perkembangan teknologi masa kini. Ditunjuk lah diriku untuk jadi gurunya.Memang sih, dari pada gak ada kegiatan atau melamun aja di kamar kan gak baik juga untuk tubuhku, lebih baik dipakai untuk menimba ilmu selagi menunggu kedatangan Akang, dua bulan lagi.Paman Muhlil memanggil guru IT yg memang ahlinya untuk belajarin aku semua hal tentang komputer maupun informatika. Ingsyallah, satu tahun aku sudah dapat sertifikat dan layak mengajar.Gak apa-apa lah, selagi bukan lari-lari dan panas-panasan, ingsyallah aku baik-baik aja.Oh iya, Nadine lagi berbakti sama bapaknya tuh, dia memilih kembali ke rumahnya dan mengurus bapaknya sampai menikah. Aku awalnya usul ke dia supaya menikah setelah aku melahirkan, aku bisa datang tanpa membawa perut yang semaki
"Jangan sedih dong, dua bulan lagi kan saya pulang. Nanti menangis lah di pelukan saya ya! Kalau sekarang hemat-hemat dulu air matanya," kata Akang dan sukses membuat aku mengulum senyum lalu mengusap sisa-sisa air mata di pipi."Dua bulan itu lama, kenapa gak hari ini aja?"Dia tertawa sedikit, "mana bisa Ay, saya harus ajukan cuti dulu. Lalu pesan tiket yang gak ready satu jam ke depan."Aku jadi mendengus kesal mendengarnya."Kamu nangis kenapa?" tanya dia lagi."Aku cuma habis ngobrol sama Clara aja Akang, ya obrolan wanita biasalah!""Oh,"Terdengar hening sejenak dari kita berdua. Kenapa LDR membuat topik obrolan kita semakin sedikit ya? Pantas aja banyak hubungan yang gagal, karena L... Ya Allah, amit-amit jabang bayi jangan sampai deh! "Akang lagi apa, gak ada kelas hari ini?" Aku buru-buru berinisiatif memulai obrolan"Ada, dimulai 15 menit lagi. Oh iya, bagaimana kelas komputer kamu, susah tidak? Jangan dipaksakan berpikir ya jika itu memberatkan.""Alhamdulilah, sejauh ini
Sepanjang jalan aku gak lepas dari berdzikir, meminta pertolongan pada Allah, Tuhan maha melindungi semua umatnya. Aku gak minta banyak, aku cuma minta selamatkan anak-anakku, dan biarkan mereka lahir ke dunia, meskipun harus ditukar dengan nyawaku.Aku sudah cukup merasakan pahit manis tinggal di dunia yang fana ini, biarkan anak-anakku mengenal Abinya.Biarkan mereka menapaki kaki, mencinta tanah airnya lalu berjuang meraih ridho Allah di dunia. Ingsyallah, meninggal ketika berjuang saat melahirkan pasti syahid. Aku tidak akan pernah menyesal kalau harus memilih itu."Sudah tembus ke suami lo, Rey?" tanya Clara yang justru merasa lebih panik dariku. Aku menggeleng keras, tangisku pecah karena yang aku butuhkan pelukan dari suamiku, aku kangen sama Akang."Belum di read Ra, masih ceklis satu!" kataku putus asa. Soalnya sebelum aku tahu ada bercak darah, Akang bilang ada kelas dan pasti handphone-nya dinonaktifkan selagi dalam pelajaran, begitu kan memang kebiasannya??Gimana caranya
Saat mobil sudah berhenti di tempat drop out, ada petugas klinik yang menghampiri mobil kami dan membawakan kursi roda, lalu aku duduk di sana. Sebelumnya mereka sempat bertanya apa yang terjadi pada diriku dan ibu menjelaskan semuanya. Setelah mengetahuinya, para petugas langsung mendorong kursi rodaku sampai tiba di ruang observasi.Salah satu perawat membawa alat CTG atau istilah umumnya perekam jantung janin, untuk memeriksa kondisi janin aku apakah masih ada detak jantungnya atau tidak.Aku gemetar, wajahku mungkin pucat karena sebentar lagi aku akan berada dalam dua kenyataan, anak-anakku masih hidup atau sudah tidak ada. Meski selama diperjalanan ada yang masih aktif bergerak, tapi itu belum sepenuhnya menyatakan kondisi keduanya selamat."Bayi kembar ya? Ini denyut jantung bayi satunya ya Bu!" papar suster itu memperdengarkan bunyi detak jantung yang sangat kuat.Alhamdulilah, anak Uma masih kuat bertahan. Tapi itu cuma satu, yang satu lagi belum diketahui karena suster masih