Selama berada di mall, aku baru sadar ponsel aku kosong, dan gak ada siapa pun yang menghubungi. Aku memanggil nomor telepon Akang, juga tetap gak diangkat.Mereka sengaja ngerjain aku kali ya? Awas aja, nanti aku kerjain balik.Alhamdulilah, aku sudah sampai di rumah, dan memarkirkan mobil di tempatnya lagi. Aku keluar dari kursi pengemudi dan menenteng dua kresek besar, tapi tiba-tiba aku masih terpaku di tempat. Baru saja aku dikejutkan oleh pintu rumahku yang sedikit terbuka. Aku sangat yakin tadi sudah menutup pintu dengan rapat bahkan aku juga menguncinya, "tapi kenapa bisa terbuka ya?" batinku.Aku menelan ludah dan memberanikan diri untuk mengecek ada apakah di dalam rumah.Ada santri yang lewat pun, aku berhenti kan."Gina, tadi rumah ustadzah terkunci, itu kenapa kebuka begitu ya? Lihat ada orang masuk ke dalam gak?""Maaf ustadzah, saya tidak lihat siapa-siapa. Dari tadi sudah terbuka begitu.""Oh ya? Wah, ini beneran ada yang gak beres deh!""Kenapa ustadzah?""Ah tidak a
Akang yang sejak tadi di sampingku, yang tadinya meledek, sekarang justru dia sibuk mengusap air mataku, dan Ayah yang menepuk punggungku.Setelah merasa enakan, aku pun merapikan kembali seluruh belanjaan yang tadi sudah diacak-acak sama ibuku. Menunggu suasana kembali normal, kami semua duduk di ruang tamu, di depan sebuah kue yang di atasnya, tentu tidak ada lilin menyala satu pun, hanya ada kue aja. Ingat, meniup lilin itu adalah perbuatan bangsa Yahudi jahiliah sebelum mengenal islam, dan hukumnya haram. Yang belum tahu, dosa kemarin dimaafkan. Yang sudah tahu, jangan diulangi lagi ya!!"Alhamdulilah ya Allah, semua orang yang aku sayang ada di sini, berkumpul pada hari ulang tahun aku. Meski jatah umurku dikurang satu tahun, tapi aku bahagia." Semua memberikan senyuman tulusnya padaku, sampai aku tak berhenti meneteskan air mata yang terus mengalir."Udah Ay, habis air matanya nanti." Akang yang dari tadi sibuk menghapus air mataku, karna dia yang duduk paling dekat denganku.
Barokallah, acara makan malam ini seperti sebuah pesta untuk merayakan semua ujian yang sudah kami lewati dalam empat tahun pernikahan kami. Ibu memasak, Ayah memanggang kan daging dan kami menikmati momen ini bersama-sama.Pas kebetulan, hari ini ulang tahun aku.. jadinya kita sekalian memotong kue.Kalau ditanya, ada kah harapan buat diri sendiri?Aku gak pernah berharap apapun, karena selama ini Allah selalu memberikan apapun yang aku inginkan..Aku ingin, diberikan kesempatan untuk bertaubat dan mejadi istri yang baik untuk Akang, sudah diberikan.Aku ingin selamat dan hidup kedua kalinya dari kondisi kritis itu, maka aku ada di tahun 2022 ini sekarang.Aku minta, ingin melahirkan ditemani suami, alhamdulilah saat itu dia ada. Aku berharap Allah memberikan jalan keluar dan membebaskan Akang, dan ternyata Allah juga mengabulkan itu. Laki-laki yang sekarang, lagi duduk di sampingku, kemudian dia tertawa, dan bermain bersama anaknya.Terus aku mau harapan yang seperti apa lagi? Cuku
Selesai sudah momen makan di pinggiran jalannya, dan kita lagi dalam perjalanan pulang ke pondok lagi.Suasana jalan raya masih sama seperti berangkatnya tadi, karena masih pukul setengah sembilan malam."Oh ya, terima kasih banyak atas pemberian jam tangannya." Kita kembali bergandengan tangan."Suka?""Suka lah, pemberian dari istri kok!"Aku pun tersipu malu, dan lebih mengeratkan jari jemariku dalam genggamannya."Tapi kok kamu bisa sih Ay, ngasih kita barang satu-satu gitu, dari mana belajarnya coba?" Dia membahas tentang berbagai hadiah itu juga akhirnya, aku menghentikan langkahku sebentar."Jadi itu,.niat aku kan cuman ngambil kitab Akang aja, tapi aku mikir kalau kalian semua selalu baik sama aku, dan aku belum sempat membalasnya. Kalau misalkan aku ngasih hadiah, kan nggak terlalu buruk ucapan terima kasihnya," ungkap aku selanjutnya sambil menatap mata elangnya yang syahdu itu.Aku beruntung mengenal Akang dan keluarga pondok Al-Aqso."Gak bisa, ayok ikut saya sebentar!""K
Hadiah apa setipis itu? Mulai deh, kepalaku overthinking dengan amplop mungil yang dia pegang. "Apa itu?""Buka aja, tapi jangan terlalu terkejut ya!" Nah kan, pas dia bilang begitu, aku malah semakin penasaran sama isinya. Semoga bukan semacam amunisi diajak seneng duluan, taunya malah ditinggalin atau ini dokumen perjanjian pernikahan kayak di serial televisi yang kemarin aku tonton.Padahal cuma kertas doang aku deg-degan banget."Hah?!?!?!" Aku mengucek mata lagi, menyempitkan penglihatan barangkali aku yang salah lihat. "Ini apa?"Akang lebih mendekatkan jaraknya padaku, lalu memegang kedua bahuku."Liburan yuk, berdua!"Kertas yang aku pegang adalah dua lembar tiket liburan ke Korea Selatan yang sempat kita tunda waktu itu. Refund uang tiket sudah keluar, dan ternyata suamiku berinisiatif untuk membelikannya sebuah tiket lagi.Tapi kali ini agak berbeda, yang sebelumnya berempat Akang justru menginginkan kita hanya liburan berdua saja."Ishh!" Aku menepiskan kedua lengan Ak
"Ayah belum tidur?" tanya aku dan Akang secara bersamaan."Belum lah, lagi nunggu anak gadis ayah sampe jam 10 malam kok belum pulang?" Aku dan Akang tertawa saling menatap."Padahal Reynata mau dibawa kabur ke lubang tikus aja bukan urusan ayah lagi!" timpal aku kemudian."Iya benar itu! Tapi Ayah mau bicara dulu sama kamu, boleh gak?" Dia menatap Akang serius."Oh boleh lah Ayah, silakan. Kalau begitu saya masuk dulu ya Ay, mau lihat anak-anak."Aku mengangguk mempersilakannya masuk duluan.Kini di teras, sisa aku dan Ayah yang kelihatannya dia mau membicarakan sesuatu."Kenapa Ayah, kayaknya serius banget?""Enggak ada apa-apa, Ayah cuma kangen ngobrol berdua sama kamu. Gimana rasanya melihat suami kemarin hampir dipenjara, pasti takut yah?"Duh pakek ditanya lagi, Ayah suka iseng deh. "Bukan cuma takut Ayah, aku sampai hampir berpikiran untuk bunuh diri kalau sampai Akang dijebloskan ke dalam penjara.""Hush, gak boleh bilang begitu. Kasian anak-anak kamu, udah abinya masuk penjar
"Kenapa melamun di depan kaca? Pasti ada hal serius yah yang kamu dan Ayah bicarakan kemarin?"Kehadiran Akang sukses memecahkan lamunanku sejak kita bangun tidur beberapa waktu lalu. Akang bergegas pergi ke masjid sedangkan aku cuma duduk-duduk tidak jelas di depan meja rias."Sudah pulang?" Ini hari minggu, dan kita tidak melakukan siaran ceramah subuh. Ditambah empat hari lagi, Akang akan mengajukan cuti untuk liburan, jadi kita memiliki waktu santai lebih banyak."Sudah, para santri dan santriwati lagi diarahkan buat bebersih di sekitar pondok, dan sebentar lagi saya nyusulTadinya mau ajak kamu, tapi kok sepertinya istri saya ini lagi galau, ada apa?"Aku memasang wajah gusar yang gampang ditebak sih, makanya ketika dilihat oleh Akang, dia langsung bertanya-tanya."Ngobrol apa semalam sama Ayah?" tanya dia lagi dengan topik yang sama. Mungkin menurutnya, sebelum aku ngobrol sama Ayah, aku baik-baik aja. Setelah malam tadi, dan usai bangun tidur aku jadi orang yang berbeda. Yah, c
Akhirnya, aku excited banget menyambut truk yang lagi menurunkan mobil baru untukku itu.Setelah ini, aku musti manjain atau lebih nurut sama suamiku, karena dia yang udah memberikan segalanya untuk aku. Bagi warga biasa seperti kita, dan pekerjaannya tidak tetap membelikan istrinya sebuah mobil itu udah luar biasa banget loh!Aku sampai mencubit sedikit kulitku, untuk mengetes bahwa aku tidak lagi mimpi."Uma, itu mobil Zulfikar kan?""Bukan, itu mobil Zula yaa!!" Mereka gemes banget sih, saling mengklaim bahwa mobil itu miliknya. Padahal tubuhnya aja baru seukuran ban mobilnya.. Aku menunduk untuk mensejajarkan tinggi tubuhnya. "Iya anak Uma, itu mobil untuk kalian berdua. Nanti kita jalan-jalan ya!""Horeee!" Berteriak sambil loncat-loncat adalah gaya khas mereka kalau lagi kegirangan."Terima kasih ya suamiku, hadiah ini sebetulnya berlebihan sih. Tapi aku terima dengan lapang dada," ungkap aku sambil memeluk tubuhnya yang lagi berdiri memperhatikan truk itu menurunkan mobiln